Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok hingga 5 persen pada sesi perdagangan pertama, Selasa, 18 Maret 2025. Akibatnya Bursa Efek Indonesia sempat menghentikan perdagangan sementara atau trading halt saham.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin berpendapat penyebab indeks saham melemah beberapa waktu belakangan adalah karena menurunnya kepercayaan investor. “Ada beberapa isu penyebab IHSG memburuk. Pertama akibat hasil APBN Februari yang buruk dan outlook fiskal yang berat di 2025,” ucapnya dikutip Rabu, 19 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Keuangan sebelumnya mengumumkan hingga akhir Februari 2025 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah mengalami defisit Rp 31,3 triliun. Selain itu penerimaan negara juga dilaporkan turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. “Banyak pihak memperkirakan fiskal kita tahun ini akan sangat berat,” ujarnya.
Alasan kedua yang memengaruhi penurunan IHSG, menurut Wijayanto, disebabkan kebijakan pemerintah Presiden Prabowo Subianto yang kurang realistis dan tanpa teknokrasi yang memadai. Sementara itu sentimen ketiga disebabkan isu korupsi yang belakangan ini mencuat dan merusak kepercayaan publik. Ketiga isu ini membuat investor makin berhati-hati.
Sentimen keempat terkait revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (revisi UU TNI). Hal ini terkait dwifungsi militer yang dikhawatirkan menimbulkan protes besar. Persepsi yang memengaruhi pasar saham yang kelima adalah kekhawatiran penurunan rating Indonesia oleh beberapa lembaga pemeringkat dunia.
Pada Maret hingga April, lembaga Fitch dan Moodys akan mengumumkan rating kredit Indonesia. Sedangkan pada Juni hingga Juli lembaga S&P juga bakal mengumumkan peringkat. “Banyak pihak khawatir melihat situasi yang terjadi saat ini, rating kita akan turun,” ujarnya.
Menurut Wijayanto, selain dari sisi domestik, pergerakan saham juga dipengaruhi sentimen global. Saat ini begitu banyak investor melakukan rebalancing asset. Mereka akan memindahkan aset dari tempat yang dianggap berisiko ke tempat yang dianggap aman. Hal ini merupakan respons terhadap kebijakan Trump 2.0.