AGAK aneh terdengar, pada saat kini permintaan aluminium dunia sedang anjlok, sejumlah pengusaha swasta Jepang pemegang saham PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) malah ingin meningkatkan kapasitas terpasang peleburan barang logam itu. Mereka sedang mempelajari kemungkinan kapasitas Inalum di Asahan, Sum-Ut, yang kini 225.000 ton setahun, dinaikkan 60%. Ketika mengemukakan rencana itu, pekan lalu, Norishige Hasegawa, Presiden Direktur Sumitomo Chemical Co., tidak memperinci kebutuhan biaya dan saat pelaksanaannya. Sejak unit peleburan Inalum berfungsi mulai awal 1982, pabrik itu tidak pernah mencapai kapasitas penuh. Dari tiga jalur unit peleburannya, hanya dua saja yang bekerja dengan kapasitas masing-masing 75.000 ton setahun. Jalur ketiga, dengan kapasitas sama, direncanakan selesai tahun ini juga. Tapi jika rencana menaikkan kapasitas itu jadi dilakukan, suplai tenaga listriknya juga harus dinaikkan untuk menghasilkan listrik 603 megawatt. Peleburan aluminium memang paling rakus menyedot listrik. Karena ongkos menghasilkan listrik di Jepang mahal, maka, dengan anjuran pemerintah setempat, peleburan aluminium di sana telah menurunkan kapasitas terpasang peleburan dari 1,6 juta ton pada 1978 jadi 700.000 ton setahun. Jepang memang tidak mau tanggung-tanggung menghemat listrik. Setiap kenaikan pemakaian listrik untuk industri bakal dikenai pajak cukup tinggi. "Akibatnya, industri alumunium Jepang kehilangan daya saingnya," ujar Hasegawa. Bagi Inalum, listrik tak jadi soal: biaya menghasilkannya dan tenaga air cukup murah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini