Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Devisa dari tepian laut

Ntb berhasil membudidayakan rumput laut dengan sistem pir. pt surya indah cakratama (sict) sebagai bapak angkat. ekspor perdananya senilai 616 ribu dolar as. para nelayan berpaling ke rumput laut.

14 Juli 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPULUH truk dengan muatan rumput laut, Senin pekan ini, berarak menuju pelabuhan Mataram, Lombok. Selanjutnya, komoditi milik PT Surya Indah Cakra Tama (SICT) itu akan diekspor dari Surabaya ke Denmark 200 ton, dan ke Amerika Serikat 300 ton. Nilainya US$ 616 ribu. Ini merupakan ekspor perdana SICT dan sekaligus bukti keberhasilan pembudidayaan rumput laut di NTB. Angka realisasi ekspor "rumput dolar" tersebut pada 1988 (926,65 ton, senilai US$ 282.846) dan 1989 (972,65 ton, nilainya US$ 342.825,32) memang meyakinkan. Sebenarnya, angka tersebut mencakup rumput laut yang diproduksi oleh daerah lain tapi diekspor lewat Mataram. Tahun-tahun lalu, konsentrasi ekspornya ke Hong Kong, Jepang, Selandia Baru, dan Muangthai, sedangkan kini mulai menembus Eropa dan AS. Kebangkitan NTB di bidang rumput dolar ini tidak hanya membuat para nelayan dan pejabat setempat gembira, tapi juga memperluas lahan produksi komoditi sejenis, yang juga sudah berkembang antara lain di Lamongan (Jawa Timur) dan Bali. Menurut Kepala Dinas Perikanan NTB Ir. Soetomo Koesbandi, pembudidayaan rumput laut di wilayahnya itu dilakukan dengan sistem PIR. Bertindak sebagai bapak angkat adalah SICT, yang bekerja sama dengan KUD (bertindak sebagai perantara penjualan hasil panen, dengan fee Rp 2,5 per kg). Soetomo menjelaskan, lahan yang tersedia enam ribu hektare, tapi yang digarap baru lima persen. Padahal, kalau semua lahan termanfaatkan, hasilnya bisa 141 ribu ton dalam keadaan basah -- atau 20 ribu ton kering. Agar bisa mencapai hasil maksimal, enam perusahaan lagi sudah memperoleh izin untuk terjun ke sektor itu. Bagi para petani, kondisi kerja sama yang dikembangkan selama ini cukup menguntungkan. Dan 3.760 petani yang tergabung dalam 254 kelompok, kini telah dibuat 31.000 buah rakit bambu, yang berfungsi sebagai "sawah terapung" tempat rumput tumbuh. Tiap kelompok petani memperoleh pinjaman modal dari Bank Bumi Daya cabang Mataram, dengan bunga 1% per bulan, yang ditanggung SICT. Menurut Direktur SICT Amin Sugianto, untuk membudidayakan lahan seribu hektare yang sekarang ada di bawah koordinasinya, investasi yang sudah mengapung Rp 1,5 milyar. Hasil panennya? Setiap rakit biasanya menumbuhkan satu ton. Harga penjualan ke eksportir Rp 150 per kg (rumput basah) atau Rp 975/kg kering. Menurut Halidi, seorang petani di Batu Nampar, dengan 10 buah rakit yang dikelolanya, setiap 45 hari ia memperoleh hasil bersih Rp 150 ribu. Tentu saja bagi Halidi dan rekannya sesama petani, uang sebegitu sangat memadai. Dulu, jika angin timur atau barat mengamuk dan mereka tidak bisa melaut, untuk tetap bertahan hidup tak jarang mereka melego perlengkapan rumah tangga. Tak heran bila Wakil Kepala Dusun Batu Nampar, Marzuki, sampai berkata begini: "Seluruh penduduk kami penghidupannya sekarang bergantung pada rumput laut. Bahkan ketika laut sedang enak dilayari, kami tetap tidak berani mengabaikan rumput laut." Lagi pula, rumput laut bisa ditanam sepanjang musim. Anak-anak, yang sepulang sekolah membantu memunguti rumput yang tercecer di pantai, per harinya bisa mengantungi Rp 500. Kalau mereka ikut membantu perawatan, seperti yang dilakukan Abdul Rosyad, 12 tahun, upahnya Rp 10 ribu per bulan. Cita-cita Amin Sugianto, untuk menjadikan rumput bertuah itu sebagai primadona ekspor NTB, tampaknya tidak berlebihan. Pasar di mancanegara masih terbuka lebar, mengingat komoditi tersebut memang vital, misalnya untuk pelengkap pembuatan bahan kosmetik, agar-agar (jelly), dan bahan campuran pembuatan kapsul. MC dan Supriyanto Khafid (Mataram)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus