Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kecil-kecil Dari Amerika

Pengusaha-pengusaha AS yang disponsori OPIC mengadakan kunjungan ke negara-negara Asean. di Indonesia pengusaha kecil & menengah dari AS diterima Presiden Soeharto. Mereka juga mendapat ceramah dari J.E. Habibie. (eb)

11 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA cuma pengusaha kecil dan menengah di negerinya, Amerika Serikat. Tapi selama tiga hari penuh mereka giat berunding dengan para pejabat penting dan pengusaha di sini. Mereka juga sempat dipertemukan dengan Presiden Soeharto yang antara lain menjelaskan makna dari Trilogi Pembangunan di Indonesia. Dan Minggu siang lalu, berangkatlah ke-25 pengusaha AS itu ke negara ASEAN lainnya. Banyak kenangan dibawa pulang para pengusaha itu. Ketika bertemu dengan Menteri Perindustrian A.R Suhud, mereka dipersilakan melihat sendiri proyek industri di Pulo Gadung, Jakarta. Tapi banyak dari mereka tentu bertanya-tanya, apa yang dimaksudkan menteri bahwa proyek industri itu tidak melulu bertujuan mencari uang. Dengan Menteri Riset dan Teknologi J.E. Habibie, yang kini juga menjadi Ketua Otorita Proyek Pengembangan Industri Batam, selain mendapat ceramah, mereka juga ditawari untuk menanam uang di pulau itu. Misi yang disponsori oleh OPIC -- sebuah badan penanaman modal swasta AS untuk LN -- memang tak menyia-nyiakan kesempatan gratis yang diberikan pemerintahnya untuk berkeliling di lima ibukota ASEAN. OPIC sendiri didirikan pada 1971 oleh pemerintah AS untuk memberi dan menjamin pinjaman kecil dan sedang bagi pengusaha mereka. Juga untuk melindungi investasi swastanya terhadap risiko di bidang keuangan dan politik. Pinjaman langsung dari OPIC biasanya tak melebihi $ 3 juta. "Tapi kalau memang dibutuhkan, bisa saja mencapai $ 50 juta," kata Charles W. Robinson, pemimpin rombongan. Awal Tapi dalam konperensi persnya di Hotel Jakarta Hilton, Robinson baru bisa menyebutkan satu perusahaan - itupun tanpa menyebut namanya - yang akan menanamkan modalnya dalam pabrik bata tahan-api, dengan investasi awal sebesar, mungkin, $ 5 sampai $ 10 juta. Satu usaha lain adalah di bidang industri penunjang pertanian, yang masih dirundingkan. Apa itu? "Belum bisa disebutkan, karena kelewat awal," jawab Robinson. Dalam nada rendah, pemimpin rombongan pengusaha AS itu mengakui "misi kami ini baru dalam taraf penjajagan awal," katanya. "Jadi masih panjang jalannya sebelum sampai pada hasil nyata." Sebelumnya ada cerita lain dari seorang pejabat BKPM, yang menyatakan bahwa para pengusaha AS itu datang kemari bukan lagi untuk melihat-lihat. Tapi sudah dalam taraf "mencari partner usaha". Banyak yang merasa skeptis. Selain kecilnya modal, kedatangan mereka ke Indonesia juga di tengah makin runyamnya nilai dollar terhadap mata-uang kuat lainnya. Lagi pula, beberapa ketentuan OPIC sendiri juga bisa menghalangi suatu rencana investasi. Misalnya pengusaha AS yang bersangkutan harus memegang jumlah saham tertentu dan harus dijamin kelangsungan suaranya di dalam pimpinan perusahaan bersangkutan. Ini tentunya jika si pengusaha meminta dukungan OPIC. Maka faktor saham dan manajemen itulah yang oleh Robinson disebut sebagai "dua kemungkinan yang menghalangi investasi di luar negeri." Maka tak heran kalau orang dari AS itu menutup keterangannya dengan berkata "Saya lebih senang berbicara dari segi harapan." Memang sulit untuk menebak apa yang akan terjadi. Tapi yang agaknya pasti dari muhibah itu adalah ini: kesan bahwa pemerintahan Carter masih tetap memperhatikan kawasan Asia Tenggara di bidang bisnis. Mungkin ini secara kebetulan. Tapi beberapa jam setelah misi OPIC itu terbang dari Halim Perdanakusumah ke Kuala Lumpur, John L. Moore, presiden Bank Ekspor-Impor AS tiba. Moore, yang didampingi 4 anggota stafnya dan nyonya, juga mengunjungi keempat negara ASEAN lainnya. Dalam suatu pernyataan setibanya di Jakarta, presiden dari bank yang bertujuan mempromosikan ekspor AS itu berkata: "Eximbank sedang berusaha membantu membiayai proyek-proyek yang memperkuat perekonomian masing-masing negara ASEAN. "

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus