Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dunia infrastruktur segera bangkit. Yang meniupkan roh ke dalamnya tentu saja bernama duit. Yang menarik, duit itu mengalir dari pelbagai bank—pemerintah dan swasta—yang selama ini enggan mengucurkan dana untuk proyek besar seperti jalan tol. Pasalnya, pengembalian pinjaman berikut bunga pasti akan memakan waktu lama.
Tersebutlah BNI dan BRI, yang bersedia meneken perjanjian kerja sama dengan PT Semesta Marga Raya—kelompok Bakrie, Jumat dua pekan lalu. Kedua bank pelat merah itu siap menggelontorkan kredit untuk jalan tol Kanci-Pejagan (Cirebon-Brebes) dengan panjang 35 kilometer sebesar Rp 1,38 triliun.
Duit itu hanya sebagian kecil dari alokasi kredit yang disediakan. Tidak tanggung-tanggung, BNI telah mengalokasikan Rp 12 triliun tahun ini khusus untuk membiayai sejumlah proyek infrastruktur. PT Jasa Marga, perusahaan konstruksi pemerintah, kecipratan Rp 2,5 triliun untuk menggarap tiga ruas tol, yakni jalan lingkar luar Bogor, Semarang-Solo, dan Gempol-Pasuruan.
Mulusnya kucuran kredit itu tak lepas dari campur tangan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Beberapa kali ia meminta perbankan terlibat aktif dalam menggerakkan sektor riil. Puncaknya pada awal Januari lalu.
Di depan para pelaku industri properti, Kalla mengancam akan memecat direksi bank negara yang enggan mengucurkan kredit dan cenderung memarkir dana di Bank Indonesia. ”Kalau Anda masih menyimpan di SBI (sertifikat Bank Indonesia) lagi, ukurannya masih mau jadi direktur atau tidak. Dana itu harus turun. Ini instruksi.”
Pantas saja Kalla berang. Duit yang ”ditabung” dalam bentuk SBI kian menggelembung. Pada November 2006 tercatat Rp 202 triliun, melejit dibandingkan pada akhir 2005 yang Rp 110 triliun. Saat ini dana SBI pun sudah menapak pada Rp 251 triliun.
Menurut Syahrial Loethan, anggota Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur, pemerintah menginginkan kemandirian. ”Tinggal dilihat, apa kekuatan kita. Selama ini penyaluran kredit perbankan relatif rendah. Ini kan ada sesuatu yang nggak bener.”
Toh, Direktur Utama BRI, Sofyan Basyir, membantah adanya tekanan pemerintah. ”Bukan tekanan, melain-kan imbauan,” kata Sofyan kepada Tempo. Menurut dia, pemerintah menawarkan pembiayaan infrastruktur kepada perbankan nasional sebelum dilemparkan ke asing.
Sofyan juga menampik kesan bahwa bank enggan membiayai proyek infrastruktur lantaran tingkat pengembalian lama dan berisiko tinggi. Ia beralasan, di tengah jalan, operator bisa refinancing untuk melunasi utang. Itu bisa melalui penerbitan obligasi, penawaran saham perdana ke publik atau penerbitan saham (rights issue). ”Anggapan tingkat pengembalian lama itu sudah gugur.”
Sigit Pramono, Direktur Utama BNI, justru menganggap proyek infrastruktur itu sebagai peluang. Sebab, perhitungan tarif dan volume kendaraan yang lewat menunjukkan proyek jalan tol itu masuk akal dan menguntungkan. Maka BNI mau membiayai pembangunan sejumlah ruas jalan tol itu, ”Semata-mata pertimbangan komersial. Sama sekali bukan karena tekanan pemerintah.”
Ini bukan pertama kali BNI bermain di arena jalan tol. Pada 2005 bank ini memberikan pinjaman ke PT Adhi Karya Rp 242 miliar untuk menggarap ruas Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang). Namun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan catatan khusus atas penyaluran kredit itu. Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Kredit BNI yang dipublikasikan Februari 2006, BPK menilai proyek ini berisiko tinggi.
Toh Sigit yakin, peluncuran kredit kali ini telah melalui analisis yang ketat dan mitigasi risiko. Kelaikan teknis dan finansial perusahaan pengelola jalan tol pertama kali disaring Badan Pengelola Jalan Tol, sebelum mengantongi izin konsesi. Kedua, pencairan duit berdasarkan laju perkembangan proyek.
Bila investor tidak mampu menyelesaikan proyek, Badan Pengelola Jalan Tol dan bank berhak mengambil alih proyek itu. Mereka berhak memberikannya ke investor lain yang dianggap mampu. Menurut Sigit, yang paling krusial dalam pembangunan proyek infrastruktur adalah pembebasan lahan. Urusan ini sekarang telah diambil alih pemerintah agar masalah lahan yang kerap memantik polemik lebih mudah diatasi.
BCA, satu-satunya bank swasta nasional yang membongkar pundi-pundinya untuk kredit proyek infrastruktur, pun tak takut merugi. Bank ini turut membiayai pembangunan tol Cimanggis-Cinere yang digarap PT Kelompok Kompas-Gramedia. Bahkan bank ini siap bersindikasi dengan bank lain untuk mendanai pembangunan bandara oleh PT Angkasa Pura II. ”Spread-nya cukup baik,” kata Wakil Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja.
BI tentu bisa sedikit lega lantaran kredit perbankan kian gencar untuk menggerakkan sektor riil. Setidaknya, kekhawatiran bahwa SBI akan menembus Rp 300 triliun pada akhir tahun ini bisa ditepis. Tapi sikap waspada dalam mengucurkan kredit tetap diperlukan. Toh, negara juga yang rugi bila kredit macet.
Retno Sulistyowati
Megaproyek yang Bertumbuhan
Jika segalanya lancar, pada akhir 2009, sekujur tubuh Indonesia akan penuh dengan megaproyek. Itu disebabkan—setelah sekian lama tertunda—serangkaian megaproyek infrastruktur yang bernilai ratusan triliun rupiah dihidupkan kembali. Sebagian tender telah rampung, pembebasan lahan terjadi di mana-mana, dan bank-bank mulai mengucurkan kredit. Tak lama lagi, kesibukan ribuan pekerja konstruksi bakal memenuhi proyek-proyek besar itu. Itu artinya, pada saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla berakhir, megaproyek juga sudah rampung. Paling tidak, itulah bayangan pemerintah. Berikut ini beberapa proyek infrastruktur yang segera dibangun.
PEMASANGAN PIPA GAS
>Gresik-Semarang-Cirebon Operator: PGN (BUMN) Panjang: 480 kilometer Status: persiapan instalasi Investasi: Rp 1,8 triliun
Bekasi-Cirebon Panjang: 220 kilometer Status: persiapan tender Investasi: Rp 2,3 triliun
Sumatera Selatan-Jawa Barat Operator: PGN (BUMN) Tahap I: Pagar Dewa-Labuhan-Maringgai-Cilegon Panjang: 377 kilometer Status: sudah dibangun Tahap II: Grissik-Pagar Dewa-Labuhan-Maringgai-Muara Tawar Total investasi: Rp 10,2 triliun
Energi
>PLTU Suralaya, Banten Kapasitas: 600 megawatt Investor: China National Tech. Import and Export Corp. Status: teken kontrak Investasi: Rp 4,3 triliun
PLTU Paiton, Jawa Timur Kapasitas: 600 megawatt Investor: Harbin Power Eng. Status: teken kontrak Investasi: Rp 4,6 triliun
PLTU Indramayu, Jawa Barat Kapasitas: 3 x 300 megawatt Investor: China National Machinery Industry Corp Status: teken kontrak
PLTU Labuan, Banten Kapasitas: 2 x 300 megawatt Investor: Chengda Engineering Corporation Status: teken kontrak
PLTU Rembang, Jawa Tengah Kapasitas: 2 x 300 megawatt Investor: Zelan Bhd Status: penandatanganan kontrak
PLTU Tanjung Awar-awar, Jawa Timur Kapasitas: 2 x 300 megawatt Investor: China National Machinery Industry Corp Status: teken kontrak
JALAN TOL
Cikarang-Priok Panjang: 33,92 kilometer Investasi: Rp 2,4 triliun Investor: MTD-Nusa Cipta Status: SP2LP
Cikampek-Palimanan Panjang: 116 kilometer Investasi: Rp 5,9 triliun Investor: PT Lintas Marga Sedaya Status: pembebasan lahan
Kanci-Pejagan Panjang: 34 kilometer Investasi: Rp 2,1 triliun Investor: PT Semesta Marga Raya Status: SP2LP
Pejagan-Pemalang Panjang: 57,5 kilometer Investasi: Rp 3,2 triliun Investor: PT Pejagan Pemalang Tol Road Status: SP2LP
Pemalang-Batang Panjang: 39 kilometer Investasi: Rp 2,3 triliun Investor: PT Pemalang Batang Tol Road Status: SP2LP
Semarang-Batang Panjang: 75 kilometer Investasi: Rp 3,6 triliun Investor: PT Marga Setiapuritama Status: SP2LP
Semarang-Solo Panjang: 75,7 kilometer Investasi: Rp 6,1 triliun Investor: PT Jasa Marga (BUMN) Status: pembebasan lahan
Solo-Ngawi Panjang: 90,1 kilometer Investasi: Rp 4,46 triliun Status: proses lelang
Ngawi-Kertosono Panjang: 87,02 kilometer Investasi: Rp 3,6 triliun Status: proses lelang
Kertosono-Mojokerto Panjang: 41 kilometer Investasi: Rp 2,2 triliun Investor: PT Marga Hanurata Intrinsic Investor: SP2LP
Surabaya-Mojokerto Panjang: 37 kilometer Investasi: Rp 2,2 triliun Investor: PT Marga Nujyasumo Agung Status: konstruksi
Gempol-Pandaan Panjang: 13,61 kilometer Investasi: Rp 0,8 triliun Investor: PT Margabumi Adhikaraya Status: pembebasan lahan
Gempol-Pasuruan Panjang: 32 kilometer Investasi: Rp 1,8 triliun Investor: PT Jasa Marga (BUMN) Status: pembebasan lahan
PELABUHAN DAN BANDARA
Bandara Kualanamu, Sumatera Utara Investasi: Rp 2,5 triliun Operator: PT Angkasa Pura II (BUMN) Status: konstruksi
Terminal Kontainer Kali Lamong di Tanjung Perak, Jawa Timur Investasi: Rp 2,5 triliun Status: studi
TELEKOMUNIKASI
Palapa Ring (kabel optik dan jaringan interkoneksi) Investasi: Rp 13,9 triliun Status: persiapan pembentukan konsorsium
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo