Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar ekonomi digital lulusan Universitas Indonesia Nailul Huda menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang mengaku sedih belanja iklan media konvensional semakin berkurang karena telah diambil oleh media digital platform asing. Hal tersebut disampaikan Jokowi dalam sambutannya pada Puncak Peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2023 di Medan, Sumatera Utara, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Nailul, memang satu hubungan antara dua jenis industri harus saling menguntungkan, termasuk hubungan antara media konvensional dan media sosial yang memang banyak dimiliki oleh asing. "Keuntugan ini salah satunya dilihat dari sisi material yang diterima," ujar dia kepada Tempo pada Jumat, 10 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fungsi media sosial yang bisa menjadi agregator, kata Nailul, membantu berita dibaca oleh kalangan yang lebih luas, tapi tetap saja fungsi media dalam pemberitaan jauh lebih besar. Jika tidak ada media maka tidak ada sistem agregator berita. Media sosial juga sama penting untuk bisa mengabarkan berita ke khalayak luas.
Makanya, Nailul keduanya menguntungkan satu sama lain dan selain keuntungan material juga harus ada kesepakatan. "Jadi menurut saya, keduanya bersinergi bukan menjadi substitusi. Harusnya ada yang dibagi dalam iklan di bisnis digital yang masuk ke media konvensional," ucap Nailul.
Jokowi mengatakan keberlanjutan industri media konvensional juga menghadapi tantangan berat. "Saya mendengar banyak mengenai ini bahwa sekitar 60 persen belanja iklan telah diambil oleh media digital, terutama platform-platform asing," ujar Jokowi pada Kamis, 9 Februari 2023.
Jokowi mengatakan bahwa pada akhirnya sumber daya keuangan media konvensional akan terus berkurang. Hal inilah yang akan menyulitkan media dalam negeri. “Larinya pasti ke sana. Dan sebagian sudah mengembangkan diri ke media digital, tapi dominasi platform asing dalam belanja iklan telah menyulitkan media dalam negeri kita," katanya.
Selanjutnya: Pernyataan Jokowi....
Pernyataan Jokowi tak berlebihan. Pasalnya, sebagai gambaran, pada 2022 TikTok secara global berhasil meraup iklan sebesar Rp 158 triliun. Bandingkan dengan total belanja iklan media di Indonesia hanya Rp 135 triliun pada tahun yang sama.
Perusahaan riset Insider Intelligence, seperti dikutip dari Reuters pada Selasa, 12 April 2022 menyebutkan pendapatan iklan aplikasi berbagi video TikTok secara global diperkirakan meningkat tiga kali lipat pada 2022 menjadi lebih dari US$ 11 miliar atau sekitar Rp 158 triliun.
Angka tersebut melebihi pendapatan gabungan dari saingannya, Twitter, dan Snap. Twitter dan Snapchat masing-masing diprediksi menghasilkan US$ 5,58 miliar dan US$ 4,86 miliar dari pendapatan iklan pada 2022. Nilai gabungan kedua aplikasi masih kurang dari yang diproyeksikan untuk TikTok.
TikTok, yang dimiliki oleh perusahaan China ByteDance, merupakan salah satu aplikasi media sosial paling populer di dunia dengan lebih dari 1 miliar pengguna aktif. Pendapatan iklan media digital terus meningkat hingga jumlahnya mendekati bahkan melampaui media konvensional.
Mengutip Statista, pendapatan iklan Google Search sepanjang 2021 saja sudah mampu mencapai US$ 146 miliar. Angka tersebut mendekati pendapatan iklan televisi global yang sebesar US$ 171 miliar serta jauh melampaui media tradisional lain, seperti media iklan luar ruangan (out-of-home advertising), koran, dan radio.
MOH KHORY ALFARIZI | ANDRY TRIYANTO TJITRA
Pilihan Editor: Kebijakan Insentif Kendaraan Listrik Belum Diumumkan, Menteri ESDM: Sebentar Lagi, Sabar...
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.