Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman menargetkan pertumbuhan industri makanan dan minuman pada akhir 2020 bisa mencapai 5 persen. Namun, kata dia, pelaku industri mewaspadai potensi kelangkaan beberapa jenis bahan baku, antara lain gula, garam, dan susu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada semester II, kata Adhi, pemerintah juga mesti mewaspadai kekurangan stok komoditas tersebut, termasuk untuk tidak terlambat menerbitkan izin impor. "Sehingga apabila ada kendala, kami bisa segera mengantisipasinya dengan mencari alternatif pasokan dari negara lain, " kata dia, kemarin.
Salah satu ancaman yang muncul sejak awal tahun ini adalah kekurangan stok gula dan daging sapi. Pada April lalu, pemerintah bahkan mengalihkan alokasi gula industri untuk diolah kembali dan disalurkan ke pasar retail karena harga komoditas ini sudah jauh di atas harga eceran tertinggi, yang dipatok Rp 12.500 per kilogram. Izin impor baru terbit pada April, sehingga pasokannya belum sepenuhnya mengucur pada konsumen rumah tangga dan industri.
Meski begitu, Adhi optimistis pasar industri makanan bakal melonjak, terlebih pemerintah sudah melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dia juga menyebutkan bantuan sosial tunai akan mendorong daya beli masyarakat
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan daya beli masyarakat masih relatif rendah dan sulit untuk mendongkrak konsumsi pada akhir tahun. Shinta mencontohkan permintaan makanan-minuman pada Ramadan dan Idul Fitri lalu yang relatif stagnan. Menurut dia, pemulihan konsumsi masyarakat sangat bergantung pada seberapa cepat pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan. “Jika penciptaan lapangan kerja lambat di semester kedua, sulit untuk mendorong pertumbuhan industri makanan lebih dari 5 persen,” ujarnya.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim, mengatakan biasanya, pada Ramadan-Idul Fitri, permintaan makanan-minuman naik hingga 30 persen dibanding bulan-bulan lainnya. Namun tahun ini nyaris tidak ada pertumbuhan. Menurut dia, hanya beberapa produk yang mengalami kenaikan permintaan, seperti ikan kalengan dan mi instan, karena masuk dalam paket bantuan sosial.
Menurut Rochim, agenda pariwisata menjadi salah satu cara yang bisa diupayakan untuk mendorong permintaan makanan dan minuman. Pariwisata, kata dia, merupakan salah satu saluran pemasaran produk di luar gerai belanja, seperti supermarket. Rochim mengatakan akan berkoordinasi dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk merencanakan agenda promosi pada akhir tahun.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita juga telah mengajukan anggaran tambahan sebesar Rp 3,4 triliun untuk mendongkrak industri yang terkena dampak Covid-19. Kementerian Perindustrian menganggarkan dana Rp 1,5 triliun untuk menjaga utilisasi industri. Pemerintah, kata Agus, juga mendorong program pertumbuhan substitusi impor yang membutuhkan anggaran Rp 500 miliar. "Pertumbuhan produk substitusi impor kami targetkan mencapai 35 persen," ujar Agus.
LARISSA HUDA
Industri Makanan Waspadai Kelangkaan Bahan Baku
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo