Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Universitas Indonesia (UI) sekaligus pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri merespons soal kebijakan automatic adjustment alias penyesuaian otomatis terhadap anggaran APBN 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti diketahui, pemerintah memutuskan membekukan anggaran sebanyak Rp 50,14 triliun. Adapun setiap kementerian/lembaga harus menyisihkan sebanyak 5 persen dari total anggaran untuk dicadangkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebetulnya enggan melakukan kebijakan tersebut. "Saya denger ibu Sri mulyani enggak mau. Enggak mau kayak 'saya datang ke Kementerian A, potong ya 5 persen.' Nanti yang disalahin Sri Mulyani, kan," kata dia di Jakarta Selatan, Senin, 5 Februari 2024.
Faisal meyakini kebijakan ini datang dari keinginan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Karena itu, dia menilai seharusnya Presiden bisa secara langsung meminta para menterinya untuk melakukan pemotongan anggaran. "Jangan kambing hitamnya Sri Mulyani. Emang Srimul punya kuasa untuk motong-motong anggaran? Kan enggak punya kuasa," kata dia.
Sebelumnya, penerapan automatic adjustment ini dikonfirmasi oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (KLI Kemenkeu) Deni Surjantoro. Menurut Deni, kebijakan itu merupakan instruksi Jokowi saat penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau DIPA 2024.
Alasan Jokowi, menurut Deni, adalah kondisi geopolitik global yang dinamis berpotensi mempengaruhi perekonomian dunia. Sehingga, potensi dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada tahun ini perlu diantisipasi.
Dia berujar automatic adjustment adalah salah satu metode untuk merespons dinamika global. Deni juga mengklaim langkah tersebut terbukti ampuh untuk menjaga ketahanan APBN 2022 dan 2023.
Kendati setiap kementerian/lembaga mesti menyisihkan 5 persen dari total anggaran untuk dicadangkan, Deni menyebut, anggaran itu masih tetap berada di masing-masing K/L. Namun, sebagai informasi, anggaran tersebut bisa digunakan untuk situasi darurat.
Tetapi, Deni enggan menjawab lebih lanjut ketika ditanyai soal situasi darurat apa yang sedang terjadi. Dia juga tak menjawab soal dasar hukum penerapan automatic adjustment.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemblokiran Rp 50,14 triliun anggaran kementerian/lembaga (K/L) agar bisa jadi salah satu sumber pendanaan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) Mitigasi Risiko Pangan dan subsidi pupuk.
Adapun besaran BLT atau bantuan sosial (Bansos) tersebut masing-masing Rp 200 ribu per penerima setiap bulannya atau bila dirapel selama tiga bulan sebesar Rp 600 ribu per keluarga sasaran. Sementara penambahan subsidi pupuk bagi petani dikucurkan senilai Rp 14 triliun.
Dia menjelaskan, ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk mengatur sumber pendanaan agar alokasi dana BLT Mitigasi Pangan dan subsidi pupuk bisa ditambah. Salah satu cara yang memungkinkan adalah melalui automatic adjustment atau penyesuaian APBN secara otomatis. Maksudnya adalah pencadangan belanja K/L yang diblokir sementara untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan gejolak geopolitik yang terjadi.
RIANI SANUSI PUTRI | AMELIA RAHIMA SARI | ANNISA FEBIOLA