Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Drama Premium di Nusa Dua

Presiden Joko Widodo memerintahkan pembatalan kenaikan harga Premium. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak dan kondisi keuangan Pertamina pernah dibahas di Kantor Wakil Presiden.

12 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina di kawasan Matraman, Jakarta, Kamis pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Instruksi itu datang dari Istana Kepresidenan, Rabu petang pekan lalu. Dari Jakarta, Presiden Joko Widodo, melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno, meminta kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium ditunda. Padahal belum genap satu jam sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengumumkan kenaikan harga Premium di sela Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia di Nusa Dua, Bali. Jonan menyebutkan kenaikan itu sesuai dengan arahan presiden.

Tak lama setelah keluar perintah Istana, kabar pembatalan kenaikan harga Premium beredar di kalangan pewarta. Pembatalan itu diumumkan setelah Jonan menggelar konferensi pers di Hotel Sofitel Nusa Dua. Ia menyatakan harga Premium naik dari Rp 6.550 menjadi Rp 7.000 per liter di Jawa, Madura, dan Bali. Di luar wilayah itu, harga ditetapkan Rp 6.900, meningkat dari sebelumnya Rp 6.450 per liter.

Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno membenarkan informasi bahwa pembatalan dilakukan atas perintah Presiden. Ia mengaku berbicara dengan Jokowi melalui telepon setelah mendengar kabar kenaikan harga Premium. “Sudah saya instruksikan untuk tidak naik,” kata Rini, menirukan ucapan Jokowi. Menurut Rini, keputusan itu diambil setelah Praktikno membuat kajian ulang. Hasilnya: ada dampak negatif terhadap inflasi dan daya beli masyarakat kecil-menengah. Saat itu Pratikno bersama Jokowi di Jakarta. Rini juga sudah menelepon Jonan.

Jonan mengatakan harga Premium dinaikkan karena termasuk bahan bakar nonsubsidi. Pertimbangan itu telah didiskusikannya bersama Pertamina.

Namun, menurut Deputi Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, Pertamina menyatakan belum siap menaikkan harga berturut-turut setelah pemerintah mengumumkan harga baru Perta Series, yakni Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Pertamina Dexlite. Alasan lain: kebijakan tentang kenaikan harga Premium membutuhkan rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.

Pemerintah sebenarnya telah menggeber rapat mengenai hal itu. Pada awal September lalu, misalnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Jonan. Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi, mengatakan rapat digelar sebelum Kalla bertolak ke New York, Amerika Serikat, untuk menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menurut Sofyan, Pertamina menanggung beban BBM nonsubsidi dan gas 3 kilogram. “Tahun depan bisa rugi dan terganggu arus kasnya sehingga akan susah mendapat kredit impor minyak kalau tidak dibantu pemerintah,” ujarnya.

Rini mengaku tak hadir dalam rapat tentang perubahan harga BBM itu. Namun, sehari sebelumnya, ia mempersilakan Pertamina menyesuaikan harga Pertamax, mengingat kompetitor telah memasang harga lebih tinggi. Ia yakin harga baru Pertamax cukup menguntungkan Pertamina.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan telah menyampaikan kajian perusahaan dalam rapat terbatas. Pertamina menghitung beberapa variabel penentu harga, termasuk survei tentang daya beli pelanggan. Tapi, dalam soal kebijakan harga Premium, perusahaan hanya menjalankan tugas pemerintah. “Ini bukan masalah siap atau tidak. Khusus Premium penetapan harganya oleh menteri,” tuturnya di Nusa Dua, Kamis pekan lalu.

Jonan dan Nicke memang telah membahas rencana perubahan harga Premium. Rabu siang pekan lalu, atau sebelum konferensi pers Jonan, keduanya berbincang serius di restoran Hotel The Trans Resort Seminyak, Nusa Dua. Nicke mengatakan memerlukan waktu terutama untuk menyiapkan teknologi dan stasiun pengisian bahan bakar umum, termasuk mitigasi guna mencegah antrean panjang.

RETNO SULISTYOWATI, PUTRI ADITYOWATI (NUSA DUA), VINDRY FLORENTIN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus