Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Nilai ekspor tekstil dan produk tekstil hanya sebesar US$ 1,91 miliar pada dua bulan pertama 2023.
Pengiriman pakaian jadi ke Amerika Serikat menurun drastis.
PHK di industri tekstil dan alas kaki masih terjadi.
JAKARTA – Para pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta produk alas kaki masih terus dirundung pelemahan permintaan pada paruh pertama 2023. Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, mengatakan kinerja perdagangan di industrinya belum memuaskan pada awal tahun. “Permintaan stagnan, bahkan berpotensi melemah,” katanya kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bila merujuk pada data API, nilai ekspor seluruh produk TPT Indonesia, dengan kode HS 50-63, menurun secara tahunan dari US$ 2,5 miliar pada Januari-Februari 2022 menjadi US$ 1,91 milar pada dua bulan pertama 2023. Tren pertumbuhan ekspor tekstil pun tercatat negatif. Pada 2020 ke 2021, ekspor TPT sempat tumbuh hingga 23,39 persen. Ekspor tekstil masih bertumbuh dari 2021 ke 2022, tapi trennya merosot akibat pandemi hingga hanya 6,27 persen. Pertumbuhannya terus merosot hingga negatif 23,34 dari 2022 ke 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski sudah diprioritaskan pemerintah dalam rencana induk pembangunan industri nasional (RIPIN), permintaan TPT memburuk karena resesi global di negara pengimpor, salah satunya Amerika Serikat. Kondisi itu menekan konsumsi barang non-pangan dan energi, termasuk baju dan sepatu. Pesanan dari distributor di negara-negara tersebut otomatis melemah.
Pada pertengahan April lalu, pakaian jadi dari tekstil dan sepatu olahraga menjadi dua dari tiga komoditas ekspor dari industri pengolahan yang kinerjanya tercatat menurun dalam laporan Badan Pusat Statistik. Adapun satu komoditas lainnya adalah sawit. Lembaga statistik nasional itu mencatat kinerja ekspor pakaian jadi turun hingga 23,04 persen secara tahunan.
Nilai ekspor komoditas ini anjlok dari US$ 2,20 miliar pada kuartal I 2022 menjadi US$ 1,74 miliar pada periode serupa tahun ini. Di antara negara tujuan ekspor, nilai pengiriman pakaian jadi dari tekstil ke Amerika Serikat menjadi yang paling anjlok. Nilainya turun 31,4 persen secara tahunan. Nilai ekspor produk yang sama ke Korea Selatan juga turun 4,92 persen, tapi nilai pengiriman ke Jepang masih naik 14,93 persen.
Adapun ekspor sepatu olahraga turun 27,24 persen dari US$ 1,55 miliar menjadi US$ 1,13 miliar pada perbandingan periode yang sama. Setali tiga uang, nilai ekspor kasut ke Amerika Serikat itu juga turun paling besar, mencapai 39,61 persen secara tahunan. Ekspor komoditas itu ke Cina dan Belgia juga masing-masing turun sebesar 38,28 persen dan 17,05 persen.
Petugas tengah menata salah satu contoh produk alas kaki ekspor di Tangerang Selatan, Banten, 13 September 2022. Tempo/Tony Hartawan
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Eddy Widjanarko, memperkirakan tingkat pemesanan alas kaki berpotensi anjlok 20 persen pada semester I 2023 bila dibanding pada paruh pertama tahun lalu. “Sentimen yang paling berpengaruh adalah kondisi overstock beberapa brand besar,” tuturnya, kemarin.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya membenarkan masih ada pemutusan hubungan kerja di kalangan pelaku industri alas kaki dan tekstil. Namun, menurut dia, jumlahnya tidak banyak. "PHK itu sedikit sekali, kok," ujarnya kepada Tempo di kompleks Kementerian Perindustrian pada 10 Mei lalu.
Agus mengklaim selalu memeriksa penyebab PHK di berbagai sektor industri. Menurut dia, sebagian pelaku sedang mengubah model bisnis pabrik sehingga terlihat seakan-akan tutup. Beberapa industri, dia mencontohkan, menyeberang dari sektor hilir berubah ke sektor hulu sehingga harus mengkonversi barang yang diproduksi.
Produsen sepatu yang belakangan mengurangi jumlah karyawannya adalah PT Panarub Industry. Bila merujuk pada catatan Federasi Serikat Buruh Garteks, produsen sepatu merek Adidas itu memberhentikan 1.500 pekerja dengan dalih resesi ekonomi sejak 2020. Serikat Pekerja Nasional (SPN) pun mengungkapkan setidaknya ada 360 anggota mereka yang terkena PHK pada periode 2022-2023.
Dari sejumlah publikasi, Direktur PT Panarub Industry, Budiarto Tjandra, menyebutkan kebijakan itu diambil untuk melindungi perusahaan dari krisis global yang menekan pesanan ekspor. Ada juga produsen pakaian merek Puma, PT Tuntex Garment Indonesia, yang mengurangi 1.163 pekerjanya. Kegiatan produksi PT Tuntex juga sudah berhenti total saat ini.
Kepala Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, menyebutkan para pengelola industri padat karya masih kesulitan bernegosiasi dengan pemerintah untuk mengurangi ongkos energi pabrik. Ketika terdesak, pengusaha selalu berefisiensi lewat pengurangan gaji pekerja ataupun PHK. “Mungkin karena biaya untuk tenaga kerja bisa dieliminasi paling cepat, akhirnya pekerja selalu menjadi sasaran.”
YOHANES PASKALIS | RIANI SANUSI PUTRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo