Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah RI memutuskan untuk mengakhiri Letter of Intent atau LoI antara Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Norwegia tentang Kerja Sama Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Greenhouse Gas Emissions from Deforestation and, Forest Degradation/REDD+) terhitung sejak 10 September 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal tersebut disampaikan melalui Nota Diplomatik, sesuai ketentuan Pasal XIII LoI REDD+, kepada Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan Pemerintah Indonesia itu diambil melalui proses konsultasi intensif dan mempertimbangkan tidak adanya kemajuan konkret dalam implementasi kewajiban pemerintah Norwegia.
Kewajiban pemerintah Norwegia yang dimaksud adalah untuk merealisasikan pembayaran Result Based Payment (RBP) atas realisasi pengurangan emisi Indonesia sebesar 11,2 juta ton CO2eq pada tahun 2016/2017 yang telah diverifikasi oleh lembaga internasional.
Meski begitu, pemerintah Indonesia yakin pemutusan kerja sama kedua negara tidak berdampak terhadap komitmen untuk memenuhi target pengurangan emisi. "Pemutusan kerjasama REDD+, tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap komitmen Indonesia bagi pemenuhan target pengurangan emisi," tulis Kemlu dikutip dari keterangan resmi, Jumat, 10 September 2021.
Indonesia sebelumnya telah mencatatkan kemajuan yang signifikan dalam memenuhi kewajiban Perjanjian Paris (Paris Agreement) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia, termasuk merealisasikan sasaran pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Capaian Indonesia antara lain dapat dilihat dari laju deforestrasi terendah selama 20 tahun yang dicapai dalam tahun 2020, serta penurunan signifikan luasan kebakaran hutan di Tanah Air.
Duta Besar Indonesia untuk Norwegia Todung Mulya Lubis sebelumya menyebutkan Indonesia sudah menggelar sejumlah program dan kegiatan untuk mengimplementasikan kerja sama REDD+ tersebut. "Kewajibannya adalah mengurangi emisi akibat deforestrasi, kemudian memperbaiki tanah yang rusak," katanya saat dihubungi Majalah Tempo akhir Juli lalu.
Indonesia juga sudah melakukan kewajibannya dan diverifikasi oleh pemerintah Norwegia. Hasil verifikasi menunjukkan Indonesia berhasil mengurangi emisi gas ruang kaca pada 2016-2017 setara dengan 11,2 juta karbon dioksida (CO2).
"Atas dasar itu, kita berhak mendapat pembayaran US$ 56 juta," ujar Todung. Tapi hingga akhir tahun 2020 lalu, pembayaran itu tak kunjung dilakukan.
Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, Vegard Kaale, sempat menjelaskan bahwa pandemi sebagai salah satu kendala penyelesaian masalah ini. Tapi ia menegaskan pemerintah Norwegia sangat berkomitmen mentransfer kontribusi pengurangan emisi selama dua tahun itu.
BISNIS | MAJALAH TEMPO