Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengapa Kinerja Keuangan Indofarma Semakin Memburuk

Kinerja Indofarma kian terpuruk setelah masa pandemi Covid-19 berakhir. Membebani holding BUMN farmasi. 

2 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Indofarma terus merugi sehingga kesulitan membayar gaji karyawan.

  • Bio Farma selaku induk holding BUMN farmasi memberikan pinjaman kepada Indofarma.

SUDAH lima bulan Meida Wati tak mendapat gaji utuh. Bahkan, kata Ketua Umum Serikat Pekerja PT Indofarma Tbk itu, gaji kerap telat cair dan baru dibayarkan setelah para pegawai berunjuk rasa. “Untuk mendapatkan tunjangan hari raya pun kami harus berunjuk rasa dulu,” ujarnya kepada Tempo, Selasa, 28 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meida, yang sudah 20 tahun bekerja di Indofarma, bercerita, pada Januari 2024, gaji yang diterima lebih dari seribu karyawan hanya 50 persen dari yang seharusnya. Bulan berikutnya, hanya 60-90 persen yang diterima. “Kami dibayar bertingkat sesuai dengan golongan,” tuturnya. Karena itu, banyak pekerja Indofarma yang mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lantaran persoalan ini pula dalam lima bulan terakhir Serikat Pekerja Indofarma sudah tiga kali berdemonstrasi. Aksi pertama dilakukan di depan kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara pada 31 Januari 2024. Aksi berlanjut pada 4-5 April di kantor pusat Indofarma dan di Kantor Staf Presiden pada 6 Mei. Hasilnya, gaji dan tunjangan hari raya akhirnya dibayarkan. 

Meski tak mendapatkan hak, Meida mengungkapkan, para pekerja masih diwajibkan bekerja agar tidak mendapat sanksi sesuai dengan aturan kantor. Walhasil, “Kami galau, antara semangat dan enggak semangat,” ucapnya. Kondisi kian parah karena pabrik Indofarma tidak beroperasi penuh lantaran hanya berproduksi jika ada proyek tertentu. 

Masalah gaji pekerja hanya satu dari sekian banyak dampak memburuknya kondisi keuangan Indofarma. Dalam laporan keuangan kuartal III 2023, Indofarma mencatatkan kerugian Rp 191,7 miliar, naik dari Rp 183 miliar pada kuartal III 2022. Akibatnya, terjadi akumulasi defisit Rp 807,99 miliar pada triwulan III 2024. Laporan itu juga menunjukkan Indofarma merugi Rp 188,6 miliar dalam aktivitas operasi, yang menimbulkan keraguan terhadap kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan usaha. 

Karena masalah ini, PT Bio Farma (Persero) selaku induk holding badan usaha milik negara sektor farmasi harus turun tangan. Bio Farma memberikan pinjaman agar Indofarma dan anak-anak usahanya masih dapat memenuhi kewajiban keuangan pada saat jatuh tempo. Jumlah utang pemegang saham jangka pendek pada 30 September 2023 mencapai Rp 199 miliar, sementara utang pemegang saham jangka panjang sebesar Rp 414,66 miliar. Sebagian dana dari Bio Farma digunakan untuk membayar gaji pegawai hingga akhir 2023. 

Tahun ini, pembayaran gaji pekerja Indofarma kembali seret karena tak ada lagi pinjaman Bio Farma. “Sekarang dibatasi. Bio Farma enggak bisa lagi menggelontorkan uang kepada Indofarma, makanya terlambat di pembayaran gaji,” kata staf khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara, Arya Sinulingga, seperti dilansir Antara pada Rabu, 22 Mei 2024. 

Kementerian BUMN melihat Bio Farma memang tidak bisa menyuntik Indofarma terus-menerus. Sebab, keuangan Bio Farma bisa jadi ikut terganggu. Meski begitu, Bio Farma masih mendukung pembiayaan operasional Indofarma jika mendapat kontrak baru. Di sisi lain, Indofarma masih menghadapi proses penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU.

Menurut Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja BUMN Kesehatan Ridwan Kamil, kondisi tersebut semestinya tidak menghalangi pemenuhan hak karyawan. “Perusahaan, holding, dan Kementerian BUMN silakan saja mengatakan tunggu PKPU, tapi perhatikan karyawan yang butuh makan dan melangsungkan hidup,” ujar Ridwan, yang telah 25 tahun bekerja di Indofarma. 

Karena itu, para pegawai bersiap melayangkan somasi kepada Indofarma dan Bio Farma. Mereka menuntut perusahaan pelat merah tersebut menunaikan kewajiban kepada para pegawai. “Sudah kami siapkan bukti-bukti,” ucap kuasa hukum Serikat Pekerja Indofarma, Sutisna.

•••

INDOFARMA menuai sorotan setelah Badan Pemeriksa Keuangan menemukan penyimpangan berindikasi tindak pidana dalam pengelolaan keuangan perseroan dan anak usahanya. Temuan tersebut menunjukkan indikasi kerugian negara Rp 371,83 miliar. Ridwan Kamil, yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Serikat Pekerja Indofarma, mengatakan temuan itu hanya satu dari sekian banyak masalah yang memperburuk keuangan perusahaan. 

Menurut Ridwan, bisnis Indofarma justru tersendat setelah holding BUMN farmasi terbentuk. Sejak pembentukan holding, fokus bisnis Indofarma dipersempit. Sebelumnya Indofarma memproduksi obat generik, seperti glibenclamide yang selama ini menjadi alternatif bagi pengidap penyakit diabetes. Setelah berada di bawah holding, Indofarma berfokus pada bisnis alat kesehatan dan obat herbal. “Farmasi yang menjadi core bisnis kami justru ditinggalkan,” tuturnya. 

Ridwan mengatakan penurunan kinerja keuangan Indofarma terjadi sejak lima tahun ke belakang. Pada 2019, Indofarma masih membukukan laba Rp 7,9 miliar. Setahun kemudian, labanya menipis menjadi Rp 27 juta, bertepatan dengan pembentukan holding BUMN farmasi dan terjadinya pandemi Covid-19. Setelah itu, Indofarma belum pernah lagi mencatatkan laba. Kewajiban perusahaan pun membesar, berbanding terbalik dengan nilai ekuitas yang terus turun. 

Kondisi berbeda dialami Bio Farma dan PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Dalam prognosis pada pertengahan tahun lalu, Bio Farma masih bisa mencetak laba pada 2023 kendati nilainya mulai menurun. Sedangkan Kimia Farma dapat mencetak laba hingga 2021 kendati kembali membukukan rugi bersih pada 2022 dan kuartal III 2023.

Menurut Ridwan, kondisi yang dialami Indofarma patut menjadi sorotan lantaran kebanyakan perusahaan kesehatan mendulang cuan ketika terjadi pandemi Covid-19. Di masa pandemi, Indofarma memang mencatatkan kenaikan angka penjualan alat kesehatan dan obat Covid-19. Namun ternyata tidak semua produk itu terserap di pasar sehingga terjadi kerugian. Begitu pandemi mereda, kondisi perusahaan makin tertekan. Sebab, tingkat penjualan produk penanganan Covid-19 merosot, sementara produk lain tak bertumbuh pesat.

Kondisi ini, Ridwan menambahkan, membuat kerugian perusahaan membengkak. “Ditambah lagi utang menumpuk dan piutang anak perusahaan yang tidak dibayar,” ujarnya. Di tengah persoalan ini, manajemen Indofarma memutuskan memangkas rencana kerja dan anggaran perusahaan pada 2024, dari Rp 500 miliar menjadi Rp 250 miliar. Indofarma juga hanya mengerjakan kontrak berbasis proyek untuk menghindari risiko kerugian. 

Tempo berupaya meminta tanggapan Direktur Utama Indofarma Yeliandriani, Direktur Utama Bio Farma Shadiq Akasya, dan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo. Namun, hingga laporan ini ditulis, tak kunjung ada tanggapan. Sedangkan staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, hanya mengatakan, “Masih menunggu PKPU selesai.”

Persoalan Indofarma kini disoroti Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota komisi bidang BUMN DPR, Amin Ak, mengatakan “penyakit” Indofarma berpotensi menular ke Bio Farma selaku induk holding BUMN farmasi. Menurut dia, pemerintah harus segera mengubah operasi Indofarma dan merestrukturisasi keuangannya. “Potensi bisnis Indofarma dalam pengembangan obat-obatan herbal sangat baik,” katanya.

Peneliti BUMN dari Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Toto Pranoto, mengatakan masalah yang harus ditangani antara lain pengelolaan inventori Covid-19 yang tidak cukup baik, juga buruknya tata kelola perusahaan. Menurut dia, status Indofarma sebagai anggota holding BUMN farmasi akan mempengaruhi kinerja anggota holding yang lain. “Bio Farma sebagai induk holding kinerjanya lebih stabil, tapi dalam jangka panjang juga akan terpengaruh." 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Ghoida Rahmah berkontribusi dalam artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Pagebluk Usai, Masalah Berantai". 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus