Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ini baru calo

Pusri menggunakan 8 trading company sebagai pihak ketiga untuk menembus pasar internasional. terutama untuk negara-negara yang keuangannya tidak menentu. target ekspor turun akibat persaingan ketat. (eb)

17 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PT Pusri ternyata pandai membagi beban: Menjual barang ekspor lewat pihak ketiga. Ini sudah dibuktikan ketika Pusri menggunakan delapan trading company untuk menembus pasar internasional. Hasil kerja para "calo" ini tidak sedikit. Terbukti dari ekspor pupuk Pusri di kuartal pertama 1986 mencapai 444 ribu ton, 150 ribu ton di antaranya dijual melalui pihak ketiga. "Ekspor melalui trading company ini penting, terutama ke negara yang keuangannya tidak menentu," kata Sidharta, Direktur Jenderal Industri Kimia Dasar. Vietnam, RRC, dan India, misalnya, menurut Sidharta tak begitu jelas benar ihwal kemampuan membayarnya. RRC, misalnya, sering meminta kredit di atas enam bulan, atau minta barter, "padahal kita tidak punya kemampuan kasih kredit," ujarnya. Nah, dengan trading tadi, maka Indonesia terlepas dari risiko tunggakan yang berlama-lama. Dikemukakan Sidik Prawiranegara, Direktur Komersial PT Pusri, "selama ini kami selalu menjual secara cash." Menurutnya, menjual ke negara semacam Vietnam atau RRC memiliki risiko tinggi, sehingga peranan trading company sebagai pihak ketiga yang menanggung risiko penjualan sangat diperlukan. Dengan modalnya, para trading co. ini bisa melayani apa yang diingini pembeli, mulai dari kredit sampai barter. Memang usaha para perantara tersebut bukan sembarangan. Mitsubishi dan Mitsui dari Jepang, misalnya, sudah lama terkenal sebagai calo yang bonafide. Tak hanya pupuk Indonesia yang mereka garap, tapi juga saingannya. Konon, Arab Saudi, Qatar, dan Kuwait pun kalau hendak menjual kenegara yang kurang uang selalu melalui mereka. Tapi bukan hanya Jepang yang punya trader mapan trader dari Swiss dan AS pun digunakan Pusri untuk menjual pupuknya. Bahkan dari Indonesia muncul juga pengusaha trading seperti Mindo Commodity (Bimantara Group), PT Prakarsa Indonesia Lima, dan PT Pantja Niaga. "Mereka ambil untung dari ongkos angkut kapal," kata Dirjen Sidharta. "Apalagi para trader luar negeri yang sudah memiliki jaringan perkapalan yang luas, mereka bisa mendapatkan kapal dengan angkutan barang jauh di bawah tarif normal." Misalnya ke RRC yang pengangkutan normalnya US$ 18 per ton, melalui pedagang itu bisa jatuh sampai US$ 12. Untuk penjualan semacam ini pun Pusri tidak melepas penuh, "sebab kami tahu jumlah kontraknya, jadi tidak mungkin dibohongi," ujar Sidharta. Hal ini diakui juga oleh S. Nakayama, kepala perwakilan Mitsui Indonesia. "Setiap ikut tender kami selalu memakai nama Pusri," kata Nakayama. Menurut dia, selain keuntungan bisa diperoleh dari ongkos angkut yang lebih murah, Mitsui juga mendapatkan semacam uang komisi. Mitsui, yang membantu memasarkan pupuk Pusri sejak Agustus lalu, telah berhasil memasarkan 200 ribu ton dengan nilai US$ 20 juta, antara lain ke Vietnam, India, Iran, dan RRC. "Risiko keuangan seluruhnya ditanggung Mitsui," ujar Nakayama. Menurutnya, keempat negara ini memang sedang mengalami kesulitan keuangan, sehingga Mitsui terpaksa selalu mengeluarkan dolar terlebih dulu untuk membayar pada Pusri. Memang kemampuan menjual dengan cara kredit merupakan salah satu cara untuk menembus pasar-pasar yang sulit. Apalagi di pasar internasional saat ini terjadi kelebihan suplai akibat munculnya produsen baru, seperti Kuwait. Bagi mereka bersaing dengan harga berapa pun tidak menjadi soal. "Bagaimana tidak mungkin, bagi mereka gas bahan baku pupuk bukan merupakan cost, tapi rahmat dari Tuhan," kata Sidharta. Sementara itu, pabrik pupuk Indonesia membeli gas dari Pertamina US$ 1 per meter kubik. Karena persaingan semakin ketat, harga pupuk yang tahun lalu tercatat US$ 150 per ton kini tinggal US$ 86. Indonesia, yang memiliki kelebihan 1,4 juta ton untuk tahun ini hanya menargetkan ekspor satu juta ton. Ini berarti peran trader tetap dibutuhkan Pusri. Apalagi dengan dikuranginya subsidi Pemerintah sebesar 25%, "pabrik-pabrik kita sekarang harus bekerja lebih efisien, agar bisa kompetitif," kata Dirjen Sidharta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus