Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Surplus produksi beras terjadi karena musim hujan turun lebih awal.
Pemerintah diminta menyiapkan beras untuk operasi pasar.
Luas sawah pada musim tanam Oktober 2020-Maret 2021 meningkat.
JAKARTA — Sejumlah pihak yakin stok beras nasional hingga akhir tahun ini aman, sekalipun tidak ada impor. Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras, Sutarto Alimoeso, berujar, berdasarkan penghitungan dan laporan dari pedagang di pasar serta stok di penggilingan, stok beras untuk konsumsi masyarakat aman. Terlebih, saat ini permintaan sedang lesu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Seharusnya pasokan hingga akhir tahun cukup dan tahun ini sepertinya tidak perlu impor," tutur Sutarto kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanya, ia mengingatkan, jangan sampai pada akhir tahun ini dan awal tahun depan pemerintah tidak siap dengan kemungkinan operasi pasar beras. Apabila pemerintah tidak siap dengan operasi pasar, menurut ia, akan ada pihak yang memanfaatkan situasi.
Sutarto mengungkapkan, jumlah stok Bulog secara keseluruhan cukup, terlebih ada surplus dari hasil tanam periode Oktober 2020-Maret 2021 sebesar 3,8 juta ton. "Pemerintah harus punya stok sebanyak 400-500 ribu ton untuk melakukan operasi pasar bila terjadi pergerakan harga," tutur Sutarto.
Ketua Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Said Abdullah, menuturkan, asalkan tidak ada peristiwa yang memberatkan, seperti serangan hama atau kekeringan, pasokan beras aman untuk kebutuhan dalam negeri. Said juga meminta pemerintah memastikan tidak ada pihak yang menimbun beras dalam jumlah besar.
Petani menjemur gabah di Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 24 Maret 2021. TEMPO/Prima Mulia.
Sejauh ini, ia menilai hasil panen musim pertama cukup baik. Selanjutnya, pada musim kedua relatif tidak ada gangguan. "Usul kami, pemerintah pusat dan daerah bergerak untuk mengamankan cadangan pangan nasional dan daerah daripada ditimbun pengusaha," tutur Said.
Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Ismail Wahab, mengatakan surplus produksi beras terjadi karena pada musim tanam pertama tahun lalu hujan turun lebih awal karena La Nina. Dampaknya, musim tanam petani yang biasanya jatuh pada November-Desember menjadi maju. Walhasil, musim panen jatuh pada Januari, yang biasanya pada periode ini pasokan beras berkurang.
"Pada kejadian kemarin, saking banyaknya hujan, terjadi penumpukan produksi. Selain itu, konsumsi menurun karena adanya PPKM," tutur Ismail.
Selain itu, Ismail memaparkan, data Kementerian mencatat luas lahan baku pada musim tanam Oktober 2020-Maret 2021 menembus 8 juta hektare. Biasanya, kata dia, pada musim ini luas lahan baku hanya 7,6-7,8 juta hektare. "Data luas tanam padi kami peroleh dari masing-masing provinsi dan beberapa daerah," kata dia.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, mengatakan Kementerian Perdagangan selalu mengawal ketersediaan stok dan stabilisasi harga di tingkat konsumen. Ia juga berpendapat, stok beras untuk konsumsi maupun untuk stok Bulog (iron stock) saat ini cukup, sehingga tidak perlu mengimpor.
Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Perdagangan sebelumnya telah membuka keran impor beras sebanyak 1 juta ton pada tahun ini. Rencana tersebut mendapat kritik publik.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan beras impor yang datang bakal digunakan sebagai iron stock Bulog. Ia pun memastikan beras impor tidak akan masuk ke Indonesia di tengah panen raya. Melihat kegaduhan tersebut, Presiden Joko Widodo kemudian tampil dan menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mengimpor beras hingga Juni 2021.
LARISSA HUDA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo