Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Ke Istana Lewat Media

Massa pendukung calon presiden ramai-ramai bikin media. Ada yang mengaku independen, ada pula yang murni tampil sebagai media kampanye.

21 September 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSIM kampanye, menurut jadwal Komisi Pemilihan Umum, adalah Maret tahun depan. Tapi gendang pemanasannya sudah ditabuh sejak sekarang. Beberapa calon presiden pun tampak tak sabar menunggu hajatan politik yang gegap-gempita itu. Walaupun masa kampanye masih beberapa bulan lagi, sejumlah tokoh sudah mulai buka jurus. Selain rajin bertandang ke pelosok, mereka pasang kuda-kuda dengan menerbitkan media khusus. Dan muncullah beberapa tabloid serta website yang mengusung nama besar.

Sebut saja Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan, yang juga Presiden RI. Sejumlah pendukung Mega kini menghadirkan media dengan nama Mega Demokrat. Peluncurannya berlangsung meriah, dihadiri ratusan aktivis partai berlogo banteng bulat itu, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat pekan silam.

Bagi pendukung Megawati, media seperti ini memang bukan barang baru. Pada musim kampanye tahun 1999, mereka mengandalkan tabloid Demokrat. Media itu sempat berkibar di bawah manajemen Jawa Pos Group. Tapi, tiga tahun lalu, Demokrat kian sekarat. Oplahnya anjlok, seiring dengan berakhirnya era tabloid politik. "Karena bangkrut, akhirnya kami tutup" ujar Herdy Mas Peter, 44 tahun, Pemimpin Umum Mega Demokrat.

Usaha menyelamatkan Demokrat bukan tak ada. Menurut Herdy, sejak enam bulan silam, sejumlah aktivis PDI Perjuangan mencoba menerbitkan tabloid itu kembali walaupun berbentuk dummy. Rencananya, media itu bakal digenjot pada saat pemilu mendatang. Tapi Taufiq Kiemas, suami Megawati Soekarnoputri, berpikiran lain. Puncak pemilu mendatang adalah pemilihan langsung calon presiden. Maka, sesuai dengan kebutuhan, Demokrat pun berganti nama: Mega Demokrat. "Itu usulan Taufiq Kiemas," ujar Herdy.

Taufiq Kiemas tercatat sebagai pembina di tabloid yang terbit sepekan sekali itu. Demokrat dulu berkantor di Pecenongan,Jakarta Pusat, sedangkan kini Mega Demokrat bermarkas di Jalan Perjuangan 40, Kebon Jeruk. Gedung itu adalah milik Herdy sendiri, yang sebelumnya giat berbisnis investasi. Herdy menolak menyebut berapa total duit yang ditanamnya untuk menerbitkan Mega Demokrat. "Rahasia perusahaan," ujarnya tertawa.

Dibantu oleh sekitar 26 karyawan—termasuk wartawan—redaksi tabloid bertiras 15 ribu eksemplar itu dipimpin oleh Yunus Inuhan, 60 tahun. Yunus adalah wartawan senior yang pernah bekerja di harian Berita Yudha dan Pos Kota Group. Selain itu, kata Herdy, Panda Nababan, bekas wartawan Sinar Harapan yang kini menjadi anggota Fraksi PDI Perjuangan di DPR, turut menyumbangkan pikiran di sana.

Melihat gelagatnya, Mega Demokrat akan dijadikan alat untuk mengupayakan agar Megawati bisa bertahan di Istana. Simak laporan utama pada edisi perdananya, yang bertajuk Langkah Mega Menjawab Tantangan. Isinya semacam "pleidoi" bagi Megawati, yang popularitas partainya kini disebut-sebut sedang menurun. "Media ini tetap sebagai ekspresi kaum nasionalis," kata Yunus lebih jauh.

Herdy yakin tabloidnya bakal berkembang. Alasannya, para pendukung Megawati tak punya media khusus yang bisa mendekatkan mereka dengan putri Bung Karno itu. Namun, kendati tampil sebagai corong Mbak Mega, media itu berupaya tetap kritis. "Ya, kita tetap mencoba independen," ujar Herdy, yang juga Ketua Umum Komando Bela Mbak Mega, organisasi massa pendukung fanatik Megawati.

Calon presiden dari Partai Amanat Nasional, M. Amien Rais, tampaknya selangkah lebih maju. Sejak akhir Juli silam, Amien meluncurkan tabloid MAR alias Media Amanat Rakyat. Media setebal 20 halaman itu terbit dua kali sebulan. Isinya menonjolkan aksi dan pikiran Amien Rais sebagai calon presiden. "Kami tak mau pura-pura," ujar Edy Kuscahyanto, bos redaksi tabloid itu, kepada Faisal Assegaf dari Tempo News Room.

Berkantor di satu rumah mewah di Jalan Sinabung, Kebayoran Baru, MAR agaknya siap bertarung dengan media sejenis. Kantornya menyatu dengan The Amien Rais Center, markas kegiatan intelektual dan politik para pendukung Amien. Bertiras 30 ribu eksemplar, dengan biaya produksi Rp 100 juta sekali terbit, MAR bakal digenjot menjadi tabloid mingguan. Menurut Edy, tabloidnya tak mendapat dana dari partai. "Biaya seratus persen dipikul para donatur pendukung Amien Rais," ujar bekas wartawan majalah Warta Ekonomi itu.

Hamzah Haz tak ketinggalan. Sejak Mei lalu, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu kerap hadir di dunia maya. Lewat situs Internet www.hamzah-haz.com, Hamzah tampaknya yakin bisa melaju ke kursi RI-1. Situs itu dikelola oleh wartawan senior M. Said Budairy. Biayanya, kata Said, memang lebih murah ketimbang membuat media cetak. "Sebulan cuma Rp 25 juta sampai Rp 30 juta," ungkapnya. Yang banyak dimuat di sana adalah berita kunjungan kerja Hamzah Haz ke berbagai daerah.

Yang agak berbeda memang media milik K.H. Abdurrahman Wahid—populer disebut Gus Dur. Seperti Hamzah, Gus Dur mengandalkan jaringan maya lewat situs www.gusdur.net. Bedanya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa itu tampil lebih santai. Isinya, selain serial pemikiran politik Gus Dur tentang demokrasi dan Islam, ada anekdot segar semasa Gus Dur menjabat sebagai presiden. "Kita menjernihkan kembali sosok Gus Dur," ujar Gamal Ferdhi, editor situs itu, kepada Ucok Ritonga dari Tempo News Room.

Gamal juga menekankan bahwa tak ada pesan khusus dari Gus Dur agar media itu dipakai sebagai alat kampanye untuk kembali ke Istana. Tapi, dalam satu kolom di situs itu, ada pembaca yang bertanya apa strategi Gus Dur menghadapi pemilu. Dengan santai Gus Dur menjawab, "Enak saja, itu rahasia." J. Widhi Cahya, webmaster situs itu, mengatakan bahwa untuk kelas web pribadi, situs ini termasuk ramai pengunjungnya, sekitar 2.700 orang per hari.

Di tengah jorjoran penerbitan media calon presiden, ada gagasan menarik dari Yon Hotman, 40 tahun, bekas wartawan Neraca yang kini menerbitkan majalah Kandidat. Format media itu lumayan mewah, dengan 90 halaman warna, serta rancangan grafis yang menarik. Terbit dengan misi mewadahi semua calon presiden, Yon yakin, medianya bakal segera disambut para calon presiden yang punya gagasan kreatif. "Jangan melulu berpikir menang dengan politik uang," ujarnya.

Menurut Yon, Kandidat menantang semua calon presiden untuk mengungkapkan gagasan politik mereka. Meski begitu, majalahnya akan tetap netral. Lalu bagaimana daya tahan majalah yang terbit mulai Agustus lalu itu? Menurut Yon, sebagai majalah kampanye, Kandidat mengandalkan campaigntorial. Istilah itu, katanya, merujuk pada advertorial, halaman iklan di media cetak. "Kandidat boleh memasang kampanye mereka di halaman itu," ujar Yon. Tapi, sebagai media independen, Kandidat akan membuat ulasan kritis tentang program sang calon. "Itu bagian dari pendidikan politik kami," ujarnya sedikit berpromosi.

Bermodal sekitar Rp 3,5 miliar, Kandidat akan mengunjungi pembaca setiap bulan. Harga banderolnya lumayan mahal, Rp 25 ribu. Harga itu sedikit melambung, kata Yon, karena mereka mengutamakan kualitas bentuk dan isi. Di jajaran redaksi, Kandidat merekrut sejumlah kontributor—selain wartawan. "Rata-rata peneliti, aktivis, dan intelektual muda," ujar Yon, yang berkantor di Patra Kuningan XV-19, Jakarta Selatan.

Lalu bagaimana jika pesta pemilu usai? Yon tak khawatir. Dia yakin, Kandidat masih tetap bisa hidup selama pemilihan tokoh politik lokal berlangsung. "Kan, masih banyak gubernur dan bupati yang butuh media kampanye," ujarnya santai.

Nezar Patria

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus