Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Habis Kupon Terbitlah Kontan

Subsidi minyak gaya baru tinggal sepekan lagi. Tapi sampai kini belum ketemu sistem pembagian yang antibocor.

26 Maret 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BOLEH jadi, inilah salah satu ekses pemerintahan yang santai dan banyak canda. Tinggal sepekan sebelum subsidi minyak gaya baru digelar, eh, sistemnya belum juga ketemu.

Semula, subsidi yang maunya diberikan langsung ke target sasaran itu akan digelar dengan sistem kupon. Para pemilik kendaraan umum dan masyarakat miskin akan diberi kupon untuk membeli bahan bakar yang murah, yang sudah disubsidi. Maksudnya agar harga bahan bakar (yang akan naik rata-rata 12 persen itu) tak terlalu mencekik masyarakat miskin dan ongkos kendaraan umum tidak perlu naik.

Namun, belakangan disadari sistem ini rawan kebocoran. Dengan mudah, sistem kupon ini akan dijebol, baik melalui rekayasa jumlah penerima maupun pemalsuan kupon. Belum lagi jika dihitung, ongkos pencetakan kupon ini begitu mahal, sampai Rp 400 miliar. Karena itu, Kamis lalu, pemerintah memutuskan untuk membatalkan sistem kupon. "Lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya," kata seorang pejabat.

Lalu, apa penggantinya? Sorry, belum ada. Ini yang aneh. Soalnya, tenggat pelaksanaan subsidi gaya baru ini tinggal sepekan lagi. Tepat 1 April nanti, bersamaan dengan kenaikan tarif BBM, pemerintah harus siap menyalurkan subsidi minyak yang akan dialokasikan langsung kepada mereka yang berhak. Salah satu kelompok yang akan menerima subsidi khusus adalah 17 juta keluarga miskin dan 500 ribu angkutan umum yang tahun ini akan menikmati subsidi BBM senilai Rp 1,4 triliun.

Sampai sejauh ini, yang ada baru skenario. Tim dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), lembaga penyalur dana jaring pengaman sosial yang banyak bocor itu, tengah merancang pelbagai alternatif yang katanya antibocor. Misalnya, menyalurkan subsidi khusus untuk mereka yang memiliki pening atau label miskin. Dengan sejumlah kriteria, seseorang bisa minta surat keterangan miskin sebagai syarat membeli BBM harga khusus.

Selain dengan label miskin, subsidi minyak ini bisa juga diberikan melalui sistem silang. Caranya, kata Max Pohan, Sekretaris Tim Pengelola JPS, Bappenas, para pemilik kendaraan yang sedang mengurus surat tanda nomor kendaraan (STNK) akan ditarik pajak ekstra. Hanya, pilihan via pajak khusus STNK ini memerlukan jalur birokrasi yang panjang. "Njelimet dan gampang bocor," katanya.

Pilihan yang paling mungkin, kata Max, adalah transfer uang ke bank-bank di daerah. Para pamong di daerahlah yang akan membagi jatah uang subsidi kepada keluarga miskin. Kupon bergambar Sudirman—senilai Rp 840—akan diberikan kepada satu keluarga untuk membantu pembelian 12 liter minyak tanah selama satu bulan. Untuk angkutan umum, Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) dan Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor Jalan Raya (Organda) akan mendata para sopir yang berhak menerima sokongan.

Sejauh ini, pemerintah tampaknya jatuh hati pada sistem transfer uang kontan. Menteri Koordinator Ekonomi Keuangan dan Industri, Kwik Kian Gie, yakin bahwa model ini bisa lebih terkendali. "Langsung ke sasaran," kata Kwik. Melalui saringan para pamong, yang diawasi LSM, peluang subsidi untuk jatuh ke tangan yang tak berhak bisa diperkecil.

Tentu, keyakinan Kwik patut dipertanyakan selama mutu birokrasi masih amburadul. Seperti hasil riset Badan Konsultasi Resiko Ekonomi dan Politik (PERC) yang diumumkan pekan lalu, Indonesia adalah negara paling korup se-Asia. Bahkan, Cina dan India, yang biasanya juara korup, kini harus memberi tempat kepada Indonesia. Lalu, bagaimana bisa yakin subsidi kontan bakal tepat sasaran?

Mohamad Ikhsan, ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM), mengakui semua model subsidi pasti tak luput dari kebocoran. "Kelewat muluk untuk berharap pada sistem yang bersih," katanya. Ia menyarankan agar para petinggi turun langsung bertemu publik untuk merancang sistem yang paling sedikit peluang kebocorannya.

Ikhsan melihat para pejabat sekarang kurang peka terhadap rakyat yang sudah bongkok terbebani krisis. Tiap hari, rakyat kebanyakan dicekoki iklan layanan masyarakat yang mengimbau kerelaan mereka berkorban untuk subsidi silang. Padahal, mulai 1 April nanti juga, gaji para pejabat tinggi itu akan naik sampai 80 persen.

La, bagaimana mau dapat dukungan?

Mardiyah Chamim dan Agus Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus