Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Jiwasraya membeli saham perusahaan Benny Tjokro meski laporan keuangan perusahaan tersebut jeblok.
Jiwasraya juga menggelontorkan duit Rp 6 triliun untuk berinvestasi di perusahaan budi daya ikan arwana milik Heru Hidayat.
Kejaksaan Agung membeberkan praktek goreng saham Benny Tjokro dan Heru Hidayat.
MENGENAKAN rompi tahanan Kejaksaan Agung bercorak merah muda, Benny Tjokrosaputro tiba di lantai tujuh Gedung Arsip Badan Pemeriksa Keuangan, Jakarta, Selasa pagi, 25 Februari lalu. Selama dua jam, tersangka kasus korupsi dan pencucian uang dalam investasi PT Asuransi Jiwasraya itu menjalani pemeriksaan. Pada hari itu, Direktur Utama PT Hanson International Tbk tersebut juga diperhadapkan dengan lima orang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sela-sela pemeriksaan audit investigasi oleh BPK, Benny menyempatkan diri menulis surat yang isinya mempertanyakan persoalan Jiwasraya yang seolah-olah hanya dibebankan kepada dia dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat. “Apakah masuk akal komentar direksi Jiwasraya bahwa 97 emiten semua terafiliasi BT (Benny Tjokrosaputro) dan HH (Heru Hidayat) doang?” kata Benny. Menurut dia, saham Hanson yang dibeli Jiwasraya hanya 2 persen dari total saham emiten yang diborong perusahaan pelat merah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat Benny merujuk pada pernyataan Direktur Utama PT Jiwasraya saat ini, Hexana Tri Sasongko, dan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengenai angka kerugian negara akibat penempatan investasi Jiwasraya. Menurut Febrie, nilainya mencapai Rp 17 triliun sejak 2008 hingga 2018. “Tapi angka riil di BPK akan berkembang terus,” ujarnya.
Audit investigasi Jiwasraya tersebut digelar atas permintaan Kejaksaan Agung. Gedung Bundar —sebutan untuk kantor Jampidsus—mengusut kasus ini sejak akhir Desember 2019 atas laporan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno dua bulan sebelumnya. Berdasarkan analisis tim Kementerian BUMN, portofolio investasi saham Jiwasraya mempunyai risiko yang cukup tinggi, mengalami penurunan nilai yang drastis, dan tidak likuid.
Setelah satu bulan penyelidikan, Kejaksaan Agung menetapkan enam tersangka sekaligus menahan mereka pada 14 Januari lalu. Tersangka selain Benny adalah Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat; mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Harry Prasetyo; eks Direktur Utama Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim; bekas Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan; dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. Maxima Integra merupakan perusahaan milik Heru.
Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayatusai menjalani pemeriksaan di gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, 14 Januari lalu./ ANTARA/Dhemas Reviyanto
Kejaksaan yakin para tersangka bersekongkol untuk mengeruk duit Jiwasraya. Hasil pemeriksaan terhadap 114 saksi dan penggeledahan di 16 lokasi, ucap Febrie, menunjukkan adanya praktik “goreng” saham alias mengerek nilai saham suatu emiten lebih tinggi. Febrie mencontohkan pembelian saham Hanson dengan kode emiten MYRX seharga Rp 400-an miliar dalam 15 kali transaksi selama Juli-Desember 2015.
Awalnya, Benny melakukan repurchase agreement atau repo saham MYRX kepada Heru Hidayat pada 2015. Gadai saham ini dibuat dengan skema 1 : 5. Artinya, jika Benny meminjam dana Rp 150 miliar, jaminannya senilai Rp 750 miliar. Saham yang dijaminkan Benny itu kemudian ditransaksikan Heru ke Jiwasraya, tentu setahu Benny. Heru juga menjual saham yang digadaikan Benny ke perusahaan lain.
Semua transaksi saham ini diurus Joko Hartono Tirto, tangan kanan Heru, melalui PT Trimegah Sekuritas. Dalam penjualan saham MYRX ini, Benny menggunakan nama Hendra Brata dan P.O. Saleh sebagai nomine—nama yang tertera dalam dokumen. Setelah penjualan saham ke Jiwasraya dan perusahaan lain sukses, Benny mengantongi Rp 150 miliar dan Rp 600 miliar sisanya diserahkan kepada Heru sesuai dengan skema awal 1 : 5.
Dalam transaksi itu, Kejaksaan Agung menduga Jiwasraya, Heru, dan Benny bermain mata. Sebab, pembelian saham dilakukan meskipun laporan keuangan Hanson buruk. Dalam dokumen yang diperoleh Tempo disebutkan bahwa Heru dan Benny mendekati Geng Juanda—sebutan untuk direksi Jiwasraya—sejak 2013. Saat itu, ada pertemuan antara Benny, Heru, dan Harry Prasetyo di kantor Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta Pusat. Dalam anjangsana itu, Benny diperkenalkan kepada Harry oleh AD, bos Trimegah Sekuritas. “Kalau-kalau ada dagangan yang nanti ditawarkan,” tutur AD seperti tertulis dalam dokumen.
Dalam berdagang saham, Benny dibantu puluhan broker. Salah satunya Trimegah. Dia juga mempunyai 23 nomine, orang-orang yang namanya ia pinjam untuk bertransaksi. Benny pun memiliki sekitar 100 perusahaan. Untuk mengendalikan semuanya, ia mempunyai tim “saham” yang beranggotakan lima orang. Saat akan bertransaksi, Benny memberikan seluruh instruksi.
Hal serupa dilakukan Heru di perusahaannya. Seorang narasumber yang mengetahui praktik goreng saham Heru dan Benny mengatakan keduanya bisa “membuang” Rp 100 miliar melalui nomine untuk mengatrol harga saham. Untuk membujuk direksi Jiwasraya agar menempatkan sahamnya di perusahaan mereka, Benny dan Heru memberikan upah transaksi. Kejaksaan menemukan adanya upah transaksi kepada para pejabat Jiwasraya senilai Rp 57 miliar.
Sebelum menjual saham yang digadaikan Benny, Heru melego sero perusahaannya ke Jiwasraya. Heru, yang awalnya mendirikan perusahaan produsen plastik PT Plastpack Enthylindo Prima dan PT Inti Indah Karya Plasindo, mengubah haluan bisnisnya dengan terjun ke budi daya ikan arwana. Pada 2014, dia menjual 165 juta saham PT Inti Indah ke Jiwasraya senilai Rp 551,1 miliar. Kemudian Jiwasraya berinvestasi lagi di PT Inti Indah melalui reksa dana saham sebesar Rp 6 triliun. Harga saham PT Inti Indah kini tinggal Rp 50 per lembar.
Jiwasraya kembali menggelontorkan Rp 680 miliar untuk PT Hanson. Transaksi itu berupa pembelian medium-term note alias surat utang jangka menengah selama 2015-Desember 2018. Pembelian surat utang perusahaan properti yang menggarap Perumahan Citra Maja Raya ini dilakukan melalui broker.
Benny, melalui manajer investasinya, juga menjual saham perusahaannya yang lain, PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO), kepada Jiwasraya pada Mei 2019. Transaksi ini dilangsungkan melalui reksa dana saham sebanyak 2,6 miliar lembar dengan harga Rp 139 per lembar atau total senilai Rp 361 miliar. Kejaksaan telah menyita aset Benny di RIMO berupa 93 kamar apartemen mewah South Hills di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan. Harga per unit apartemen ini Rp 3-5 miliar.
Penyitaan aset Benny di RIMO ini menyeret Bank Mayapada. Penyidik sempat memanggil pegawai Bank Mayapada untuk diperiksa pada 12 Februari lalu. Menurut tiga orang yang mengetahui pemeriksaan ini, bangunan lama di kompleks apartemen South Hill awalnya milik Bank Mayapada. Pemilik Mayapada, Dato Sri Tahir, kemudian meminta Benny mengelola bangunan dan tanah tersebut dengan memberikan pinjaman lunak. Benny, yang juga dikenal sebagai pemain properti ulung, lalu membeli tanah tambahan dan membangun apartemen lewat bendera salah satu perusahaannya, PT Rimo. Selain meminjami Benny, Tahir diduga memberikan pinjaman kepada Heru.
Saat dimintai konfirmasi mengenai utang-piutang tersebut, Tahir tak membantah. Tapi ia tak bisa memastikan pinjaman itu terkait dengan bangunan dan tanah yang kini menjadi apartemen South Hill. “Saya tidak tahu sampai detailnya,” ujar Tahir.
Kuasa hukum Benny, Aditya Santoso, mengatakan repo saham kliennya sudah lunas pada 2016. “Surat utang jangka menengah juga sudah selesai pada 2016. Kami ada bukti-buktinya,” ucap Aditya. Menurut dia, investasi Jiwasraya di perusahaan Benny tinggal Rp 300-an miliar.
Adapun kuasa hukum Heru Hidayat, Soesilo Ariwibowo, memprotes Kejaksaan Agung karena pasal korupsi dan pencucian uang digunakan dalam pengusutan kasus ini. “Kalau katanya ada penggorengan saham dan lainnya, seharusnya diusut dengan Undang-Undang Pasar Modal,” katanya.
LINDA TRIANITA, MUSTAFA SILALAHI, ANDITA RAHMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo