Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengerjaan rangkaian KRL Jabodetabek masih menunggu pengukuhan kontrak.
Rangkaian KRL pertama akan dikirim 22 bulan setelah kontrak diteken.
PT KCI tetap mengupayakan impor kereta bekas dari Jepang.
JAKARTA – PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA berjanji mengoptimalkan penggunaan komponen lokal dalam proses produksi 16 rangkaian kereta rel listrik (KRL) pesanan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Senior Manager Social Environmental Responsibility and Stakeholder Relationship INKA, Bambang Ramdhiarto, mengatakan pengerjaan rangkaian KRL Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) akan dimulai setelah pengukuhan kontraknya dilakukan dalam waktu dekat.
"Target kami tingkat komponen dalam negeri (TKDN) produk itu bisa lebih dari 40 persen," tuturnya kepada Tempo, kemarin.
Target pemakaian produk lokal yang dipatok INKA itu sebanding dengan level TKDN rangkaian kereta bekas dari Jepang yang ingin diimpor KCI. Anak usaha PT Kereta Api Indonesia (Persero) tersebut ingin mengganti 29 rangkaian KRL Jabodetabek yang harus pensiun pada tahun ini dan tahun depan. Armada pengganti dibutuhkan agar 1.081 perjalanan harian KRL Jabodetabek tetap lancar. Apalagi volume penumpang KRL sudah mencapai 1,2 juta orang per hari, sama seperti masa sebelum pandemi Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun PT KCI gagal mendapatkan persetujuan impor berjenis barang modal dalam keadaan tidak baru (BMTB) dari Kementerian Perdagangan karena belum ada rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian. Lewat surat tanggapan 6 Januari 2023, Kementerian Perindustrian menolak impor KRL bekas sebagai dukungan terhadap manufaktur lokal dalam negeri. Artinya, rencana pengadaan 348 unit gerbong KRL bekas tipe E217—setara dengan 29 rangkaian—untuk 2023-2024 terhambat.
Adapun rangkaian KRL buatan INKA baru bisa dirampungkan bertahap pada 2025-2026. Bambang mengakui pengerjaan rangkaian KRL tak bisa dipercepat. Menurut dia, pemenuhan TKDN dan spesifikasi teknis KRL sudah berulang kali dibahas bersama KCI. Sesuai dengan kesepakatan kedua pihak, rangkaian KRL anyar perdana dikirim pada bulan ke-22 setelah pengukuhan kontrak (effective date of contract/EDC). Sedangkan rangkaian ke-16 harus diantarkan maksimal bulan ke-31 pasca-EDC.
"Jadwal itu sudah mempertimbangkan segala aspek, dari waktu penyelesaian komponen utama, desain sistem, hingga proses produksi,” tuturnya.
Bergantung pada Pengukuhan Kontrak
Pekerja menyelesaikan pembuatan gerbong kereta di PT Industri Kereta Api (INKA), Madiun, Jawa Timur. Dok. TEMPO/Nofika Dian Nugroho
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, dua pabrik milik INKA di Madiun dan Banyuwangi sudah bisa memproduksi 800 unit kereta berbagai varian setiap tahun. Bambang optimistis manajemennya bisa mendapat modal kerja yang cukup setelah pengukuhan kontrak. "Ketika sudah kontrak, pasti banyak perbankan berlomba mendanai dan menawarkan pembiayaan yang kompetitif."
Sekretaris Perusahaan KCI, Anne Purba, mengatakan komitmen pemakaian kereta INKA membuktikan keberpihakan KCI terhadap produk lokal. Pesanan 16 rangkaian KRL anyar kepada INKA senilai hampir Rp 4 triliun disesuaikan dengan kemampuan kas perusahaan saat ini. "Nanti secara bertahap pengadaan baru terus dilanjutkan. Armada KRL Yogyakarta-Solo juga sudah sepenuhnya produk lokal."
Karena masa produksi membutuhkan waktu dua tahun, KRL buatan INKA belum bisa diandalkan sebagai pengganti 29 rangkaian yang akan pensiun hingga 2024. Untuk itu, kata Anne, KCI masih meneruskan perundingan impor KRL bekas Jepang dengan pemerintah. Dia mengklaim TKDN kereta bekas Jepang bisa melampaui 40 persen karena dimodifikasi ulang sebelum pemakaian. “Kami butuh dukungan agar layanan KRL saat ini tidak berkurang,” ucap Anne.
Hingga artikel ini ditulis, pertanyaan Tempo mengenai syarat TKDN di bidang perkeretaapian tak disahut para pejabat Kementerian Perindustrian. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Dody Widodo, menegaskan bahwa tak perlu ada impor gerbong karena sudah ada INKA. “Bangladesh saja membeli produk kereta kita sampai Rp 1,3 triliun,” ucapnya kepada Antara, Senin lalu.
Kemampuan INKA Terbatas
Pekerja menyelesaikan pembuatan gerbong kereta LRT di Pabrik PT INKA di Madiun, Jawa Timur. ANTARA/Zabur Karuru
Ketua Institut Studi Transportasi, Darmaningtyas, mengatakan kapasitas INKA belum cukup untuk memenuhi kebutuhan operator kereta domestik. Menurut dia, INKA masih harus merakit beberapa komponen impor, seperti mesin kereta. Kinerja produsen kereta api pertama di Asia Tenggara itu juga belum cemerlang dalam beberapa proyek perkeretaapian, seperti kereta Trans Sulawesi dan kereta layang ringan (LRT) Jabodebek.
“Apalagi kalau disuruh membangun ratusan gerbong KRL dalam setahun, tentu megap-megap,” katanya, kemarin.
Berpendapat senada, Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia, Aditya Dwi Laksana, menduga lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membangun rangkaian KRL baru disebabkan oleh minimnya kas INKA. “Dana mereka terserap untuk pengadaan LRT yang bahkan belum beroperasi. Bahkan sempat ada penggantian rangkaian pasca-kecelakaan dalam uji coba.”
Kecelakaan yang dimaksud Aditya adalah tabrakan antara dua rangkaian LRT Jabodebek saat uji sarana di jalur lintas 1 Cawang-Cibubur pada Oktober 2021. Saat itu, tim INKA harus memulangkan beberapa gerbong yang rusak ke pabrik di Madiun. Kerugian INKA belum pernah dijelaskan secara gamblang. Nilai kontrak INKA untuk memproduksi 31 rangkaian LRT Jabodebek mencapai Rp 3,9 triliun.
VINDRY FLORENTIN | YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo