BANTING setir. Itu yang dilakukan perusahaan otomotif Indonesia dalam menghadapi sistem perdagangan bebas. Dari produsen, mereka berubah menjadi distributor mobil. Salah satunya adalah Indomobil Sukses International, yang menjual 41 persen sahamnya di Indomobil Suzuki Indonesia kepada Suzuki Motor Corp., Jepang. Dengan penjualan saham ini, Indomobil kini tinggal memiliki saham sebesar 10 persen. Direktur Utama Indomobil Sukses International Gunadi Sindhuwinata mengumumkannya pada pemaparan publik (public expose) Senin pekan lalu. Sebelumnya, Agustus lalu, Astra International melepas kepemilikan mayoritas sahamnya di Astra Daihatsu Motor kepada Daihatsu Motor Corp., Jepang. Astra International akan melakukan langkah serupa untuk yang kedua kalinya dengan melepas kepemilikan mayoritas sahamnya di Toyota Astra Motor. Saat ini Astra masih memiliki 51 persen saham.
Dari penjualan tersebut, Suzuki akan mendapatkan dana segar US$ 140,8 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun. "Mulai tahun ini, kita akan memfokuskan diri pada distribusi, sementara investasi di bidang manufaktur akan ditangani prinsipal (perusahaan pemegang merek)," kata Gunadi.
Menurut pengamat otomotif Goei Siauw Hong, dengan adanya kesepakatan perdagangan bebas (World Trade Organization/WTO atau ASEAN Free Trade Area/AFTA), tidak ada alasan lagi bagi perusahaan otomotif di Indonesia untuk mengembangkan bisnis perakitan mobil. Dengan proteksi bea masuk hanya lima persen mulai tahun depan, tak ada lagi perbedaan harga yang mencolok antara produk dalam negeri dan produk impor utuh (completely built-up). Apalagi jika produksinya rendah seperti di Indonesia atau di negara Asia Tenggara lainnya. "Untuk satu model, minimal sebuah perusahaan perakitan harus memproduksi 100 ribu unit. Dan angka ini sulit dipenuhi di Indonesia," katanya. Karena itulah yang paling mungkin adalah menyerahkan urusan produksi kepada prinsipal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini