Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD resmi ditunjuk sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) Ganjar Pranowo, dalam pemilihan presiden atau Pilpres 2024. Penunjukkan tersebut dideklarasikan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Calon wakil presiden yang akan mendampingi Pak Ganjar Pranowo adalah Bapak Prof. Dr. Mahfud MD,” kata Megawati dalam deklarasi yang digelar di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu, 18 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Megawati mengatakan Mahfud MD adalah sosok intelektual dan berpengalaman dalam pemerintahan. Selain itu, Mahfud bukanlah sosok asing karena pernah menjadi anggota Dewan Pembina Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Bahkan, Megawati mengungkapkan bahwa dia mengetahui jalan berpikir Mahfud MD.
Selain itu, Megawati juga menilai Mahfud MD adalah sosok intelektual yang mumpuni dalam masalah hukum. Mahfud, kata Megawati, sosok berpengalaman lengkap di lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. “Dikenal rakyat sebagai pendekar hukum dan pembela wong cilik,” kata Megawati.
Sebelum menjabat sebagai Menko Polhukam, Mahfud MD adalah Ketua Mahkamah Konstitusi dan Hakim Konstitusi periode 2008-2013. Selain itu, Mahfud juga saat ini menjabat sebagai Ketua Komite Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU.
Dengan jabatan tersebut, Mahfud membongkar aliran transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp 349 triliun pada akhir Maret 2023 lalu. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi III DPR pada Rabu, 29 Maret 2023, ia membeberkan transaksi mencurigakan yang terjadi pada 2009-2023 tersebut satu per satu.
Ungkap Modus dalam Transaksi Mencurigakan
Sebagai Ketua Komite Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Mahfud menyebutkan ada tujuh model yang diduga digunakan dalam transaksi keuangan tersebut. modus pertama yang ditemukan adalah kepemilikan saham pada perusahaan atas nama keluarga.
Mahfud mencontohkan modus ini ditemukan dalam kasus pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo. “Dia laporannya sedikit, rekeningnya sedikit. Tapi istrinya, anaknya, perusahaannya, itu patut dicurigai,” kata Mahfud saat rapat di Gedung DPR, Rabu, 29 Maret 2023.
Modus kedua yang ditemukan, kata Mahfud, adalah kepemilikan aset berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak yang diatasnamakan pihak lain atau disimpan di tempat lain. Modus ketiga yakni membentuk perusahaan untuk mengelola hasil kejahatan sebagai upaya agar keuntungan perusahaan itu dianggap sah.
Modus keempat, kata Mahfud, adalah penerimaan hibah barang tidak bergerak hasil kejahatan tanpa dilengkapi dengan akta hibah. “Misalnya saya disuap Rp 5 miliar, dikirim ke ayah saya, lalu ayah saya disuruh bikin hibah,” kata dia.
Selanjutnya: Adapun modus kelima adalah menggunakan rekening...
Adapun modus kelima adalah menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan. Modus keenam adalah transaksi pembelian barang fiktif. Mahfud menjelaskan transaksi dilakukan dengan melakukan pembayaran, namun barang tidak pernah dikirimkan. Modus terakhir, kata Mahfud, adalah menyimpan harta hasil kejahatan dalam safe deposit box atau tempat lainnya.
Mahfud juga mengatakan transaksi mencurigakan di Kemenkeu ini terbagi dalam tiga kategori berbeda. Pertama adalah transaksi yang dilakukan pegawai Kementerian Keuangan. Kedua, transaksi yang melibatkan pegawai Kemenkeu. Ketiga, transaksi yang terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal. Adapun masing-masing kategori transaksi tersebut bernilai, Rp 35 triliun, Rp 53 triliun, dan Rp 260 triliun.
“Jadi jumlahnya Rp 349 triliun fiks, nanti kami tunjukkan suratnya,” kata Mahfud, Rabu, 29 Maret 2023.
Transaksi Janggal Bukan Uang Negara
Mahfud MD menegaskan bahwa transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun yang terjadi di Kemenkeu tersebut bukan uang negara. Selain itu, Mahfud menyebut transaksi mencurigakan itu juga ada kemungkinan bukan cuma dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan.
“Sekali lagi, itu tidak selalu berkaitan dengan pegawai di Kementerian Keuangan. Itu mungkin yang ngirim siapa ke siapa, dan seterusnya, dan itu mungkin bukan uang negara,” ujar Mahfud di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin, 20 Maret 2023.
Mahfud menduga aliran janggal tersebut adalah hasil tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Selain itu, dia juga menduga ada pihak luar yang terlibat dalam TPPU ini.
Menurut dia, modus TPPU yang terjadi ada kemungkinan dilakukan dengan membentuk perusahaan cangkang dan mengelola hasil kejahatan sebagai upaya agar keuntungan hasil operasional perusahaan itu menjadi sah, kemudian menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan.
“Jadi jangan langsung berasumsi ‘wah, Kementerian Keuangan korupsi Rp 349 triliun’, enggak! Ini transaksi mencurigakan dan banyak melibatkan orang luar, orang yang punya sentuhan-sentuhan dengan, mungkin, orang Kementerian Keuangan,” kata Mahfud.
Guna menyelidiki transaksi mencurigakan berjumlah besar tersebut, Komite Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan TPPU menggelar pertemuan pada Senin, 10 April 2023. Rapat bersama tersebut dilakukan di kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK.
Pertemuan ini dihadiri oleh Mahfud sebagai ketua komite, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai wakil ketua, Sri Mulyani Indrawati sebagai anggota Komite, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebagai anggota Komite, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana sebagai anggota Komite, dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar sebagai anggota, serta sejumlah pejabat eselon I Kementerian/Lembaga yang tergabung dalam Komite Nasional TPPU.
Selanjutnya: Mahfud menjelaskan tidak ada perbedaan data ...
Mahfud menjelaskan tidak ada perbedaan data antara yang disampaikan oleh dirinya di Komisi III DPR pada 29 Maret 2023 dengan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani di Komisi XI DPR pada 27 Maret 2023.
“Karena sumber data yang disampaikan sama, yaitu data agregat laporan hasil analisis (LHA) PPATK tahun 2009-2023,” kata dia.
Terlihat berbeda karena cara klasifikasi dan penyajian datanya yang berbeda. Keseluruhan LHA/ LHP (laporan hasil pemeriksaan) mencapai 300 surat dengan total nilai transaksi agregat Rp 349 triliun. Mahfud mencantumkan semua LHA/ LHP yang melibatkan pegawai Kemenkeu, baik LHA/ LHP yang dikirimkan ke Kemenkeu, maupun yang dikirimkan ke aparat penegak hukum (APH) yang terkait dengan pegawai Kemenkeu, dengan membaginya menjadi 3 klaster.
“Sedangkan Kementerian Keuangan hanya mencantumkan LHA/ LHP yang diterima, tidak mencantumkan LHA/ LHP yang dikirimkan ke APH yang terkait pegawai Kemenkeu,” tutur Mahfud.
Dari 300 LHA dan LHP yang diserahkan PPATK sejak 2009-2023 kepada Kemenkeu maupun Aparat Penegak Hukum, sebagian sudah ditindaklanjuti dan sebagian lagi dalam proses penyelesaian oleh Kemenkeu maupun APH.
Mahfud pun menuturkan Komite TPPU akan segera membentuk tim gabungan/ satgas yang akan melakukan supervisi untuk menindaklanjuti keseluruhan LHA/ LHP nilai agregat sebesar Rp 349 triliun dengan melakukan case building (membangun kasus dari awal). Tim Gabungan/Satgas akan melibatkan PPATK, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Bareskrim Polri, Pidsus Kejagung, Bidang Pengawasan OJK, BIN, dan Kemenko Polhukam.
"Komite akan melakukan case building dengan memprioritaskan LHP yang bernilai paling besar karena telah menjadi perhatian masyarakat. Dimulai dengan LHP senilai agregat Rp 189 triliun," ucap Mahfud MD.
Meski begitu, rencana pembentukan Satgas atas usulan Mahfud Md tersebut dinilai tidak perlu oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni. Menurut dia, Komite TPPU itu seharusnya mendalami hasil analisis transaksi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Satgas enggak perlu, buang-buang waktu sistemnya. Strukturnya sama, buat apa mending yang dimaksimalkan (Komite TPPU),” kata dia usai rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta Pusat, pada Selasa, 11 April 2023.
RADEN PUTRI | ADIL AL HASAN | EKA YUDHA SAPUTRA | JULNIS FIRMANSYAH | MOH KHORY ALFARIZI