Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ketika Dahlan Terpaksa Melunak

Menteri BUMN Dahlan Iskan akhirnya mencabut beleid kontroversial itu. Usul interpelasi tak berlanjut.

28 Mei 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ISTANA Kepresidenan sudah bersolek, Selasa sore pekan lalu, siap menyambut kedatangan Presiden Portugal Anibal Antonio Cavaco Silva. Sekitar sejam sebelum tamu negara tiba, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih merampungkan agendanya. Dua pejabat dipanggil: Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan dan Ketua Komite Ekonomi Nasional Chairul Tanjung.

”Mendiskusikan mobil listrik,” kata Dahlan, keesokan harinya, tentang pertemuan itu. Pembicaraan ”enam mata” itu, menurut sumber Tempo, membahas beberapa topik. Mobil listrik diperbincangkan sebagai salah satu alternatif pengganti moda berbahan bakar minyak. Tapi ada pula pembicaraan tentang perkembangan dan masalah yang terjadi di BUMN.

Sepak terjang Dahlan kembali menjadi sorotan dan memunculkan usul interpelasi dari Dewan Perwakilan Rakyat. Gara-garanya, ia menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 236 pada November 2011, yang mendelegasikan sebagian kewenangan dan memberi kuasa kepada direksi, dewan komisaris, dan pejabat eselon I di lingkungan Kementerian BUMN.

Interpelasi alias hak mengajukan pertanyaan itu diteken 38 politikus Senayan dari partai pendukung pemerintah dan oposisi. Intinya, menurut Lily Asdjudiredja, anggota Komisi BUMN dari Golkar, keputusan menteri dinilai menabrak Undang-Undang Nomor 19/2003 tentang BUMN dan Undang-Undang Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Salah satunya karena direksi perusahaan pelat merah berwenang menjual atau memindahkan aset perusahaan.

Politikus Senayan sudah berulang kali mendesak Menteri BUMN agar mencabut atau membatalkan keputusan tersebut. Dahlan tak menghiraukan. Ia malah mengusulkan Dewan meminta fatwa hukum ke Mahkamah Agung.

Belakangan, ketegangan muncul pula di kabinet gara-gara pergantian beberapa direktur PT Pertamina (Persero), 18 April lalu. Pengangkatan direktur itu dilakukan tanpa melalui proses Tim Penilai Akhir. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik kabarnya memprotes Presiden. Sebagai menteri teknis, ia merasa dilewati.

Jero Wacik tak mau banyak komentar ketika ditanya tentang gesekan dalam pemilihan direksi Pertamina. ”Kata siapa?” ujarnya kepada Bernadette Christina dari Tempo. Begitu pula dengan Dahlan. ”Saya masih SMS-an sama Pak Jero,” katanya.

Senin pekan lalu, Dahlan tiba-tiba melunak. Dia mengeluarkan surat edaran yang menunda pelaksanaan pencabutan Keputusan Menteri Nomor 236. Menteri BUMN memang sempat mencabut Keputusan Menteri Nomor 236 pada 13 April lalu, lantas menggantinya dengan tiga surat keputusan—Nomor 164, 165, dan 166—yang secara prinsip sebenarnya sama.

Dalam surat edaran kali ini, Dahlan meminta semua perusahaan pelat merah menunda penerapan ketiga SK itu karena ada beda tafsir. Penundaan itu, kata dia, boleh diartikan sebagai pencabutan. Hal ini dilakukan untuk menghindari polemik berkepanjangan yang bisa mengganggu aksi korporasi dan pencapaian tujuan BUMN. Dahlan memahami hal ini sebagai proses politik yang memerlukan kompromi.

Sekretaris Sekretariat Gabungan partai pendukung pemerintah Syarief Hasan berperan membendung interpelasi. Syarief, yang juga Menteri Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah, bergerilya supaya interpelasi gagal. Sejauh ini Golkar dan PKS telah mencabut dukungan.

Selasa malam dua pekan lalu, semua ketua fraksi dan ketua kelompok komisi BUMN di DPR anggota Sekretariat Gabungan berkumpul. Pertemuan digelar di kediaman Syarief di kompleks perumahan menteri Widya Chandra, Jakarta Selatan. Dahlan, yang sedang dipanggil Presiden Yudhoyono ke Puri Cikeas, mengutus wakilnya, Mahmudin Yasin.

Pertemuan Sekretariat Gabungan menghasilkan tiga butir kesepakatan. Pertama, Keputusan Nomor 236 dicabut. Kedua, SK 164, 165, dan 166 tidak diberlakukan. Ketiga, kebijakan yang telah dibuat, yang mengacu pada beleid tersebut, otomatis batal. Termasuk penjualan aset PT Djakarta ­Lloyd (Persero), yang cuma dilakukan dengan persetujuan komisaris. ”Kami minta dibatalkan. Itu keputusan yang disepakati malam itu,” kata Syarief.

Retno Sulistyowati, Sundari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus