Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Terabas Prosedur, Biosolar Tercampur

Bahan bakar biosolar mengandung air beredar di 36 pompa bensin. Pertamina diduga absen menguji kualitas komponen bahan bakar nabati.

21 November 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELEPAS subuh Sabtu dua pekan lalu, telepon seluler pintar Syarief Hidayat tidak berhenti berdering menerima pesan masuk. Pagi itu, percakapan dalam grup WhatsApp pengusaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) ramai membicarakan keputusan PT Pertamina (Persero) yang meminta pengusaha mengganti pesanan bahan bakar minyak dari biosolar ke solar. "Saya sampai kelimpungan karena perubahan order mendadak tersebut," kata Syarief kepada Tempo, Rabu pekan lalu. "Kebanyakan teman bertanya apa sebabnya."

Para pengusaha bertanya kepada Syarief karena ia menjabat Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah III Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi, yang beroperasi di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Belakangan, Syarief mengetahui perubahan pesanan terjadi karena biosolar yang bakal dikirim Pertamina dari Terminal Bahan Bakar Minyak Plumpang, Jakarta Utara, mengandung air.

Keputusan mendadak itu membuat pasokan solar ke beberapa SPBU di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) kosong selama beberapa jam. Suplai solar dari Pertamina ke SPBU baru masuk pada sore hari. Tiap pompa bensin, menurut Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang, diberi pasokan sekitar 8 kiloliter sehari.

Akibat tercampur air, distribusi biosolar buat wilayah Jabodetabek dihentikan untuk sementara oleh Pertamina. Perusahaan pelat merah ini juga menarik biosolar yang sudah telanjur beredar di 36 SPBU di Jakarta Utara, Depok, dan Tangerang. Kejadian ini telah menyebabkan sekitar 120 kendaraan konsumen mogok karena mesin diesel tidak menoleransi air. Sebagian di antaranya truk kontainer dan kendaraan umum.

Bambang mengatakan Pertamina sudah mengganti semua mesin kendaraan yang rusak. Tangki BBM biosolar yang tercampur air di SPBU juga sudah dikuras. "Penyelesaian kepada konsumen dan SPBU sudah dilakukan," ujar Bambang.

Kepolisian ikut bergerak. Sabtu dua pekan lalu, Kepolisian Resor Kota Depok menyegel SPBU di Jalan Juanda, Kecamatan Sukmajaya, Depok. Pompa bensin di Cilincing, Jakarta Utara, juga dipagari garis polisi karena menjual biosolar yang tercampur air.

Tiga hari kemudian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memanggil Pertamina. Dalam pertemuan yang berlangsung di kantor Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa pekan lalu, itu, Kementerian juga mengundang Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya, Badan Penelitian dan Pengembangan Minyak dan Gas Bumi (Lemigas), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, serta pemasok cairan fatty acid methyl ester (FAME)-salah satu komponen biosolar.

Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Sudjoko Harsono Adi mengatakan perusahaan pemasok yang diundang adalah PT Wilmar Bioenergi, anak usaha Wilmar Group. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 673/K/DJE/2016, PT Wilmar Bioenergi merupakan salah satu pemasok FAME ke Terminal BBM Plumpang. Pemasok lain adalah PT Musim Mas.

Corporate Legal Wilmar Group Johannes membenarkan undangan tersebut. Namun dia tidak bisa memberi konfirmasi apakah suplai FAME dari Wilmar ke Pertamina dua pekan lalu telah tercampur air. "Saya tidak bisa berkomentar. Harus dicek dulu karena kami menggunakan perusahaan transportir," ujar Johannes.

Pertemuan tersebut menyepakati inspeksi dilakukan di Terminal BBM Plumpang keesokan harinya. Plumpang adalah depot penyimpanan sekaligus terminal distribusi BBM Pertamina ke 824 SPBU di Jakarta dan sebagian Jawa Barat.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana mengatakan inspeksi bertujuan menyelidiki sebab tercampurnya biosolar dengan air.Inspeksi berlangsung satu hari. Hingga akhir pekan lalu, Lemigas masih menguji kualitas FAME di laboratorium.

* * *

MESKI hasil inspeksi belum resmi keluar, Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang menduga tercampurnya air dalam biosolar terjadi saat pemasok mengirim FAME melalui tanker. "Air masuk ke tangki penyimpanan FAME di kapal," ujarnya. Hal ini terjadi, kata dia, karena FAME memiliki karakter hydroscopis, yang menyerap air.

Kandungan air tersebut luput dideteksi Pertamina. Perusahaan pelat merah ini tidak melakukan proses penguraian air dan zat kimia yang tidak perlu dari FAME. Proses ini biasa disebut settling. Bambang juga mengakui perusahaan tidak melakukan uji sampel FAME di laboratorium. Senior Vice President Supply and Distribution Pertamina Faris Aziz mengatakan Pertamina hanya sempat mengecek kebenaran FAME sebelum dibongkar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Biasanya, setelah pasokan bersandar di pelabuhan, Pertamina mengalirkan FAME melalui pipa menuju tangki khusus untuk proses settling di depot Plumpang. Bambang menyebutkan proses ini memakan waktu satu hari.

Bambang berdalih tidak melakukan proses settling karena stok FAME di Plumpang menipis. Hal itu terjadi karena kiriman FAME dari pemasok terlambat datang. Menurut dia, bila Pertamina tetap melakukan proses settling, perusahaan tidak bisa memenuhi pesanan BBM pengusaha SPBU tepat waktu.

Pertamina bisa saja mengirim solar tanpa dicampur FAME untuk mengurangi risiko dan mempersingkat waktu. Namun, menurut Bambang, pencampuran solar dengan FAME adalah kewajiban yang diatur pemerintah. Hal ini tertulis dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2015. Perbandingannya: 80 persen solar dan 20 persen FAME.

Pemerintah bisa menjatuhkan sanksi berupa denda Rp 6.000 per liter bila badan usaha niaga BBM nekat menjual solar tanpa campuran FAME, yang tergolong bahan bakar nabati. "Pertamina bisa didenda karena tidak mencampur," katanya. "Padahal yang terlambat mengirim suplai adalah produsen FAME."

Direktur Bahan Bakar Minyak Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Hendry Ahmad menyayangkan langkah Pertamina yang melewatkan proses settling sehingga 288 ribu liter biosolar tercampur air. Menurut dia, standar operasi yang sudah ditetapkan perusahaan tidak boleh diterabas karena dapat merugikan masyarakat. "Kalau tahu risiko seperti ini, apakah Pertamina tidak khawatir dengan image-nya? Ini kualitas kerja yang kurang profesional," ucap Hendry.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia Togar Sitanggang membantah kabar bahwa pencemaran biosolar terjadi saat pengiriman FAME. "Apakah sudah ada bukti kalau FAME itu tercampur air?" katanya kepada Tempo. Togar mengklaim produsen biodiesel selalu mengecek kualitas FAME sebelum dikirim ke terminal BBM. Dia menyebutkan proses tercampurnya air bisa terjadi di tahap mana pun, seperti saat pembongkaran BBM di depot ataupun di SPBU.

Togar menampik tudingan suplai biodiesel terlambat. Asosiasi, menurut dia, selalu menjaga keberlanjutan pasokan supaya publik menikmati biosolar tepat waktu.

Ahmad Bambang berkukuh keterlambatan pasokan FAME bisa berpengaruh terhadap distribusi biosolar. Dia berencana mengusulkan prosedur standar untuk mengantisipasi bila suplai FAME datang terlambat di kemudian hari.

Robby Irfany, Imam Hamdi (Depok)


"Itu disebabkan dari suplai FAME melalui kapal supplier yang tercampur air."

- Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang

"Apakah sudah ada bukti bahwa FAME itu tercampur air?"

- Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biodiesel Togar Sitanggang

"Ini kualitas kerja yang kurang profesional."

- Kepala Divisi BBM BPH Migas Hendry Ahmad

Tahap Kewajiban Minimal Pemanfaatan Biodiesel (Lampiran Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2015)

JENIS SEKTORJANUARI 2016JANUARI 2020JANUARI 2025
Rumah tangga---
Usaha mikro, perikanan, pertanian, transportasi, dan pelayanan umum20%30%30%
Transportasi nonpublic service obligation20%30%30%
Industri dan komersial20%30%30%
Pembangkit listrik30%30%30%

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus