Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Indonesia Widodo menegaskan, jumlah notaris di Indonesia masih belum berlebih. Widodo menunjuk sejumlah wilayah Indonesia timur yang masih sangat kekurangan tenaga notaris. “Bahkan di Kaimana, Papua, hanya ada satu notaris,” kata bekas Ketua Badan Kerja Sama Pengelola Program Studi Kenotariatan Perguruan Tinggi Negeri ini kepada Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Widodo juga menyatakan kualitas seorang notaris terutama bergantung pada perguruan tinggi tempat ia belajar. “Itu yang utama. Jika perguruan tinggi itu tidak bagus, tentu berdampak pada lulusannya,” ucap Widodo. Secara aturan, menurut dia, setiap saat perguruan tinggi yang memiliki program studi kenotariatan bisa dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. “Kalau menyangkut akreditasi, itu akan dilakukan lima tahun sekali,” ujarnya. Kini di Indonesia terdapat 37 perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, yang membuka program studi kenotariatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Ikatan Notaris Indonesia dan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum mengeluhkan kualitas notaris yang akhir-akhir ini dinilai rendah. Bahkan mantan pejabat sementara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum meminta Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi melakukan moratorium pembukaan program studi kenotariatan. “Hampir setiap hari ada pengaduan tentang notaris,” tutur Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (INI) Tri Firdaus Akbarsyah .
Sejauh ini, belum ada tanggapan dari Kementerian Pendidikan Tinggi perihal keluhan dan permintaan moratorium pendidikan kenotariatan. Menurut Widodo, agar didapat notaris yang berkualitas dan benar-benar bisa membantu masyarakat, mulai April tahun ini, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan melakukan uji kompetensi bagi calon notaris.
LESTANTYA R. BASKORO