Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Waswas Akibat Minim Smelter

Larangan ekspor bauksit tetap berlaku pada Juni 2023 meski jumlah smelter tak memadai. Bisnis pengusaha bauksit terancam tutup.

17 Februari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Smelter Grade Alumina (SGA) PT Well Harvest Winning Alumina Refinery di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat, 2022. Well Harvest Winning Alumina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Bahlil Lahadalia mengatakan larangan ekspor bauksit bakal tetap berjalan meskipun smelter tak memadai

  • Total bauksit yang bisa diserap smelter 27,41 juta ton, sedangkan total produiksi 60 juta ton per tahun.

  • Saat kapasitas smelter lebih kecil dari produksi bauksit, opsi penutupan usaha bauksit tak terhindarkan

JAKARTA — Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan kebijakan penghiliran bauksit tak main-main. Larangan ekspor bakal tetap berjalan meskipun smelter atau fasilitas pemurnian dan pengolahannya belum memadai.

Rencana larangan ekspor bauksit diumumkan Presiden Joko Widodo pada akhir tahun lalu. Dia menyatakan kebijakan tersebut bakal berlaku mulai Juni 2023. Dengan harapan, terjadi penghiliran di dalam negeri sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Namun jumlah smelter hingga saat ini masih minim. Dalam keterangan pers mengenai moratorium ekspor bauksit pada 21 Desember 2022, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan baru ada empat smelter yang beroperasi. Total bauksit yang bisa diserap pabrik tersebut sebesar 27,41 juta ton dengan kapasitas produksi aluminium  4,98 juta ton. Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) mencatat rata-rata produksi bauksit sekitar 60 juta ton per tahun. 

Bahlil menuturkan kondisi tersebut tak akan membuat pemerintah mengundurkan pemberlakuan larangan ekspor. Menurut dia, penting untuk menjaga konsistensi kebijakan yang sudah dibuat. Terlebih, dengan penghiliran, Indonesia bakal dapat lebih banyak manfaat. 

Bahlil menyatakan para pengusaha bauksit bisa mengurangi produksi mereka, menyesuaikan dengan kondisi smelter yang ada. "Kalau sudah berproduksi, jual di dalam negeri, bangun kolaborasi dengan yang punya smelter," ujar dia.

Bisnis Pengusaha Bauksit Terancam Tutup

Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I, Ronald Sulistyanto, menyatakan larangan ekspor bauksit di tengah keterbatasan smelter bakal mematikan bisnis. "Terjadi gontok-gontokan (pengusaha bauksit) satu sama lain." 

Ronald menuturkan saat ini terdapat sekitar 30 produsen bauksit di dalam negeri. Tiap perusahaan rata-rata memiliki kemampuan sekitar 2 juta ton per tahun. Sedangkan kapasitas pabrik pengolahan bauksit saat ini, menurut catatannya, hanya sekitar 13 juta ton. 

Menurut Ronald, saat ini baru ada tiga fasilitas pengolahan bauksit yang beroperasi. Dua di antaranya merupakan smelter grade alumina dengan daya serap masing-masing 6 juta ton per tahun serta satu smelter chemical grade alumina dengan daya serap 1-1,5 juta ton per tahun. 

Saat kapasitas smelter lebih kecil dari volume produksi bauksit, Ronald menyatakan opsi penutupan usaha tak terhindarkan. Dia mengingatkan dampak pada tenaga kerja yang terlibat di sektor hulu bauksit. Di pertambangannya saja, dia mencatat terdapat 300-400 pekerja yang terlibat. 

Pemerintah menargetkan tambahan delapan smelter sebelum larangan ekspor bauksit berlangsung. Dengan begitu, bijih bauksit yang diproduksi di dalam negeri bisa terserap maksimal. Namun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan perkembangan pembangunan pabrik ini tak memuaskan. "Kemarin, saat berkunjung di lapangan, banyak yang masih berantakan. Smelternya tidak sesuai dengan apa yang dilaporkan," kata dia. 

Ronald sangsi bakal ada smelter tambahan yang beroperasi pada tahun ini. "Semua rata-rata progresnya baru sekitar 40 persen," tuturnya. Menurut dia, pembangunan smelter berisiko besar. Pendanaannya juga tak sedikit sehingga sulit terealisasi.

Menurut data Kementerian ESDM dalam paparan Capaian Kinerja 2022 dan Target 2023, jumlah proyek fasilitas pemurnian bauksit mencapai 12. Dari 12 smelter tersebut, hanya empat yang sudah beroperasi dengan total kebutuhan bauksit 13,88 juta ton per tahun. Adapun tujuh smelter masih dalam pembangunan dengan progres 32,39-58,55 persen. Sedangkan satu smelter lagi pembangunannya baru 23,67 persen.  

Smelter grade alumina siap diekspor ke Tiongkok dari pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit menjadi alumina di Kendawangan, Ketapang, Kalimantan Barat. ANTARA/Panji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu smelter yang sudah beroperasi adalah milik PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW). Perusahaan pembuatan logam dalam bentuk pengolahan dan pemurnian biji bauksit menjadi alumina (smelter grade alumina) ini telah menyelesaikan line kedua pada akhir tahun lalu sehingga memperbesar kapasitas produksi menjadi 2 juta ton alumina per tahun. Pada 2021, total produksi WHW mencapai 1 juta ton.

“Untuk memproduksi 2 juta ton alumina, kami membutuhkan bahan baku bauksit sebanyak 5,5-8 juta ton per tahun,” kata Head of Corporate Communication WHW, Suhadi Basri, kemarin.

Jika Larangan Ekspor Tetap Dilaksanakan 

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno, menilai perlu ada pelonggaran larangan ekspor jika kebijakan ini tetap dilaksanakan pada Juni mendatang. Kebijakan ini khususnya diberikan kepada para pengusaha pertambangan mineral yang belum bisa menyelesaikan smelternya. Dia termasuk yang pesimistis bakal ada tambahan smelter yang beroperasi dalam waktu dekat. 

Pelonggaran yang dimaksudkan Eddy berupa tambahan beban ekspor untuk para pengusaha. "Perusahaan tetap diberi akses untuk melakukan ekspor, tapi ada tambahan pajak ekspornya," kata dia. Dengan catatan, pemerintah tegas mengawasi kemajuan pembangunan smelter yang sudah diwajibkan dengan menentukan target capaian tertentu. Jika target progres pembangunannya tidak tercapai, tutur Eddy, ekspor perlu dihentikan. 

Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, pun menilai perlu ada pertimbangan ulang untuk larangan ekspor saat kapasitas smelter belum memadai. "Lebih baik menaikkan bea keluar atau pajak ekspor," ujarnya. Opsi ini juga bisa mengurangi risiko Indonesia kembali digugat di World Trade Organization (WTO) karena melarang total ekspor komoditas. Indonesia sendiri saat ini termasuk enam besar produsen bauksit dunia. 

VINDRY FLORENTIN|RIRI RAHAYUNINGSIH | ASEANTY PAHLEVI | KODRAT

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Vindry Florentin

Vindry Florentin

Lulus dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran tahun 2015 dan bergabung dengan Tempo di tahun yang sama. Kini meliput isu seputar ekonomi dan bisnis. Salah satu host siniar Jelasin Dong! di YouTube Tempodotco

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus