Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dorodjatun Kuntjoro-Jakti:

12 Agustus 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DORODJATUN Kuntjoro-Jakti bukanlah nama asing di kalangan ahli ekonomi. Lelaki kelahiran Rangkasbitung, 25 November 1939, ini pernah men-jadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Namun, tak seperti para seniornya yang sama-sama lulusan University of California, Berkeley, ia tak sekali pun menjabat sebagai menteri di zaman Orde Baru. Terakhir, jabatan yang disediakan oleh bekas presiden Soeharto untuknya adalah duta besar di Washington, DC, Amerika Serikat. Ketika angin reformasi bertiup, Djatun, demikian ia biasa disapa, berkali-kali disebut akan menempati pos menteri ekonomi. Tapi mungkin itu cuma sekadar isu, boleh jadi juga karena di saat-saat akhir namanya menguap secara misterius. Kabar pun berembus, ia tak terpilih karena terlampau bersikukuh untuk menentukan timnya sendiri. Tapi ada juga yang menduga, tawaran kepada Djatun di-tarik kembali karena ia memiliki pendirian kuat dan tak mudah digoyang ke kiri dan ke kanan. Barulah di masa Presiden Megawati Sukarnoputri, Djatun, yang tidak bersedia didikte itu, mendapat kesempatan menunjukkan kemampuannya sebagai menteri. Tak tanggung-tanggung, ia menempati pos Menteri Koordinator Perekonomian. Ini jabatan dengan tanggung jawab luar biasa berat, mengingat ekonomi yang terpuruk dan manajemen yang amburadul. Di bawah Djatun, kantor Menko Perekonomian akan kembali berpindah ke Lapanganbanteng, tepat bersebelahan dengan ruangan Menteri Keuangan. Kedekatan itu semoga juga menunjukkan kekompakan para menteri ekonomi untuk bahu-membahu memulihkan perekonomian bangsa. Apa saja program dan prioritas kebijakan ekonomi yang akan dijalankan pelahap novel karya Boris Pasternak dan Solzhenitsyn dari Rusia serta Kawabata dan Mishima dari Jepang itu? Wartawan TEMPO Rommy Fibri dan Retno Sulistyowati mewawancarai ayah tiga putri itu dalam dua kesempatan terpisah. Berikut ini nukilannya.
Kapan Anda dihubungi Presiden Megawati? Saya pulang dari Singapura hari Rabu siang, tiba di rumah di Ciputat pukul 14.00. Biasa, macet. Sekitar pukul 17.00, saya dihubungi dan diminta datang ke Teuku Umar karena ditunggu Bu Mega kapan saja, sore, magrib, atau malam. Dari Ciputat ke Teuku Umar kan jauh dan macet. Saya butuh waktu kira-kira satu setengah jam. Akhirnya, saya baru tiba setelah magrib, langsung berbicara empat mata dengan Ibu Presiden. Pembicaraan berlangsung sampai pukul 20.00 lebih. Di situ, saya diberi tahu bahwa beliau menghendaki saya menjadi Menteri Koordinator Perekonomian. Benarkah dulu Anda juga pernah ditawari Abdurrahman Wahid menjadi menteri? Enggak, saya enggak pernah ditawari Gus Dur. Faktanya kan Pak Rizal dan Pak Prijadi. Saya sangat sibuk di Amerika, luar biasa (sibuk) di Amerika itu. Pekerjaan saya hanya itu. Apakah Anda mengajukan persyaratan sebelum menerima jabatan itu? Saya dengar saja, beliau menyiapkan, kira-kira begini, orangnya begini. Saya bilang, saya bisa bekerja dengan siapa saja, tuh. Buat saya, pilihan beliaulah yang harus dihormati. Saya hanya sebagai koordinator. Tapi saya harus membantu Presiden lebih dulu daripada menteri. Apa isi pembicaraan dengan Presiden? Pembicaraannya banyak, mula-mula tentang hubungan bilateral Indonesia-Amerika secara keseluruhan, hubungan ekonomi, kemudian peranan Bank Dunia dan IMF. Saya juga menjelaskan cara pandang lembaga-lembaga pemeringkat (rating agency) di New York yang kurang diketahui di sini. Banyak sekali yang kami bicarakan. Beliau juga bertanya banyak. Sesudah itu, disampaikanlah keinginan beliau untuk mengangkat saya sebagai Menko Perekonomian. Saya kan bukan orang partai, bingung saya, karena saya apa. Partainya partai UI, konstituennya cuma Depok. Ha-ha-ha…. Anda langsung menerima tawaran Presiden? Ya, pada waktu beliau sampaikan, dan sesudah jelas apa misi yang harus saya lakukan. Terutama beliau mengingatkan soal waktu yang tidak panjang (sampai 2004). Saya katakan, saya akan berusaha keras. Tapi kita tahu, dalam waktu tiga tahun itu cukup banyak masalah yang harus ditangani. Bagaimana visi Presiden sendiri tentang perekonomian? Jelas saya mendapat kesan beliau ingin sekali keadaan di berbagai bidang stabil dengan cepat, supaya kita bisa bekerja kembali se-cara normal. Itu merupakan keinginan yang tersirat dan terucap. Apakah hubungan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) juga dibahas? Saya sampaikan bahwa IMF adalah organisasi internasional, yang sekarang anggotanya 183 negara. Penyumbang dananya yang terbesar adalah Amerika Serikat. Mereka memiliki dana terpakai sebesar US$ 136 miliar dan dana siaga US$ 93 miliar. Jadi besar, bisa dipakai untuk menolong beberapa negara sekaligus. Lalu, langkah apa yang akan Anda prioritaskan sebagai Menko Perekonomian kelak? Buat saya, yang realistis mengurus bujet dulu, kemudian berbicara dengan IMF dan Bank Dunia. Dan jangan lupa, belum apa-apa kita sudah harus kembali dengan CGI, kan? Belum lagi menghadapi tekanan inflasi. Jadi, tak banyak waktu. Bu Mega menyadari bahwa waktu sangat mendesak. Dari pembicaraan itu, beliau punya keinginan yang kuat untuk menghasilkan hal-hal yang nyata. Apa yang akan Anda lakukan untuk mengatasi defisit anggaran yang membengkak? Sebagian persoalan anggaran merupakan masalah teknis yang sudah ditangani dari kabinet ke kabinet. Sebagian lagi merupakan masalah politik. Misalnya, tak mudah melihat pengurangan subsidi di berbagai bidang. Tidak logis jika hanya untuk mengurangi defisit, subsidi dikurangi. Masyarakat luas juga ingin tahu kenapa pengurangan defisit dalam bujet itu perlu dilakukan. Untuk itu, saya akan bekerja sama dengan semua fraksi politik di parlemen. Kalau kita bisa menjelaskan kepada mereka segala alasannya, kita punya semangat untuk bekerja lebih keras. Sebagai Menko Perekonomian, yakinkah Anda mampu menjadi dirigen ekonomi? Pekerjaan dasar harus dilakukan di departemen masing-masing. Saya tidak akan ikut campur soal itu. Sebab, yang tahu teknisnya adalah menteri-menteri yang bersangkutan. Kita sekarang misalnya mendekati puasa, Natal, Lebaran, dan juga tahun baru sehingga mesti menengok keadaan angkutan penumpang dan barang. Masalah-masalah semacam ini harus ditangani oleh departemen teknis masing-masing. Saya hanya akan mengoordinasinya. Bagaimana hubungan Anda dengan anggota tim ekonomi yang lain? Baik. Pak Boediono teman baik saya. Banyak yang tidak tahu, saya pernah menjadi Ketua V Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), sewaktu ketuanya Marzuki Usman. Di sana, saya kenal dengan segudang ekonom Indonesia, termasuk dengan teman-teman dari Gadjah Mada, gudang ekonom yang tangguh juga di Indonesia. Siapa yang tidak kenal dengan Sri Adiningsih, Boediono, dan lain-lain? Anda yakin bisa bekerja sama dengan mereka? Saya malah menanti saat kita bisa bermain bola cara sambanya Brasil. Mengapa kita bermain pakai cara Jerman yang sangat tertib gitu kalau kita bisa berimprovisasi pakai cara samba, ha-ha-ha…. Bagaimana Anda memandang Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengelola utang para konglomerat? Berkaca dari kemelut di Amerika Latin, Thailand, dan Jepang, kita tak bisa mengharapkan seratus persen masalah terselesaikan. Kalau bisa kembali 30 sen per dolar saja kita sudah puas. Itu pun sudah merupakan pekerjaan yang luar biasa. Kalau kita menginginkan 70 sen per dolar, ya sulit. Sebab, dalam situasi distress debt, di Asia sekarang diperkirakan ada aset senilai US$ 600 miliar yang berlomba-lomba untuk dijual. Banyak debitor kakap di BPPN berusaha melobi pemerintah. Bagaimana Anda mengantisipasi hal ini? Saya lihat hal itu tidak aneh. Sebab, ada pengalaman di Korea Selatan dengan Daewoo dan Hyundai. Begitu juga Jepang. Perusahaan dengan sendirinya akan mempengaruhi kebijakan pemerintah. Itu normal-normal saja. Tapi masing-masing harus tahu batas-batasnya. Yang penting, pada akhirnya ke-putusan toh harus dibuat. Setiap masukan akan kita perhatikan, tapi keputusan tetap diambil. Kita berhadapan dengan komunitas internasional yang berpikiran bahwa siapa pun yang menyebabkan krisis harus benar-benar ditindak. Kita lihat saja bagaimana good governance mulai diperkenalkan di kabinet ini. Sejauh mana lobi Anda dengan IMF? Sebelum pulang, tugas bilateral saya terakhir antara lain kan juga melobi IMF. Hubungan dengan IMF bagus. Cuma, memang ada masalah teknis di sini. Dari niat IMF, mereka tidak ada keraguan untuk terus membantu Indonesia dengan cepat. Tapi, keluhan selama ini, LoI dari IMF terlalu rinci, bahkan sampai menentukan tenggat? Sebenarnya siapa yang harus disalahkan ketika pada 15 Januari 1998 Presiden Soeharto meneken dokumen yang sedemikian komprehensifnya? Kalau kita lihat dari dokumen tersebut, Anda semua akan setuju bahwa itu merupakan PR yang selama 30-an tahun tidak dikerjakan oleh Soeharto. Pantas kalau menumpuk begitu. Tapi, sesudah itu, Anda merasa dipaksa. Ini hal yang membuat saya tidak mengerti. Dan yang hebat lagi, kok, kita lebih galak daripada IMF ketika minta dana 4,5 miliar dalam dua tahun mendatang. Padahal, jika IMF menolong kita, itu artinya dia hanya mendapat bunga 3-4 persen. Kalau kita mencari di pasar komersial, mau cari bunga berapa? Rata-rata mereka akan mematok bunga 15-16 persen. Kok, malah kita mengatakan IMF menjadi sumber kemelut di negara kita? Dengan peringkat CCC plus itu, enggak ada negara yang mau memberikan garansi kepada kita. Ada tudingan, kelompok Berkeley mencoba berkuasa kembali lewat Anda. Benarkah? Saya memang bersekolah di Berkeley, tapi tidak segenerasi dengan grup Berkeley yang lain. Jadi, saya hanya kebagian bab penutup. Kami sekadar berasal dari sekolah yang sama, dan terpisah jarak waktu 15 tahun. Tak ada jaminan bahwa kita akan selalu sepaham dalam hal apa pun. Sepanjang 15 tahun itu, banyak sekali ilmu pengetahuan yang berkembang pesat. Apakah seseorang bisa di-golongkan menjadi satu kubu hanya karena berasal dari sekolah yang sama?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus