Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Jadi Tulang Punggung Industri Nikel, AEER: Buruh Malah Jadi Pihak Paling Menderita

Ironisnya, buruh juga menjadi pihak yang paling menderita akibat minimnya penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

26 September 2023 | 14.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi buruh. Pixabay

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Buruh menjadi tulang punggung dalam industri nikel. Ironisnya, buruh juga menjadi pihak yang paling menderita akibat minimnya penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal tersebut diungkap oleh peneliti Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) Arianto Sangadji dalam laporannya yang bertajuk 'Perusahaan-Perusahaan Multinasional dan Hilirisasi Nikel di Indonesia'.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, isu K3 menjadi isu yang sangat penting di balik kesuksesan industri nikel. Dalam risetnya, ia menemukan fakta bahwa standar K3 yang buruk telah membuat Morowali dan Morowali Utara sebagai lokasi industri nikel, menjadi 'ladang pembantaian'. 

“Kematian, kecelakan, dan kasus bunuh diri di kalangan pekerja menunjukkan sisi-sisi paling gelap hilirisasi nikel di Indonesia,“ kata Arianto dalam Publikasi Kajian Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat di Jakarta pada Senin, 25 September 2023.

Arianto menyebutkan beberapa kejadian kecelakaan kerja yang terjadi di industri nikel, diantaranya kasus Arief dan Masriadi, buruh di Guang Ching Nickel and Stainless Industry yang tewas tertimbun longsor, dan kasus Nirwana Selle, operator crane yang tewas terbakar karena ledakan di smelter Gunbuster Nickel Industry. 

Kasus K3 juga tidak hanya dialami oleh buruh Indonesia. Arianto juga mengklaim, buruh asing yang berasal dari China juga menjadi korban dari kurangnya pengawasan K3 di industri nikel.

”Orang bilang buruh China jauh lebih baik daripada buruh Indonesia. Fakta menunjukkan, buruh China juga sering melakukan bunuh diri. Bekerja di bawah tekanan depresi. Tingkat intensitas eksploitasi terhadap buruh China ini sangat ekstrim,“ tambah Arianto.

Dalam laporannya, Arianto juga menyebutkan beberapa contoh kasus buruh asal China yang melakukan bunuh diri. Salah satunya adalah kasus Yu Zhang, buruh asal China yang bekerja di Morowali Industrial Park. Ia ditemukan tewas di PLTU Batubara pada tahun 2020. 

“Sebagai kelas buruh, baik buruh Indonesia maupun buruh China mengalami problem yang sama. Mereka dieksploitasi sebagai kelas kapitalis multinasional,” ujar Arianto. 

Ketua Serikat Pekerja Industri Morowali, Afdal juga membenarkan hasil riset tersebut. Menurutnya, kecelakaan kerja di lokasi industri nikel masih sering terjadi. Bahkan, ia mengklaim bahwa kecelakaan kerja yang tidak terdata jumlahnya dapat lebih banyak.

”Tingkat kecelakaan kerja cukup banyak. Baik kecelakaan kerja yang sifatnya fatal seperti menghilangnya korban jiwa ataupun kecelakaan kerja yang sifatnya tidak fatal. Jika digali lebih jauh, kecelakaan kerja jauh lebih banyak,” ujar Afdal. 

Afdal juga mengklaim, ia bersama Serikat Pekerja Industri Morowali telah berupaya melakukan aksi untuk menuntut perusahaan maupun kementerian terkait agar lebih memperhatikan pelaksanaan K3. ”Kami sudah menawarkan berbagai opsi solusi, tetapi sampai hari ini penerapan K3 belum berjalan dengan baik,” tegas Afdal. 

Menurutnya, aspek K3 yang dilaksanakan di industri nikel sifatnya masih umum. Ia menyarankan agar K3 yang diimplementasikan perlu lebih spesifik yaitu K3 di smelter. Dengan lebih spesifik, ia berharap penerapannya lebih mudah dan lebih baik.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus