Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dua Ratus Juta atau Dua Miliar?

Ladang minyak Cepu, yang diduga cuma menyimpan sisa-sisa galian minyak, kini diperkirakan punya cadangan mencapai 2 miliar barel. Benarkah? Mengapa ExxonMobil belum mengungkapkan data cadangan itu? Dan mengapa Pertamina lebih suka menerima hasil bersihnya saja?

11 Maret 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERITA utama majalah Upstream itu segera menyentak perhatian orang-orang minyak. Pada edisinya yang terbit akhir Januari lalu, dimuat laporan tentang ladang minyak di Cepu yang diperkirakan menyimpan 2 miliar barel cadangan minyak bumi. Bahkan, menurut Upstream, minimal 300 juta barel pasti bisa digali dari Cepu. Pada awalnya, informasi itu tak segera diterima begitu saja, karena Cepu telanjur dianggap sebagai ladang marginal yang sulit dikatrol produksinya. Banyak pula yang menyangsikan karena cadangan sebesar 2 miliar barel itu dikhawatirkan cuma sekadar rekaan, sebuah bohong besar dan salah-salah akan berakhir bagaikan kisah Busang jilid II. Pokoknya, sejumlah orang meragukan berita itu, termasuk pengamat perminyakan, Kurtubi. Katanya, jumlah sebesar itu hampir tak mungkin. "Angka 200 juta barel saja rasanya terlalu optimistis," Kurtubi menegaskan kepada TEMPO. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, juga membantah adanya cadangan yang terlalu besar. Sangkalan ini diutarakannya di depan DPR belum lama berselang. Tapi, sumber TEMPO, seorang geolog yang pernah bekerja di Blok Cepu selama dasawarsa 1990, berpendapat lain. Tanpa sedikit pun ragu, ia berani menyatakan bahwa cadangan sebesar itu memang ada. Dan ia sudah mengungkapkan kabar gembira itu sejak 1998. Saat itu, katanya, ia datang kepada Tommy Soeharto?pemilik Humpuss Patragas (HP), yang mengelola Blok Cepu?lengkap dengan intepretasi data-data seismik, untuk meyakinkan betapa besarnya cadangan minyak yang terpendam di kawasan timur Pulau Jawa itu. Ternyata sang geolog tidak sendiri. Erwinsyah Putra, dosen teknik perminyakan di Universitas A&M Texas dan pernah meneliti kondisi geologi kawasan Cepu, juga berpendapat sama. Menurut Erwin, blok itu masih menyimpan cadangan yang besar. "Jumlah cadangan hingga 2 miliar barel sangat mungkin ada di Cepu," katanya, mantap. Rupanya ExxonMobil, yang sekarang menjadi operator tunggal di Blok Cepu, tak tahan untuk terus berdiam-diam. Mereka pun ikut mempertanyakan kebenaran berita itu. "Kami baru masuk tahap eksplorasi. Jadi, tidak tahu dari mana data mengenai cadangan itu diperoleh," kata Deddy Afidick, Manajer Hubungan Pemerintah ExxonMobil di Indonesia. Pernyataan ini dianggap ganjil oleh sumber TEMPO karena ia berpendapat Exxon sengaja menyembunyikan data tersebut berhubung urusan kontrak belum sepenuhnya selesai. Nah, mana yang benar? Ladang minyak Cepu "hidup kembali" sejak tahun 1990, ketika HP berhasil mendapatkan kontrak untuk bantuan teknis atau technical assistant contract (TAC) dari Pertamina selama 20 tahun di Blok Cepu?kawasan yang meliputi Kota Cepu, Blora, dan Bojonegoro. Dengan TAC, Humpuss menjadi operator yang punya kewajiban menaikkan produksi untuk kepentingan Pertamina. Seperti halnya pekerja, mereka akan menerima penggantian ongkos produksi dan upah kerja dari Pertamina berupa uang atau bagi hasil minyak. HP menyepakati komitmen modal hingga US$ 28 juta selama enam tahun pertama. Sejak Agustus 1990 hingga pertengahan 1998, HP sudah mengebor 15 sumur dan beberapa di antaranya menghasilkan minyak, seperti sumur Nglobo Utara-1 pada kedalaman 1.597 m. Sumur ini memproduksi 1.238 barel minyak per hari ditambah 0,722 juta kaki kubik gas per hari. Setahun berikutnya, semburan minyak muncul dari sumur Alas Dara-1 pada kedalaman sekitar 1.500 meter dengan produksi 100 barel per hari. Humpuss juga mengebor sumur-sumur delineasi untuk memperkirakan besarnya areal yang mengandung minyak. Sumber TEMPO kemudian menambahkan, walaupun cadangan sudah terbukti (proven reserved), semua sumur itu akhirnya ditutup untuk sementara karena sifat lapisan batuannya menimbulkan kesulitan di saat-saat produksi, di samping tingginya kandungan hidrogen sulfida (H2S) yang beracun. Sumur Alas Dara Kemuning, yang diperkirakan mampu berproduksi sebanyak 2.000 barel per hari, juga ditutup sementara. Padahal, di saat itu HP sudah selesai membangun kilang baru di Cepu untuk mengolah produksi dari blok itu. Cerita masih berlanjut ketika pengeboran sumur Banyu Urip-1 mencapai tahap pertengahan?saat yang menurut sumber TEMPO amat kritis?tiba-tiba saja staf Exxon ditarik ke kantor pusat mereka di Houston, Amerika Serikat. Padahal, jika pengeboran diteruskan hingga kedalaman 3.000 meter, tim geologi Humpuss amat yakin akan menemukan sumur (reservoar) berupa terumbu yang mengandung cadangan minyak amat besar. "Dari data geologi dan seismik, kami yakin cadangan besar itu ada di Cepu," ujar sumber TEMPO yang ahli geologi itu. Saat itu, katanya, pengeboran baru mencapai formasi Tawun, yakni berupa lapisan mengandung pasir, dan jika tak dihentikan segera akan sampai ke formasi Kujung, yang berupa terumbu minyak. "Dari sumur Banyu Urip-1 saja, cadangan 300 juta barel bisa kita dapatkan," kata sumber itu. Pemanggilan ke Amerika Serikat itu ditengarainya sebagai upaya menjegal HP agar mereka tak menemukan cadangannya. Dan memang, hingga tiga pekan lalu Exxon masih kukuh pada pendirian bahwa mereka belum menemukan minyak. Tapi, sekitar dua minggu lalu, Direktur Hulu Pertamina, Gatot K. Wirojudo, mengungkapkan bahwa ExxonMobil melaporkan penemuan minyaknya. "Cadangan minyak itu ada di Cepu. Cuma, belum diketahui seberapa besar," ujarnya. Jawaban itu di luar kelaziman karena laporan penemuan minyak biasanya diikuti dengan seluruh data seismik lengkap dan perkiraan jumlah cadangannya, yang mesti diserahkan kepada Pertamina. Tapi, Gatot buru-buru menambahkan bahwa cadangan 2 miliar barel secara teknis bisa didapat dari Cepu. "Saya yakin, cadangannya besar sekali," tuturnya. Tentang laporan ini, pihak Exxon mengaku bahwa mereka cuma operator, dan enggan menanggapi kebenarannya. Tapi, dari data di lapangan Cepu, mestinya laporan oil show itu berasal dari sumur Banyu Urip-3, yang telah selesai dibor dan sekarang ditutup sementara. Sedangkan Banyu Urip-1, yang baru dibuka awal Februari lalu hingga kedalaman lebih dari 2.000 meter belum menghasilkan minyak. Dan karena alasan kerahasiaan, data-data eksplorasi masih disimpan kedua pihak. Tentang masalah kontrak, benarkah ada main mata antara Exxon dan Pertamina untuk mendepak HP keluar? Dugaan itu bermula saat kesulitan keuangan HP tak kunjung teratasi hingga awal 1999. Utang HP mulai jatuh tempo, sementara bank sindikasi sulit mencairkan kredit, sehingga HP tak mampu memenuhi kewajiban dana kontan (cash calling) sebagai operator. Langkah pertama mereka adalah menggandeng Ampolex Cepu Ltd., perusahaan dari Australia, untuk mengelola Cepu dengan penyertaan saham (working interest) 49 persen. Belakangan, setelah mengakuisisi Ampolex, masuklah ExxonMobil sebagai mitra HP. Sekitar April 1999, HP masuk BPPN karena tak sanggup membayar utangnya sekitar US$ 25 juta. Operasi Blok Cepu terkatung-katung setahun lebih, dan ongkos operasi itu pun dibebankan kepada Pertamina. Dalam kondisi itu, rupanya Tommy tak punya pilihan lain kecuali sepakat menjual 51 persen working interest HP kepada Exxon, yang menjadi operator tunggal lewat Mobil Cepu Ltd. sejak Juni 2000. Nilai transaksi pengalihan dipekirakan kurang dari US$ 50 juta?jumlah yang amat murah jika dibandingkan dengan jumlah cadangan minyak yang diduga tersimpan di bumi Cepu. Sampai sejauh itu, kata Iin Arifin Tachyan, Direktur Manajemen Kontrak Production Sharing (KPS) Pertamina, tak ada masalah hukum yang mengganjal. "ExxonMobil mendapat prioritas pertama untuk lapangan Cepu. Jadi, kita berikan," katanya. Iin melanjutkan bahwa Pertamina juga tak berminat mengambil alih ladang Cepu atau mengubah kontraknya menjadi KPS walaupun sudah ada permintaan dari Exxon. "Kontrak TAC kan sama saja dengan KPS, dan pengubahan kita bicarakan setelah masa kontrak selesai," ujarnya. Artinya, Mobil Cepu Ltd. tetap harus menyelesaikan kontrak TAC hingga tahun 2010. Untuk memahami keengganan Pertamina?yang menolak bergabung dengan Exxon?satu-satunya kejelasan yang diperlukan adalah mengenai besarnya cadangan minyak di ladang Cepu tersebut. Akan sangat aneh bila Pertamina hanya pasif dan merasa cukup menerima bagi hasil, padahal cadangan minyak Cepu mencapai 2 miliar barel. Inilah kesempatan terbaik bagi Pertamina untuk terjun ke eksplorasi dan eksploitasi minyak. Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Katakanlah tingkat cadangan minyak Cepu masih di bawah 2 miliar barel, tapi kenyataan ini pun tidak bisa dijadikan alasan yang cukup kuat bagi Pertamina untuk tidak mengubah bentuk kerja sama menjadi KPS. Tentu ada alasan lain yang menyebabkan BUMN perminyakan itu tidak bergairah melihat godaan si emas hitam. Padahal, orang dalam Pertamina sendiri, seperti Iin Arifin, sudah menegaskan, "Saya yakin lapangan itu menjanjikan sekali." IG.G. Maha Adi (Cepu), Agus Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus