Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

DGS BI soal Kurs Rupiah Terus Melemah, Singgung Paniknya Pasar Akibat Anggota Dewan Gubernur The Fed

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, menyatakan kurs rupiah terus melemah terimbas kondisi perekonomian global, terutama di Amerika Serikat.

4 Oktober 2023 | 18.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Logo atau ilustrasi Bank Indonesia. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti, menyatakan kurs rupiah terus melemah terimbas kondisi perekonomian global, terutama di Amerika Serikat. Nilai tukar (kurs) rupiah per hari ini, Rabu, 4 Oktober 203, melemah 0,35 persen atau 54 poin menjadi Rp 15.634 per dolar AS, dari sebelumnya Rp 15.580 per dolar AS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kita tahu kondisi global masih sangat tidak menentu. Tiap kita dengar pernyataan dari member Bank Sentral mereka, itu langsung swing market gede sekali,” ujar Destry dalam seminar nasional di Hotel Four Seasons, Jakarta, Rabu, 4 Oktober 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, pelemahan kurs rupiah ini salah satunya disebabkan oleh pernyataan yang dikeluarkan oleh anggota dewan gubernur Bank Sentral AS, The Federal Reserve alias The Fed. “Memang di sana itu bebas sekali memberi pandangan-pandangan. Ini yang akhirnya menimbulkan ketidakpastian dan mempengaruhi perekonomian di sana dan global,” kata Destry.

Destry kemudian mencontohkan akibat yang dapat muncul karena pernyataan anggota The Fed. Beberapa saat lalu, The Fed menyatakan bahwa ada kemungkinan bagi mereka untuk terus mempertahankan suku bunga tinggi dalam waktu jangka panjang. Padahal, sebelumnya The Fed telah meyakini kenaikan Fed Fund Rate hanya terjadi pada November 2023.

Melalui board meeting mereka, kata Destry, The Fed sudah menyampaikan mereka harus dovish, karena kondisi perekonomian AS mulai trading down. “Jadi sudah less hawkish, artinya sangat optimistis, ya,” katanya. 

“Tapi tiba-tiba dua hari lalu, salah satu board member-nya menyampaikan, wah ini inflasi masih tetap tinggi, di atas harapan. Kita juga masih melihat beberapa leading indicators masih tinggi, termasuk wage,” ujar Destry.

Hal ini kemudian menyebabkan The Fed harus mempertahankan suku bunga tinggi dalam jangka waktu yang lama. Terlebih, kalau November mendatang ada kenaikan Fed Fund Rate sebesar 25 basis poin.

"Gara-gara itu semuanya heboh, panik. Akibatnya DXY (indeks dolar) naik ke level 107. Lebih parahnya lagi, bond yield-nya naik hampir 4,7 persen. Itu the highest ever since 2007," ujar Destry.

Dengan melihat hal tersebut, ketidakstabilan ekonomi global telah menyebabkan perekonomian domestik ikut bergerak, termasuk pelemahan kurs rupiah.

Namun begitu, Destry menyebut bahwa kondisi perekonomian domestik relatif aman. “Everything is okay, kita masih bisa tumbuh 5,17 persen kemarin,” katanya. Ia pun mengatakan pertumbuhan sepanjang 2023 diperkirakan masih akan tumbuh sekitar 4,7 hingga 5,3 persen.

DEFARA DHANYA PARAMITHA | ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus