Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai perintah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal penundaan Pemilu 2024 tak lazim dan tidak bisa dilaksanakan. Oleh sebab itu, menurut dia, isu tersebut tak akan mengganggu pasar keuangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menurut saya, putusan PN Jakpus ini akan diabaikan oleh pasar karena tidak kredibel. Pasar tidak akan terpengaruh oleh putusan tidak lazim seperti yang dilakukan PN Jakpus ini," kata Yusuf kepada Tempo, Kamis malam, 2 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yusuf berujar gugatan terhadap surat keputusan Komisi Pemilihan Umum atau SK KPU bukan ranah PN melainkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Lebih jauh, ia menekankan putusan ihwal penundaan Pemilu 2024 hanya bisa dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Putusan itu pun harus dengan alasan luar biasa yang sangat kuat seperti adanya perang atau bencana alam yang sangat besar," ucap Yusuf.
Karena itu, ia meyakini putusan PN Jakpus soal penundaan Pemilu 2024 ini tidak akan mengubah jadwal kerja KPU. Sehingga, tahapan pemilu akan berjalan sesuai jadwal yaitu pada tahun depan.
Hal senada disampaikan oleh Direktur PT Laba Forexindo Ibrahim Assuaibi. Ia memperkirakan putusan pengadilan tersebut tak berdampak sama sekali terhadap pergerakan nilai tukar rupiah.
Pasalnya, kurs rupiah saat ini lebih dipengaruhi oleh tekanan faktor eksternal, di antaranya adalah ekspektasi pasar atas kebijakan agresif bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed).
Selanjutnya: "The Fed diperkirakan masih bakal..."
"The Fed diperkirakan masih bakal menaikkan suku bunga karena lonjakan inflasi dan perang Ukraina-Rusia belum juga reda," tutrurnya ketika dihubungi.
Oleh sebab itu, ia memprediksi nilai tukar rupiah pada hari ini masih akan dalam tren melemah di rentang Rp 15.300 per dolar AS.
Seperti diketahui, perintah PN Jakpus kepada KPU untuk menunda Pemilu 2024 bermula dari gugatan yang diajukan oleh Partai Prima. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu.
Partai Prima mengajukan gugatan secara perdata ke PN Jakpus pada Desember 2022. Hasilnya, Majelis Hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan tersebut dengan memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024.
KPU pun diminta membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp 500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi pemilu. Kendari demikian, Komisioner KPU Idham Holik menegaskan pihaknya menolak putusan PN Jakarta Pusat. KPU juga telah memutuskan untuk menempuh upaya hukum banding.
RIANI SANUSI PUTRI | M ROSSENO AJI
Pilihan Editor: Terpopuler: Jokowi Geram Pegawai Pajak dan Bea Cukai Hedon, Risiko Penundaan Pemilu Terhadap Pemulihan Ekonomi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.