Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Eagle kena tendang

Pt garuda indowa yang membuat sepatu merek eagle diberontak buruhnya. 2 orang staf orang korea dihajar beberapa kendaraan dirusak. disusul aksi mogok. sudomo menengahi. berpangkal dari ketidakpuasan.

22 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPATU Eagle, yang mulai banyak dipakai petanding olah raga, tiba-tiba masuk dalam ajang pergulatan lain. Sepatu asal Korea ini, yang juga dibuat di Indonesia, sebenarnya mampu berlaga di pasar menghadapi merk tenar seperti Adidas, atau Lotto, karena harganya bersaing. Tapi pekan lalu ada yang menendangnya. Pekerja di pabriknya di Tangerang, Jawa Barat, merasa perlu berontak. Bukan karena semangat Agustusan, tapi memang marah. Itu dimulai oleh Edy Suryadi, 23 tahun. Pada 9 Agustus, ia berhantam dengan Sin, staf ahli, orang Korea, di situ. Esoknya, rekan sekerja Edy membentuk barisan, mengamuk. Sin sasaran pertama. Berikutnya Kim, juga staf ahli. Akhirnya tiga mobil, satu Vespa, dan kantin karyawan jebol. Dan PT Garuda Indawa, nama perusahaan sepatu itu, kehilangan Rp 200 juta. Sudah lama rupanya para buruh menginginkan beberapa hal. Ini terdengar dalam aksi mogok dua hari setelah keributan itu. Mereka misalnya ingin punya Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). Juga ingin aturan jam kerja yang normal seperti pabrik lain. Selama ini, 2.300 karyawan (75%-nya wanita) harus kerja dari pukul 7.30 sampai 17.30, dengan masa jeda sejam. Lembur biasanya sampai pukul 21.00, dengan upah per jam Rp 150 (untuk pria) dan Rp 120 (wanita). Sebulan mereka bekerja selama 28 atau 29 hari: 2 X hari Minggu setiap bulan mereka harus masuk. Bagi wanita, tak ada cuti haid seperti ketentuan resmi. Pimpinan pabrik punya alasan. Manajer PT Garuda Indawa, Ok, (nama lengkapnya tak mau disebut) kepada TEMPO mengatakan, "Saya ingin mereka bekerja seperti orang Korea Selatan." Tanpa menyebut bahwa baru-baru ini buruh di Korea Selatan juga protes, Ok menambahkan, "Supaya Indonesia bisa mengejar ketinggalannya di bidang persepatuan." Di Korea itu, konon, satu line (unit produksi) bertenaga maksimum 250 orang, yang bekerja 12 jam sehari dan dengan hasil 3.000 pasang sepatu. Di Tangerang, dari enam line yang ada, baru empat yang produktif. Satu line dilayani 400 buruh kapasitas produksinya 800 sampai 1.000 pasang. Dari sana dibuat 10 merk, termasuk Eagle, Gola, dan Monaco -- dan cuma Eagle yang dipasarkan di sini. Selebihnya diekspor. Nilai ekspor US$ 1 juta. "Maka, kami menekankan perlunya kerja keras. Untuk bersaing," kata Ok pula. Konflik di pabriknya itu terjadi karena, "Kami belum sepaham untuk mencapai tujuan." Tak jelas bagaimana caranya sepaham. Jumat pekan lalu, sejumlah polisi tampak berjaga-jaga di komplek seluas 20 hektar yang terletak 15 km dari Tangerang itu. Sebagian karyawan bergerombol di luar barak pabrik. Siap bentrok, sementara Sin dan Kim masih tergeletak di rumah sakit dan Edy Suryadi dalam tahanan? Nanti dulu. Manajer Ok mengatakan, "Sekarang masalahnya sudah selesai. Polisi itu diperlukan karena hari ini Sudomo akan meninjau." Menteri Tenaga Kerja Sudomo memang ke sana hari itu, didampingi Ketua SPSI Imam Soedarwo. Menurut Sudomo, karyawan bergolak karena mereka "tak bisa menyalurkan keluhan." Sudomo juga menyebut, departemennya akan mengirim tim untuk membantu perusahaan ini menyelesaikan masalah yang dikeluhkan karyawan, misalnya aturan jam kerja dan uang lembur, cuti haid, dan soal gizi makanan buat buruh. Sudomo juga menyesali Kanwil Depnaker setempat yang abai: sudah dua tahun perusahaan itu di sana belum juga punya KKB. Bagaimanapun, tambahnya, "Kejadian ini ada bagusnya: agar orang Korea itu mengerti peraturan yang berlaku di Indonesia." Seperti mafhum, Ok, sang manajer, berkata, "Dalam beberapa hal kami memang salah. Kawan kami yang dipukuli itu baru tiga bulan di Indonesia. Belum paham adat sini." Berdiri pada 1985, dengan investasi pertama US$ 67 juta, perusahaan yang sudah mengekspor 200 ribu pasang sepatu (ke Inggris, AS, dan Kanada) ini merupakan patungan PT Garuda Indawa (sebagai mitra lokal) dengan perusahaan multinasional Kostra Corporation dari Korea Selatan. Tak diketahui berapa bagian saham masing-masing. "Itu rahasia," kata Ok. Pendeknya, asal O.K. Mohamad Cholid, Laporan Aries M. & Erlina A.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus