Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Medan - Sejak September, harga beras di Sumatera Utara terus naik. Pemprov Sumut bersama Bank Indonesia, Satgas Pangan dan Bulog mencari penyebabnya. Setelah mengecek langsung ke pasar, kini mereka mendatangi dua kilang padi di Kabupaten Deli Serdang. Hasilnya, kilang padi mengaku kesulitan mendapat gabah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Maret lalu, beberapa daerah di Sumut dilanda banjir seperti Sei Rampah dan Tanjung Morawa. Banjir membuat petani gagal panen, sedangkan daerah lain belum memasuki masa panen sehingga terjadi kelangkaan gabah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Permasalahannya beruntun, cuaca ekstrem, banjir yang menyebabkan gangguan produksi dan kerusakan infrastruktur,” kata Kepala Biro Perekonomian Pemprov Sumut Poppy M Hutagalung usai meninjau kilang padi di Desa Pundenrejo, Tanjung Morawa, Kamis, 5 Oktober 2023.
Kondisinya sempat membaik setelah pemerintah mengintervensi harga dan masuknya masa panen. Dia berharap harga stabil sampai hari-hari besar nasional nanti. “Dua kilang yang kami datangi, harga gabah sudah turun Rp 5.800 per kilogram, Juli sampai September lalu masih Rp 7.000, makanya harga beras naik. Kami harap tetap stabil karena sebentar lagi akan ada hari besar,” kata Poppy.
Hadi, pengusaha kilang padi di Pundenrejo mengatakan, akibat banjir dan gagal panen membuat kilang-kilang padi berebut gabah karena harus memenuhi permintaan pelanggan. Hal itu membuat harga gabah melonjak karena beberapa kilang berani menaikkan harga.
“Rebutan, petani jual gabahnya ke kilang yang berani pasang harga paling tinggi, kalau kita tidak beli pelanggan marah, pindah ke kilang lain. Mau tidak mau kami harus ikut menaikkan harga,” katanya.
Meski hal ini menguntungkan petani, Hadi berharap tidak terulang lagi karena memberatkan konsumen. “Kami berharap harga gabah stabil kayak dulu karena waktu langka, kami juga banyak rugi, ongkos produksinya gak nutup,” ujar Hadi.
Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Energi dan Sumber Daya Mineral (DPP ESDM) Yosi Sukmono mengatakan, untuk mengantisipasi harga tidak naik lagi perlu komunikasi antara pemerintah, lembaga, petani dan pelaku usaha. Antisipasi harus dilakukan sesegera mungkin sebelum berdampak besar ke masyarakat.
“Pemprov Sumut akan terus melanjutkan langkah-langkah strategis, kita harus solid lintas sektor. Ketika ada sesuatu yang kurang beres, kita bincangkan dan lakukan langkah bersama,” kata Yosi.
Selanjutnya: Antisipasi Lonjakan Harga Beras dengan Intervensi...
Antisipasi Lonjakan Harga Beras dengan intervensi
Pemprov Sumut mengantisipasi kenaikan harga beras dengan intervensi di produksi, distribusi dan konsumsi. Harga beras di pasaran pada September 2023 menurut data DPP ESDM Sumut Rp 12.757, naik 1,82 persen dari Agustus Rp 12.529. Beras premium rata-rata Rp 14.533, meningkat 4,27 persen dibanding Agustus sebesar Rp 13.983.
“Trennya terus meningkat, untuk mengantisipasi lonjakan harga kita perlu melakukan intervensi dari produksi, distribusi dan konsumsi,” kata Asisten Perekonomian dan Pembangunan Agus Tripriyono saat Rakor Pengendalian Inflasi Daerah di kantor gubernur beberapa waktu lalu.
Pada bagian produksi, Pemprov Sumut akan meningkatkan lahan pertanian, ketersediaan pupuk, bibit dan kebutuhan lainnya. Langkah ini, menurut Agus, membutuhkan kerja sama dengan pemerintah kabupaten dan kota.
Untuk distribusi, salah satu langkah yang diambil adalah memberikan subsidi bahan bakar kepada operator angkut beras dan mempersingkat rantai distribusinya. Sedangkan pada bagian konsumsi, Pemprov Sumut bersama Bank Indonesia, Bulog serta stakeholder terkait akan melakukan operasi pasar efektif.
“Untuk perluasan lahan, target kita 45.000 hektar, juga untuk mengantisipasi dampak El Nino. Sekarang yang sudah terverifikasi 36.000 hektar, begitu juga kebutuhan lain. Mempersingkat distribusi dan operasi pasar dengan langsung ke titik yang ditentukan, misalnya ke kompleks perumahan, pemukiman dan lainnya agar lebih efektif. Bulog juga menjalankan program bantuan pangan 10 kilogram per keluarga per bulan,” kata Agus.
Agus memastikan stok beras di Sumut surplus. Berdasarkan data BPS 2022, konsumsi beras Sumut 155.517 ton per bulan, produksinya sekitar 206.552 ton per bulan, tersedia sampai akhir 2023. Bahkan, laporan Dinas Ketahanan Pangan Sumut pada Agustus, stok beras surplus 321.546 ton.
“Kalau stok kita aman, belum lagi stoknya Bulog ada 45.377 ton dan mereka sudah mengajukan penambahan. Ada dugaan ini sentimen karena El Nino, perang Rusia-Ukraina, India yang menghentikan ekspor beras, dimanfaatkan spekulan,” ucap Agus.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumut IGP Wira Kusuma mengatakan, beras memberikan andil besar untuk inflasi di lima kota Indeks Harga Konsumen (IHK) Sumut yaitu Medan, Padangsidimpuan, Sibolga, Gunungsitoli dan Pematangsiantar.
“Di semua kota IHK, beras paling besar andilnya untuk inflasi, perlu jadi perhatian kita semua. Berbeda dengan historisnya yang relatif flat, pengaruh dari sentimen juga berperan di sini, misalnya El Nino yang memberikan risiko secara nasional, negara eksportir beras juga membatasi ekspornya, itu menyebabkan harga meningkat dan membentuk sentimen. Kita harus antisipasi hal tersebut,” kata Wira.
Pilihan Editor: Mentan Syahrul Yasin Limpo Tiba di Kementan untuk Berpamitan, Para Pegawai Sambut hingga Cium Tangan