Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kanban

Industrialis jepang menggunakan kanban, tidak mempunyai gudang simpanan barang. kanban merupakan cara tepat untuk mengurangi risiko kemubaziran suku cadang, karena perubahan yang dituntut pasar.

17 Desember 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYA heran melihat gudang kecil -- milik penerbit besar Prancis -- yang menerbitkan seri komik terkenal. Asterix. "Kami bahkan sebenarnya tak perlu gudang," kata seorang direkturnya. "Sebisa mungkin buku dipak di percetakan, dan langsung dikirim ke alamat yang dituju. Gudang hanya membuat orang mempunyai alasan untuk menumpuk barang." Gudang memang tempat uang mati tak bergerak. Bisa dibayangkan betapa beratnya beban keuangan penjual komputer, yang harus menyimpan sukucadang mahal, agar setiap saat bisa melayani pelanggannya, fluktuasi harga juga akan memperburuk keadaan keuangan industri, yang terpaksa menyediakan cadangan bahan baku di gudang. Sudah agak lama, industrialis Jepang mengenal istilah kanban. Kanban, pada dasarnya, adalah kawasan industri tanpa gudang. Bahan baku datang dari pintu depan, langsung masuk ban jalan, dan kontainer-kontauner sudah siap ditarik truk di pintu belakang, untuk memuat produk jadi. Konsep ini lantas disebarluaskan ke seluruh dunia, dengan istilah J.I.T. (Just In Time). Sebelumnya, istilah Inggris itu memang tidak dipersoalkan. Tapi, kini orang mulai bertanya, apakah bukan Just On Time? Ada beda yang cukup besar antara in time dan on time. Kalau untuk undangan rapat pukul sepuluh, Anda datang pada pukul sepuluh tepat, maka Anda on time. Namun bila Anda terpaksa menunggu elevator, dan baru muncul di ruang rapat pukul 10.05, maka Anda masih in time. Lima menit bisa sangat luar biasa pentingnya dalam banyak hal. Terlambat transfusi darah lima menit bisa mengakibatkan seorang manusia pensiun untuk selama-lamanya. Bayangkan kalau penerbang terlambat lima menit menjulurkan ban, yaitu ketika perut pesawatnya sudah menganga dihajar landasan. Dan nilai uang Anda bisa lain lima menit yang akan datang, bila dalam waktu itu terjadi devaluasi atau kebijaksanaan moneter lainnya. Stok sukucadang mempunyai nilai uang juga. Karenanya, soal lima menit bisa punya arti besar dalam masalah pengendalian stok. Pabrik ultramodern Mazda di Hofu, misalnya, kini dengan bangga bisa menyatakan bahwa usia stok sukucadang komponen penting jenis "Capella"-nya tidak lebih dari 30 menit. Mesin utamanya -- yang dibuat di Hiroshima, 129 kilometer dari Hofu -- datang dalam selang waktu 90 menit. Bagian-bagian kerangka tidak pernah "menginap" lebih dari satu hari. Mazda, tentu saja, tidak sendirian dalam olimpiade industri itu. Honda Motor juga punya catatan yang mengagumkan, dalam singkatnya tempo penyimpanan sukucadang. Tempat duduk -- 30 menit, ban -- 45 menit, karpet -- dua jam, lampu -- empat jam, radio -- delapan jam. Toyota Motor bahkan berhasil menurunkan tempo penyimpanan mesin, menjadi hanya 30 menit. Begitu datang, langsung dipasang. Banyak ahli manajemen industri berpendapat 6ahwa 30% cost advantage dalam daya saing mobil Jepang -- dibanding mobil Amerika -- terletak pada manajemen stok alias kanban ini. Keberhasilan Jepang dalam memperpendek usia stok itu, terutama juga karena wilayah geografinya yang berdekatan. Toyota Motor, misalnya, mempunyai 11 pabrik di Prefektur Aichi, yang luasnya hanya 5.000 kilometer persegi. Dengan ciri geografi Amerika Serikat, akan sulit mendekati efisiensi kanban Jepang. Bagi Toyota Motor, kanban adalah hasil keringat selama 23 tahun. Proses produksi ini mulai dikembangkan sejak 1953, dan baru mulai 1962 diimplementasikan. Hingga sekarang, Toyota masih terus menyempurnakan kanban-nya itu. Bila dulu hanya memakai kartu-kartu untuk melacak tiap jenis sukucadang, sekarang sudah memakai sistem komputer. Miki Kurosu, juru bicara Nissan Motor, mengatakan begini, "Ini 'kan sebetulnya sama saja dengan cara pengendalian stok di pasar swalayan. Pengelola pasar swalayan mengenal pola pembelian di pasarnya. Ia tahu berapa ton sayuran dibutuhkan setiap hari. Kalau ia menyetok terlalu banyak, sayurnya akan busuk." Secara keuangan, perusahaan-perusahaan sukucadang yang berada di bawah satu induk perusahaan, biasanya untungnya lebih kecil dibandingkan perusahaan induknya. Toyota Motor, misalnya, persentase keuntungannya lebih baik daripada anak perusahaan yang membuat mesin. Soalnya, kalau terjadi kelambatan pengiriman -- yang mengakibatkan kacaunya proses produksi -- perusahaan pembuat mesin akan terkena klaim. Untuk mengatasi klaim, biasanya perusahaan-perusahaan sukucadang mengasuransikan diri terhadap kemungkinan itu. Perusahaan sukucadang yang independen lantas pada berteriak-teriak. Demi efisiensi perusahaan besar, merekalah yang harus bekerja jungkir-balik. Akhirnya, beban stres memang terletak pada pundak mereka. Tapi pemasok besar, seperti Bridgestone, ternyata malah bersyukur adanya kanban yang meningkatkan efisiensinya, dan karena itu menurunkan biaya. Dengan pasar yang makin cepat berubah seperi sekarang, kanban adalah cara yang tepat untuk mengurangi risiko kemubaziran sukucadang, karena perubahan spesifikasi produk yang dituntut pasar. Bondan Winarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus