Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, menilai peningkatan konsumsi saat libur Idul Adha tidak akan signifikan. Apa sebabnya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya rasa akan ada peningkatan konsumsi tapi tidak signifikan di tanggal 28 Juni hingga 2 Juli," ujar Nailul secara tertulis, dikutip Jumat, 23 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai informasi, pemerintah menambah cuti bersama dua hari pada 28 Juni dan 30 Juni 2023, sedangkan 29 Juni 2023 menjadi hari libur nasional Idul Adha. Sehingga 28 Juni hingga 2 Juli 2023 menjadi long weekend.
Dia melanjutkan, konsumsi tersebut didorong peningkatan kebutuhan menjelang Hari Raya Idul Adha. "Selebihnya menurut saya tidak akan signifikan, hal ini disebabkan oleh faktor tidak ada tambahan pendapatan bagi pegawai swasta," ungkap Nailul.
Sedangkan bagi pegawai negeri sipil atau PNS ada gaji ke-13. Namun, kata dia, sudah diberikan sejak awal bulan Juni sehingga tidak dialokasikan ke libur panjang Idul Adha.
"Jadi tidak akan ada dampak konsumsi yang signifikan," tutur dia.
Sementara itu perencana keuangan, Safir Senduk, mengatakan tidak semua orang mau mengeluarkan uang untuk belanja atau wisata dadakan.
Mengendalikan pengeluaran selama long weekend
Dia mengingatkan masyarakat untuk mengendalikan pengeluaran dan tidak berlebihan mengeluarkan uang selama long weekend Idul Adha. Terlebih untuk konsumsi yang tidak diperlukan.
Senab, menurut Safir, keluarga di kota-kota besar biasanya mengisi libur dengan jalan-jalan ke mal, belakangan bisa berlanjut pada kegiatan yang bersifat pemborosan.
"Ya, awalnya sih jalan-jalan aja, terus ditutup dengan makan di food court atau resto, kemudian beli sepatu, baju atau mainan anak karena bisa jadi anaknya merengek waktu lewat toko," ujar Safir melalui postingan di akun Instagram @safirsenduk, dikutip Rabu, 21 Juni 2023. Tempo sudah diizinkan mengutip postingan itu.
Adapun bagi karyawan yang belum menerima gaji, kata dia, tambahan hari libur bisa menjadi mimpi buruk. Sebab, bisa jadi mereka belum memiliki uang saat keluarganya ingin jalan-jalan.
"Bagi yang sudah gajian pun, bisa keberatan jika harus ke mall terus," beber dia.
Selain itu, Safir menilai libur terlalu banyak bisa menurunkan produktivitas karyawan sehingga tak bisa bersaing dengan karyawan di negara lain. Dia pun menganggap masa libur Lebaran yang terlalu lama adalah hal yang berlebihan.
Dia mencontohkan, ketika libur banyak pabrik tidak melakukan produksi dan perusahaan harus membayar upah lembur jika kegiatan produksi tetap dilakukan. Contoh lain, para sales tidak bisa memasarkan produknya ke kantor-kantor karena kantor tutup karena libur panjang.
Begitu juga para pekerja lepas, kata dia, bakal sulit mendapat pesanan dari perusahaan. Selain itu, masih banyak contoh dampak buruk terhadap ekonomi jika alokasi libur terlalu banyak.
"Libur karena tanggal merah sih wajar, tapi ini libur karena kebijakan cuti bersama yang sebetulnya gak perlu-perlu amat," tutur Safir Senduk.
AMELIA RAHIMA SARI | RIRI RAHAYU
Pilihan editor: Long Weekend Libur Idul Adha, Ekonom Ungkap Sektor Terdampak