TAK banyak yang tahu Indonesia kini adalah pengekspor gas alam
cair (LNG) yang terbesar di dunia. Tapi itulah kenyataannya
ketika tahun lalu Indonesia berhasil mengumpulkan US$ 2,3 milyar
dari ekspor LNG-nya. Jumlah itu kira-kira 10% dari seluruh
devisa yang dihasilkan.
Cukup lumayan, apalagi kalau diingat ekspor LNG ini diperkirakan
akan terus meningkat. Dalam kuartal satu 1981 kemarin ekspornya
naik 7% menjadi US$ 598 juta. Jepang dan Korea Selatan sudah
menutup kontrak pembelian untuk 20 tahun, dan karena jumlahnya
melebihi yang tersedia sekarang ini, produksi akan ditingkatkan
di Arun (Aceh) dan Bontang (Kal-Tim), dua daerah produsen LNG
saat ini.
Devisa LNG akan punya arti penting sekali bagi Indonesia. Sebab
dalam tahun 1980-an ini, ekspor minyak akan seret tumbuhnya.
Bukan saja karena harga uk akan melonjak lagi seperti dulu, tapi
karena Indonesia yang terus tumbuh makin kehausan minyak, hingga
sisa untuk ekspor makin kurang. Karena itu penghasilan LNG
paling tidak akan bisa menutup kekurangan ini.
Tadinya LNG yang dari Arun sudah dikontrak oleh AS. Pacific
Indonesia LNG Co. (Pacindo), sebuah perusahaan di Los Angeles
menandatangani kontrak pembelian pada 1973, untuk membeli selama
20 tahun. Tapi kemudian timbul macam-macam soal. Pemerintah
Negara Bagian California tak memberi izin pembangunan tangki
penyimpanan, dengan alasan lingkungan.
Lalu kebijaksanaan Presiden Reagan yang melepaskan kontrol harga
minyak dalam negeri: harga minyak dalam negeri boleh sama dengan
harga minyak impor, hingga produsen minyak dalam negeri
terangsang. Maka impor LNG dari Indonesia terlalu jauh, jadi
tidak ekonomis.
Hak pembelian AS dilepas, dan Jepang kemudian mengambilnya. Tiga
perusahaan energi Jepang, Chuba Electric, Kansai Electric dan
Osaka & Tokyo Gas Co. secara bersama mengambil alih kontrak
pembelian yang dilepaskan AS. Mereka diperkirakan akan
menghasilkan US$ 10 milyar untuk Indonesia selama masa kontrak.
Mulanya Jepang keberatan tentang soal harga yang ditetapkan
Pertamina. Pertamina minta agar harga LNG disesuaikan dengan
perkembangan harga jenis minyak Indonesia yang termahal, dan
atas dasar fob, yang berarti pengangkutan diurus Jepang sendiri,
dan Pertamina hanya tahu terima bersih. Jepang beranggapan cara
ini menyebabkan harga LNG sesampainya di Jepang lebih mahal dari
minyak kasar dengan kadar kalori yang sama. Tapi entah kenapa,
Jepang akhirnya setuju juga dan menerima usul Pertamina. LNG
yang diimpor Jepang dari Indonesia, jadinya separuh dari total
impor LNG negeri itu.
Untuk memenuhi permintaan yang makin meningkat ini, pemerintah
sedang mencari dana US$ 2 milyar untuk memperluas kapasitas
produksi LNG. Arun, yang sekarang punya 3 train, akan
ditingkatkan menjadi 5 nantinya, dan train di Bontang akan
ditambah 2 lagi hingga menjadi 4. Pada 1984 produksi LNG
Indonesia diharapkan menjadi 13,5 juta ton per tahun, 80% lebih
banyak dari yang sekarang.
Dan barangkali belum banyak yang tahu perwakilan minyak Esso
ketika melakukan pengeboran minyak ditenggara Kepulauan Natuna
baru-baru ini telah menemukan sumber gas alam yang cukup besar.
Cadangannya ditaksir sekitar 200 sampai 400 triliun kaki kubik.
Kalau benar demikian, maka sumber gas alam di dekat Natuna ini
akan merupakan yang terbesar ketiga di dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini