Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP bekerja sama dengan World Wildlife Foundation atau WWF fokus mendorong pengelolaan sumber daya budidaya udang windu berkelanjutan untuk membangkitkan usaha komoditas tersebut sejak dua dekade terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saat ini ada anggapan bahwa akuakultur ini menjadi penyebab menurunnya kelestarian sumberdaya ikan. Ini disebabkan karena eksploitasi sumber induk dan benih yang berasal dari alam," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, 16 Agustus 2018. Seraya menegaskan bahwa mulai saat ini eksploitasi sumber induk dan benih dari alam harus dihentikan.
Menurut Slamet Soebjakto, upaya yang dilakukan yakni mendorong pemuliaan induk melalui "breeding program". Ia mengingatkan bahwa saat ini terdapat "broodstock center" khusus udang windu di BBPBAP Jepara dan BPBAP Takalar yang akan didorong untuk menghasilkan induk-induk unggul dan SPF atau Spesifik Pathogen Free.
"Sebagai komoditas unggulan asli Indonesia, udang windu memiliki nilai ekonomis penting, sehingga eksistensinya harus dipertahankan sebagai bagian dari plasma nutfah Indonesia," katanya.
Oleh karena itu, ujar dia, dalam pengelolaan udang windu harus mempertimbangkan kesesuaian lokasi dan konservasi sumber daya udang windu khususnya induk-induk dari alam.
KKP bersama WWF telah melakukan percontohan implementasi budidaya berbasis ekosistem (Ecosystem Approach for Aquaculture/EAA) di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, dengan menggandeng PT. Bomar sebagai eksportir udang windu, di mana nantinya percontohan ini akan menjadi rujukan bagi penerapan EAA di seluruh Indonesia.
Direktur Marine and Fisheries WWF, Wawan Ridwan dalam keterangannya menyatakan menyambut gembira atas komitmen KKP dalam mendorong pengelolaan akuakultur secara bertanggung jawab, terlebih udang windu merupakan udang endemik dan menjadi keragaman plasma nutfah Indonesia.
Ditambahkannya, ada hak ekologi terkait sumberdaya udang windu ini, di mana Indonesia bertanggungjawab menjamin kekestarian sumberdaya udang windu ini, artinya jika udang windu punah, maka negara lain bisa menuntut Indonesia.
"Kita sering terlena dan merasa bahwa sumberdaya ini tidak tak terbatas, sehingga pertimbangan 'carrying capacity' terabaikan. Inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan stok, imbasnya tidak ada jaminan ketersediaan bagi lintas generasi," jelas Wawan.
Sebagai gambaran tahun 2016 produksi nasional udang windu mencapai 150.860 ton atau sekitar 20,99 dari total produksi udang nasional naik sebesar 18,2 persen dibanding tahun 2015 yang mencapai 127.627 ton.
Baca berita tentang KKP lainnya di Tempo.co.