Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Elly Rosita menyebutkan hampir 50 ribu buruh terkena PHK dari Januari hingga Agustus 2024. Mayoritasnya berasal dari sektor garmen.
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Tengah Liliek Setiawan memperkirakan PHK terus berlanjut karena banyak perusahaan yang tidak mampu bertahan.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan tidak kaget terhadap kontraksi lebih dalam pada industri manufaktur Indonesia.
GELOMBANG pemutusan hubungan kerja terus bergulir. Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI) Elly Rosita mengatakan hampir 50 ribu buruh terkena PHK dari Januari hingga Agustus 2024. Mayoritas berasal dari sektor garmen dan PHK dilakukan sepihak oleh perusahaan. "Pengumuman PHK mendadak dan banyak yang tidak mendapat kejelasan soal pesangon," tutur Elly kepada Tempo pada Selasa, 3 September 2024.
Tidak terpenuhinya hak-hak para pekerja yang terkena PHK, seperti pesangon, masih menjadi persoalan terbesar dalam catatan KSBI. Apalagi mayoritas buruh yang dirumahkan tidak berserikat sehingga mereka kesulitan berdialog dengan manajemen perusahaan.
Di sejumlah wilayah, para karyawan yang terpaksa menganggur ini pun tidak diberi tahu oleh perusahaan soal musabab PHK. Elly mengungkapkan, ada pula perusahaan yang melakukan PHK dan menutup pabriknya, kemudian membuka pabrik baru di kota lain yang upah minimumnya lebih rendah.
Di Jawa Tengah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (DPD KSPN) Boyolali Wahono menuturkan saat ini rata-rata 100-200 tenaga kerja harus berhenti bekerja. Musababnya, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) mereka tidak diperpanjang.
Baca juga:
Menurut Wahono, banyak perusahaan di Boyolali yang tidak memperpanjang PKWT para karyawan. Ada juga perusahaan yang memperpendek masa kontrak pekerjanya dengan dalih terkena dampak ekonomi global dan penurunan permintaan. Namun, kata dia, tidak ada perusahaan/pabrik yang sampai tutup di Boyolali dalam sebulan terakhir.
Hingga saat ini KSPN Boyolali masih mengadvokasipara tenaga kerja yang terkena PHK untuk kasus-kasus lama yang belum terselesaikan. "Misalnya untuk tenaga kerja yang terkena PHK tapi belum mendapat haknya, seperti pesangon yang diangsur," kata Wahono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengakui adanya tren peningkatan jumlah PHK pada 2024. Kementerian mencatat sepanjang Januari-Agustus terjadi 46.240 kasus pemecatan. Industri manufaktur, seperti tekstil, garmen, dan alas kaki, merupakan sektor yang paling banyak melakukan PHK.
"Tapi mudah-mudahan angkanya tidak lebih tinggi dari 2023," ujarnya ketika ditemui setelah rapat di Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 2 September 2024. Tahun lalu, angka PHK yang tercatat Kementerian Ketenagakerjaan sebanyak 64.855 kasus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pekerja pabrik tekstil di Jawa Timur, 2022. ANTARA/Zabur Karuru
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan PHK paling banyak terjadi di Jawa Tengah, Banten, dan Jawa Barat. Ia berujar pihaknya akan terus melakukan mediasi untuk mencegah terjadinya PHK. Ia juga memastikan Kementerian Ketenagakerjaan akan berupaya agar para pekerja yang dirumahkan memperoleh hak-haknya.
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah Liliek Setiawan yakin jumlah kasus PHK di lapangan lebih besar dari angka yang dicatat Kementerian Ketenagakerjaan. Dia memperkirakan PHK terus berlanjut karena banyak perusahaan yang tidak mampu bertahan. Musababnya, industri manufaktur gagal menjadi tuan rumah di negara sendiri akibat serbuan barang impor. "Segala hal diupayakan melalui efisiensi sampai terakhir tutup usaha," ujarnya kepada Tempo, Selasa, 3 September 2024.
Berdasarkan data API Jawa Tengah, per awal Agustus 2024, sekitar 15 ribu buruh terkena PHK lantaran 10 pabrik tutup. Jumlah buruh yang dipecat diperkirakan lebih besar karena ada banyak perusahaan yang tutup tapi tidak memberi tahu Asosiasi. Pabrik tekstil yang tutup tersebar di berbagai wilayah di Jawa Tengah, termasuk Ungaran, Karanganyar, dan Boyolali.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai fenomena PHK yang terjadi saat ini merupakan imbas merosotnya industri manufaktur. "Banyak perusahaan yang melakukan efisiensi karena dalam waktu dekat mereka tidak melihat ada faktor pengungkit," ucap Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam.
Baca juga:
Bob menyatakan PHK terjadi secara masif, terutama di perusahaan alas kaki dan tekstil yang berorientasi ekspor ke Eropa. Menurut dia, penyebabnya adalah belum disepakatinya perjanjian dagang dengan Uni Eropa, yaitu European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement. Hal ini membuat daya saing produk Indonesia di Eropa melemah. Di samping itu, belum ada pasar baru yang menjadi tujuan ekspor produk Indonesia.
Bob berpandangan, faktor lain yang menyebabkan ambruknya sektor industri manufaktur adalah melemahnya daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang melemah membuat produk industri manufaktur kurang terserap. Dalam beberapa tahun terakhir, daya beli masyarakat terus menurun. Konsumsi rumah tangga sepanjang 2023 hanya tumbuh 4,82 persen atau lebih rendah dibanding pada 2022 yang sebesar 4,94 persen. Padahal, sebelum masa pandemi Covid-19, pertumbuhan konsumsi masyarakat di atas 5 persen.
Selain terkena dampak pelemahan daya beli masyarakat, industri manufaktur tertekan oleh banjir barang impor. Akibatnya, produk dalam negeri kalah saing. Dari sisi modal, Bob menilai investor masih ragu atau wait and see di tengah ketidakpastian politik pada masa transisi pemerintahan saat ini.
Menurut dia, faktor-faktor tersebut membuat industri manufaktur di Tanah Air mengalami kontraksi. Pelemahan industri manufaktur tecermin dalam penurunan Purchasing Manager's Index (PMI) ke level 48,9 pada Agustus 2024 dari posisi 49,3 pada bulan sebelumnya.
Pekerja industri alas kaki menyelesaikan pembuatan sepatu kulit di Bandung, Jawa Barat, 2021. ANTARA/Novrian Arbi/wsj.
Laporan S&P Global pada Senin, 2 September 2024, menyebutkan PMI manufaktur Indonesia menunjukkan penurunan paling tajam dalam tiga tahun terakhir. Faktor utamanya adalah anjloknya permintaan baru dan merosotnya produksi sejak Agustus 2021.
Economics Director S&P Global Market Intelligence Paul Smith membenarkan bahwa pelemahan produksi dan permintaan baru merupakan biang kerok PHK di sektor manufaktur Indonesia. "Tidak mengejutkan bahwa perusahaan menanggapinya dengan mengurangi karyawan, meski banyak yang percaya bahwa ini berlangsung sementara," ujar Smith dalam keterangan resmi, Senin, 2 September 2024.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengimbuhkan, sebagian besar penurunan kinerja industri manufaktur disebabkan oleh salah kelola kebijakan. Sebagai perbandingan, PMI manufaktur Vietnam pada Juli 2024 masih di level 54,7, sementara Thailand di level 52 pada Agustus 2024. "Ini bukan soal kondisi eksternal, melainkan ketidakmampuan pemerintah mengintervensi kebijakan," ucapnya.
Menurut Bhima, intervensi kebijakan diperlukan, terutama menahan laju impor yang melonjak tinggi setelah masa pandemi. Selain itu, dia menilai pemerintah terlalu banyak memberikan insentif pada industri penghiliran atau hilirisasi mineral, padahal serapan kerjanya kecil dibanding manufaktur.
Sektor industri pengolahan menyerap 13,2 persen total tenaga kerja. Tapi, per Februari 2024, serapan tenaga kerja sektor industri hanya naik 50 ribu orang dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sedangkan serapan tenaga kerja sektor perdagangan naik 850 ribu orang dan akomodasi naik 860 ribu orang.
Bhima menuturkan kondisi ini menunjukkan makin timpangnya produksi barang dengan jasa penopangnya. "Ada indikasi bahwa pekerja yang di-PHK dari sektor industri pengolahan bekerja di jasa informal dengan upah lebih rendah," ucapnya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan anjloknya capaian PMI manufaktur Indonesia disebabkan oleh banjir barang impor murah yang hingga saat ini belum berhasil dibendung. Menurut politikus Partai Golkar itu, sengkarut banjir barang asing terjadi karena belum ada kebijakan dari kementerian yang mampu meningkatkan kinerja industri manufaktur. "Sekali lagi, kami tidak kaget terhadap kontraksi lebih dalam pada industri manufaktur Indonesia," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 3 September 2024.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Septhia Ryanthie di Solo dan Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini