HARGA kopi dunia sedang mengepul gara-gara turunnya embun beku
di Branegara nomor 1 dalam menghasilkan biji berwarna cokelat
kehijauan itu. Para dealer memperkirakan kemungkinan harga bakal
naik hebat, sebagaimana yang terjadi pada tahun 1975. Waktu itu
harga naik sampai 5 kali lipat dalam dua tahun.
Tetapi bencana sekali ini kabarnya tidak terlalu besar.
Pucuk-pucuk pohon memang berubah warna menjadi hitam tapi tak
sampai menghancurkan seluruh pohon. Jadi pergolakan harga
diperkirakan tidak berkepanjangan. Namun embun beku yang turun
di pertengahan Juli itu tak bisa dihindarkan telah mengakibatkan
harga di New York naik 30% menjadi $ 1,30/pound. Cocok dengan
keluhan petani di Brazil yang menyebutkan panen mereka rusak
mulai dari sepertiga sampai dua pertiga bagian. Total produksi
negara itu 30 juta karung (60 kg) atau sekitar 35% dari produksi
kopi seluruh dunia.
Robusta
Brazil nampaknya mau mencari kesempatan pada tahun kopi yang
akan dibuka bulan September mendatang dengan berlangsungnya
International Coffee Organisation (Organisasi Kopi
Internasional) di London. Sebab seberapa besar sebenarnya
pengaruh embun beku itu terhadap produksi negara itu belum bisa
diketahui dengan pasti.
Mula-mula diperkirakan panen rusak 75%. Kemudian turun jadi 45%.
Dan yang terakhir menyebutkan hanya 10%. Setelah perkiraan yang
terakhir ini, London Coffee Terminal Market yang mencatat
kenaikan harga sampai œ1170/ton pada 22 Juli, pada 9 Agustus
malahan turun menjadi œ1009/ton.
"Keadan pasar internasional masih belum menunjukkan kegiatan
yang penuh karena angka berkurangnya produksi Brazil sering
berubah. Pembeli pada umumnya masih bersikap menunggu," kata
Nirwan D. Bakrie, 30 tahun, General Manager Commodity Division
dari PT Bakrie & Brothers, salah satu eksportir kopi terbesar.
Menurut Nirwan, putra pengusaha besar Bakrie itu, yang pasti
produksi Brazil memang turun dan mempengaruhi pembentukan harga
di Indonesia. Ketika kabar buruk dari Brazil itu mula-mula
tersiar harga kopi dari Rp 425 langsung naik jadi Rp 800.
Sejalan dengan perhitungan yang berubah-ubah mengenai pengaruh
embun beku terhadap panen kopi di Brazil, harga kemudian turun
menjadi Rp 650. Sekarang bertahan pada Rp 600/kg.
Kenaikan harga akibat embun beku Brazil ini sedikit banyak
nampaknya akan menolong para petani kopi. Di beberapa daerah di
Sumatera Selatan harga sempat turun sampai Rp 300 dan
mengakibatkan pedagang perantara tak mau membeli kopi sampai ke
pelosok yang memerlukan alat transportasi.
Menurut Nirwan Bakrie, Indonesia tahun 1981 ini mempunyai stok
kopi kualitas ekspor sebanyak 250.000 ton (bagian terbesar jenis
Robusta). Sedangkan kuota untuk negara anggota ICO adalah
192.000 ton, atau 6% dari kuota yang seluruhnya berjumlah 3,4
juta ton. Sisanya akan diekspor ke negara-negara di luar ICO.
Musim panen yang buruk di Brazil tentu tidak akan
berkepanjangan. Ketua Umum Asosiasi Kopi Indonesia, Dharyono
Kertosastro mengingatkan supaya usaha mencari pasaran di negara
nonkuota sejak sekarang harus ditingkakan. Sebab kalau dalam
tiga tahun mendatang kopi Brazil pulih kembali, Indonesia akan
mengalami kesulitan dalam mengekspor kelebihan produksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini