Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Kabulkan Sebagian Gugatan Partai Buruh, MK Sebut Libur 1 untuk 6 Hari Kerja Bertentangan dengan UUD

MK setidaknya mengabulkan pengujian konstitusional 21 norma dalam UU Cipta Kerja yang dimohonkan oleh Partai Buruh.

1 November 2024 | 16.06 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) melakukan aksi demo kawal Mahkamah Konstitusi yang akan membacakan putusan terkait uji materil terhadap Undang-Undang Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis 31 Oktober 2024. Gugatan ini diajukan oleh Partai Buruh, KSPI, KSPSI AGN, KPBI, FSPMI, dan beberapa buruh outsourcing yang di-PHK. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan aliansi buruh, termasuk Partai Buruh dan sejumlah federasi serikat pekerja lainnya, terkait uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja atau UU Ciptaker. Amar putusan Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo pada Kamis, 31 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, seperti dikutip dari Antara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam putusan tersebut, majelis hakim juga menyatakan Pasal 79 ayat 2 huruf b dalam Pasal 61 angka 25 UU Cipta Kerja, yang mengatur tentang istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja bertentangan dengan Undang-Undang dasar (UUD) 1945.

"Menyatakan Pasal 79 ayat 2 huruf b dalam Pasal 81 angka 25 UU 6/2023 yang menyatakan 'Istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'atau dua hari untuk lima hari kerja dalam satu minggu'," ucap Suhartoyo dipantau Tempo dalam siaran langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi.

Melalui sidang itu, MK setidaknya mengabulkan pengujian konstitusional 21 norma dalam UU Cipta Kerja yang dimohonkan oleh Partai Buruh. Sementara itu, satu pasal yang dimohonkan tidak dapat diterima, sedangkan permohonan selain dan selebihnya ditolak karena tidak beralasan menurut hukum.

Sebelumnya, para pemohon mengajukan 71 poin petitum yang terdiri dari tujuh klaster dalil, yakni dalil mengenai penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja alih daya (outsourcing), cuti, upah dan minimum upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), uang pesangon (UP), uang penggantian hak upah (UPH), dan uang penghargaan masa kerja (UPMK).

Adapun para pemohon yang mengajukan Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 itu adalah Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Selanjutnya baca: Libur satu untuk enam hari kerja

Sebelumnya, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja mengatur tentang waktu istirahat (hari libur) dan cuti pekerja/buruh. Aturan tersebut termaktub dalam pasal 79 ayat 1 dari Perpu yang menggantikan Undang-Undang Cipta Kerja itu.

“Pengusaha wajib memberi: a. waktu istirahat; dan b. cuti,” tertulis dalam pasal 79 ayat 1 Perpu Cipta Kerja.

Sementara di ayat 2 dijelaskan bahwa waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh. Paling sedikit meliputi pada huruf a dijelaskan istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.

“Huruf b, istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu,” bunyi ayat 2 huruf b.

Aturan hari libur itupun sempat menuai polemik di kalangan pekerja atau buruh. Saat itu Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker Indah Anggoro Putri menjelaskan, Perpu Cipta Kerja sesungguhnya tetap memastikan perusahaan dan pekerja memiliki waktu istirahat. Persoalan libur itu nantinya bakal diatur berdasarkan kesepakatan perusahaan dan pekerja atau buruh.

"Masalah liburnya itu satu hari atau dua hari itu tergantung peraturan perusahaan dan/atau  perjanjian kerja bersama (PKB). Artinya, harus dimusyawarahkan bersama antara pekerja dan pengusaha," ucap Indah dalam sosialisasi Perpu Cipta Kerja kepada media secara virtual, Jumat, 6 Januari 2023.

Menurut Indah, yang menjadi concern pemerintah adalah Indonesia sebagai anggota International Labour Organization (ILO) yang menyatakan waktu kerja maksimal bagi pekerja atau buruh adalah 40 jam dalam seminggu.

Karena itu, jika seorang pekerja atau buruh bekerja lebih dari 40 jam dan perusahaan memang memandatkan seperti itu karena jenis perusahaannya atau tipe produksinya, maka perusahan-perusahaan seperti itu harus mendapat izin dari Kemnaker.


ANTARA | MOH. KHORY ALFARIZI | AMELIA RAHIMA SARI berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus