Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bantul - Industri kerajinan wayang kulit di Dusun Gendeng, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terancam punah. Industri kerajinan ini terkendala regenerasi untuk mempertahankan industri kreatif yang sekaligus aset budaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Di sini (Dusun Gendeng) regenerasinya hampir tidak ada, kami berharap kepada pemerintah memberi perhatian serta bimbingan karena keterbatasan dan kapasitas kami yang kurang, jangan sampai perajin wayang Gendeng punah," kata salah seorang perajin wayang kulit Dusun Gendeng Suprihno saat ditemui di rumah produksi wayangnya di Bantul, Minggu 13 Oktober 2019.
Menurut Suprihno, perajin tatah sungging atau wayang kulit di Dusun Gendeng mulai berkurang karena banyak yang beralih profesi dan tidak ada penerus yang melanjutkan.
Pria berumur 60 tahun ini selalu meyakinkan anak-anaknya sebagai generasi penerus untuk turut melestarikan kerajinan wayang kulit itu. "Kepada anak muda, saya harap bisa 'nguri-uri' (melestarikan) seni adiluhung wayang kulit," kata dia.
Untuk mendorong regenerasi itu, menurut dia, pemerintah juga perlu membantu mendukung peningkatan kesejahteraan perajin dan penerus kerajinannya. Hal itu, kata dia, karena usaha pelestarian wayang tak terlepas dari memikirkan kelangsungan hidup keluarga perajin wayang.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Perajin Wayang Kulit Desa Gendeng Sukino mengakui regenerasi perajin tatah sungging wayang kulit itu menjadi permasalahan tersendiri. Alasannya, kurangnya minat anak muda kepada wayang, juga perajin yang mulai beralih profesi.
Sukino mengakui rumah produksi wayang kulitnya yang berdiri sejak 1984, saat ini cenderung mengalami penurunan pesanan setiap bulan.
"Kalau sepi paling ya lima wayang biasanya bisa sampai dua puluh (per bulan). Satu buah wayang besar berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp3 juta," kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini