Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Ferry Irawan, buka suara soal anjloknya Logistics Performance Index (LPI) atau Indeks Performa Logistik Indonesia 2023 yang menurun 17 peringkat ke posisi 63 dari posisi 46.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penurunan nilai ini dipengaruhi disrupsi rantai pasok yang terjadi selama pandemi dan pasca Covid-19 yang menyebabkan proses pengiriman di pelabuhan menjadi tidak efisien.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Faktor lainnya ialah tensi geopolitik global yang sempat tinggi membuat transaksi perdagangan internasional menjadi terhambat,” ujar dia saat dihubungi pada Jumat, 21 Juli 2023.
Menurut Ferry, jika melihat komponen penilaian LPI yang dilakukan Bank Dunia, 2 dari 6 komponen LPI Indonesia justru naik dibandingkan 2018. Yakni customs score dari 2,7 menjadi 2,8 dan infrastructure score dari 2,895 menjadi 2,9.
Sedangkan komponen lainnya yang memang menjadi pemberat dalam LPI Indonesia ada pada timelines dari 3,7 menjadi 3,3. Selain itu tracking & tracing (dari 3,3 menjadi 3,0), international shipments (dari 3,2 menjadi 3,0), dan logistics competence & quality (dari 3,1 menjadi 2,9).
“Jika kita melihat score Port Dwell Time yang juga dikeluarkan World Bank pada report ini, rata-rata dwelling time Indonesia berada di 3,2 hari,” tutur Ferry. “Angka ini meningkat cukup signifikan dan di kawasan ASEAN hanya berada di bawah Singapura yang memiliki score 3,0.”
Pengukuran Bank Dunia itu dilakukan di 139 negara. Data LPI 2023 menempatkan Singapore pada peringkat pertama dengan skor 4,3, diikuti Finlandia (4,2), Denmark (4,1), dan Jerman (4,1). Pada 2018, peringkat pertama adalah Jerman dengan skor 4,2, sementara Singapore pada peringkat 7 dengan skor 4,0.
Dari delapan negara ASEAN, hanya tiga negara yang naik
Di antara negara-negara ASEAN, peringkat LPI 2023 tertinggi setelah Singapore adalah Malaysia (peringkat 31), diikuti Thailand (37), Filipina (47), Vietnam (50), Indonesia (63), Kamboja (116), dan Laos (82). LPI 2023 ini tidak mencakup Brunei dan Myanmar yang pada 2018 berada di peringkat 80 dan 137.
CEO Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi menjelaskan dari delapan negara ASEAN, hanya tiga negara yang naik peringkat dibandingkan periode sebelumnya yaitu pada 2018. Singapore naik 6 peringkat menjadi peringkat pertama. “Kenaikan peringkat lebih tinggi dicapai Filipina (naik 13 peringkat) dan Malaysia (10 peringkat)," ujar Setijadi.
Sementara, dia melanjutkan, LPI Indonesia anjlok 17 peringkat dari peringkat 46 (2018) menjadi 63 (2023) dengan penurunan skor dari 3,15 menjadi 3. Analisis SCI, kata Setijadi, menunjukkan dari enam dimensi LPI Indonesia 2018 dan 2023, yang mengalami kenaikan adalah customs (dari 2,7 menjadi 2,8) dan infrastructure (dari 2,895 menjadi 2,9).
"Dari empat dimensi yang mengalami penurunan, penurunan terbesar pada dimensi timelines (dari 3,7 menjadi 3,3) dan tracking & tracing (dari 3,3 menjadi 3,0), diikuti international shipments (dari 3,2 menjadi 3,0), dan logistics competence & quality (dari 3,1 menjadi 2,9)," ucap Setijadi.
Menurut dia, peningkatan LPI perlu dilakukan karena memang dapat menggambarkan kinerja logistik perdagangan suatu negara dan perbandingannya antar negara. Di berbagai sisi lainnya, peningkatan efisiensi logistik juga harus dilakukan terutama dari aspek biaya.
Setijadi menuturkan peningkatan LPI Indonesia harus dilakukan dengan perencanaan lintas kementerian dqn lembaga terkait secara terintegrasi, serta melibatkan para pemangku kepentingan, terutama pelaku usaha terkait. "Perencanaan itu dengan menyusun program secara sistematis berdasarkan kondisi dan permasalahan pada semua sektor terkait," tutur dia.
Selain itu dia menyarankan revisi atas Perpres Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas), dan pembentukan UU logistik. Serta pembentukan lembaga permanen bidang logistik menjadi tiga hal penting yang harus segera dipertimbangkan.
"Implementasi National Logistics Ecosystem (NLE) yang menunjukkan perkembangan dan hasil yang baik perlu diperkuat, baik secara regulasi maupun kelembagaan, dengan dukungan semua kementerian dan lembaga terkait," kata Setijadi.
MOH KHORY ALFARIZI | CAESAR AKBAR