Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum PT Susanti Megah, salah satu perusahaan importir garam industri, Sutrisno, menyatakan tidak ada sama sekali praktik kartel yang dilakukan oleh kliennya bersama enam importir lain. Menurut dia, pemerintah yang memberikan kuota impor kepada para importir untuk memenuhi kebutuhan industri aneka pangan dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Ini adalah pabrik kartel yang difasilitasi pemerintah, jadi tidak bisa dituntut,” kata Sutrisno saat ditemui usai mengikuti sidang putusan di Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Jakarta Pusat, Senin malam, 29 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam sidang putusan ini, KPPU akhirnya memutuskan ketujuh importir garam yang menjadi pihak terlapor, tidak terbukti melakukan praktik kartel garam sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Adapun tujuh importir garam yang jadi terlapor dalam perkara itu , PT Garindro Sejahtera Abadi (terlapor 1); PT Susanti Megah (terlapor 2); PT Niaga Garam Cemerlang (terlapor 3); PT Unichem Candi Indonesia (terlapor 4); PT Cheetham Garam Indonesia (terlapor 5); PT Budiono Madura Bangun Persada (terlapor 6); dan PT Sumatraco Langgeng Makmur (terlapor 7).
Lebih lanjut, Sutrisno menjelaskan penentuan besaran kuota impor garam pada 2015 sebenarnya dilakukan bersama-sama dengan pemerintah. Penentuan kuota dilakukan dalam rapat koordinasi terbatas yang dilakukan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan dihadiri oleh semua industri garam.
“Saat persidangan, kami juga sampaikan secara tertulis bahwa masing-masing terlapor mengajukan permohonan impor garam, sendiri-sendiri,” kata dia. Saat permohonan izin, setiap importir pun telah memiliki pangsa pasar mereka masing-masing.
Hal ini dibuktikan dengan adanya kewajiban bagi importir untuk melampirkan Purchase Order (PO), semacam bukti pemesanan dari perusahaan yang membutuhkan garam. “Misalnya dari Ajinomoto, Indofood, dan lain-lain,” ujarnya.
Dengan demikian, kata Sutrisno, pemerintah tidak memberikan kuota impor garam semaunya saja. Akan tetapi, sesuai dengan kebutuhan dari industri aneka pangan. Itu sebabnya, Sutrisno memastikan tidak ada satupun garam impor yang rembes ke pasaran. Selama ini, rembesan garam ini memang ditengarai menjadi salah satu penyebab anjloknya harga garam konsumsi di pasaran.