Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Jurus gatari mendongkrak laba

Perusahaan pesawat carter, gatari air service, melakukan diversifikasi pasar. tidak hanya melayani industri minyak tapi juga merebak ke industri hutan dan pariwisata. akan terjun ke pasar modal.

23 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINYAK masih merupakan komoditi yang paling berpengaruh, dibanding pelbagai komoditi lainnya. Lihat saja buktinya. Berbagai sektor usaha tampak terang-benderang ketika terjadi boom minyak. Begitupun sebaliknya, dunia bisnis mendadak lesu ketika harga si emas hitam menukik. Tidak terkecuali Gatari Air service, perusahaan pesawat carter yang pekan lalu merayakan HUT-nya yang ketujuh. Ketika terjadi oil boom, perusahaanyang 80% sahamnya milik Tommy Hutomo Mandala Putra itu -- 20% dimiliki oleh raja kayu Bob Hasan -- pernah mengeruk pendapatan hingga 17 juta dolar. Itu terjadi pada 1985. Tapi, apa yang terjadi setelah itu? Pendapatannya anjlok tinggal 13 juta dolar pada 1986. Dan setelah itu, hingga 1988, Gatari hanya beromset sekitar 14 juta dolar setahun, dengan keuntungan bersih rata-rata Rp 2 milyar setahun. Melihat gelagat yang kurang baik, manajemen Gatari mulai melakukan diversifikasi pasar. Sebelumnya yang dilayani hanya kalangan industri minyak, tapi kini pasarnya merebak ke industri hutan, kayu, dan pariwisata. Dengan Departemen Kehutanan, misalnya, Gatari bekerja sama untuk melakukan pengawasan dan pemotretan hutan. Di samping melayani perusahaan-perusahaan yang menggarap HPH untuk industri kayu. Sedang di bidang pariwisata, Juni ini, Gatari mulai melakukan uji coba untuk melayani wisata dengan rute Plaza Indonesia-Cengkareng-Pantai Carita-Pulau Seribu. Hanya saja, untuk mengantar-jemput turis dengan rute tersebut, tidaklah mudah. Konon, Pemda DKI agak enggan memberikan izin, karena rute itu melalui daerah-daerah padat penduduk. Artinya, cukup berbahaya untuk lintasan penerbangan helikopter. Entah upaya apa yang akan dilakukan manajemen Gatari untuk melicinkan rencananya. Yang pasti, "Tidak benar kalau ada yang menyebutkan bahwa kami besar karena mendapat fasilitas dari pemerintah," kata Kabul Riswanto, Presdir Gatari. Sekalipun sulit, Gatari mau tak mau harus berkembang. Ketika pertama berdiri, 1983, modalnya hanya enam helikopter Bell 412. Tapi sejak itu Gatari terus berkembang, hinga kini memiliki 38 pesawat siap carter -- 30 di antaranya helikopter, dengan total kekayaan sekitar Rp 60 milyar. Artinya, hanya dalam waktu tujuh tahun, armada Gatari bertambah 32 unit (533%). Itulah sebabnya, dengan kondisi usaha yang boleh dibilang cukup baik, Gatari berniat terjun ke pasar modal. Tahun depan, rencananya, perusahaan ini akan turun ke bursa dengan tiga juta lembar saham. Tapi belum jelas, berapa harganya. Yang pasti, sebagai iming-iming bagi investor, tahun ini omset Gatari diproyeksikan akan mencapai 24 juta dolar, dengan perkiraan laba sekitar 4,2 juta dolar AS. Atau dua kali lipat lebih, ketimbang keuntungan tahun lalu. Mungkinkah? Budi Kusumah, Moebanoe Moera

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus