Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Intro Kehebohan Donald Trump

21 November 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yopie HidayatKontributor Tempo

SERING kali pasar memilih jalan sendiri di luar perkiraan banyak orang. Itulah yang kini terjadi pada dolar Amerika Serikat. Sebelum pemilihan umum, konsensusnya, jika Donald Trump menang, dolar bisa rontok. Faktanya, sejak Trump berpidato kemenangan, nilai dolar malah terus naik. Kamis pekan lalu, di New York, Dollar Index (DXY) menyentuh titik tertinggi dalam 13 tahun terakhir, di level 100,95. Angka ini sebelumnya tercapai ketika tentara Amerika berhasil menangkap diktator Irak, Saddam Hussein.

DXY membandingkan dolar Amerika dengan mata uang negara-negara Eropa. Makin tinggi DXY, makin kuat dolar. Terhadap renminbi Cina, gerakan dolar juga sama ceritanya. Per Kamis pekan lalu, nilai dolar terhadap renminbi mencapai rekor tertinggi dalam delapan tahun terakhir, 6,87 per dolar.

Mengapa nilai dolar bisa naik sedemikian drastis? Pasar finansial sekarang punya istilah baru: Trumpflation. Singkat cerita, investor mulai berspekulasi dengan urutan logika sebagai berikut: Trump akan menggenjot belanja anggaran untuk membangun infrastruktur dan memotong pajak, mendorong pertumbuhan ekonomi, inflasi naik, walhasil The Federal Reserve akan menaikkan bunga lebih cepat.

Niat Trump memotong pajak juga dapat mendorong korporasi raksasa Amerika membawa pulang labanya yang selama ini tertimbun di luar negeri. Nilai timbunan laba ini diperkirakan US$ 2,5 triliun, tertanam dalam berbagai aset di seluruh dunia. Sebagian saja timbunan dolar ini mengalir balik, jungkir baliklah pasar keuangan di seluruh dunia. Sebetulnya semua itu masih skenario antisipasi. Tapi begitulah pasar bereaksi, sudah terjadi kehebohan di mana-mana.

Rentetan Trumpflation membuat rupiah sempat merosot melewati batas 13.500 per dolar, pekan lalu. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah RI melejit hampir menyentuh 8 persen, dari kisaran 7 persen sebelum pemilu. Naiknya yield menunjukkan rontoknya harga obligasi di pasar. Dana senilai US$ 8 miliar yang masuk ke pasar obligasi Indonesia selama Januari-Oktober 2016 rupanya mulai mengalir pulang. Indeks harga saham gabungan di Bursa Indonesia, per Jumat siang pekan lalu, sudah terpangkas 5,19 persen hanya dalam sepekan.

Dalam dua pekan ke depan, tekanan ini tampaknya belum akan reda karena pasar masih menanti naiknya bunga rujukan The Federal Reserve, pertengahan Desember. Dalam horizon lebih panjang, melihat tren DXY dan menimbang realisasi Trumpflation, banyak analis yakin dolar masih terus menguat.

Yang menarik, kepercayaan diri Bank Indonesia ternyata masih sangat tinggi dalam situasi tak menentu ini. Pekan lalu BI menahan bunga acuan di angka 4,75 persen. BI tidak merasa perlu menaikkan bunga untuk meredam ancaman pasar. Artinya, BI yakin punya amunisi untuk mempertahankan rupiah ataupun harga obligasi pemerintah RI jika tekanan terus berlanjut.

Bisa jadi, repatriasi kekayaan yang ikut program amnesti pajak, yang terealisasi menjelang akhir tahun ini, dapat menambah amunisi BI. Lagi pula beberapa indikator makroekonomi Indonesia saat ini masih lebih baik daripada posisi pada 2013. Saat itu pasar sedunia porak-poranda terkena tapper tantrum, gejolak gara-gara The Fed mulai menaikkan suku bunga. Cadangan devisa, inflasi, dan defisit transaksi berjalan semuanya lebih baik.

Masalahnya, bukan tak mungkin efek Trumpflation ini baru sampai intro. Jika tekanan pasar semakin keras dan BI kelak terbukti ketinggalan langkah, upaya mempertahankan rupiah akan semakin sulit dan bisa memakan ongkos yang jauh lebih besar.


KURS
Pekan lalu13.118
Rp per US$ 13.385
Penutupan 17 November 2016

IHSG
Pekan lalu5.450
5.193
Penutupan 10 November 2016

INFLASI
Bulan sebelumnya3,08%
3,31%
Oktober 2016 YoY

BI 7-DAY REPO RATE
4,75%
17 November 2016

CADANGAN DEVISA
30 September 2016 US$ miliar 115,671
Miliar US$115,037
31 Oktober 2016

PERTUMBUHAN PDB
20154,73%
5,1%
Target 2016

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus