Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Hingga akhir 2021, peredaran peti kemas di seluruh dunia masih terganggu.
Pengusaha logistik di Tanah Air kesulitan mendapatkan peti kemas untuk pengiriman barang.
Minimnya pasokan peti kemas membuat ongkos pengiriman meningkat, namun permintaan tetap tinggi.
JAKARTA – Para penyedia jasa logistik kebingungan menampung lonjakan permintaan pengiriman barang di tengah kondisi kelangkaan kontainer. Wakil Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Bidang Rantai Pasok, Logistik Digital, dan e-Commerce, Trismawan Sanjaya, memperkirakan volume pemesanan barang akan naik 1,5 hingga 2 kali lipat dari masa reguler.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada saat yang sama, eksportir dan distributor barang masih kesulitan mendapatkan slot pengiriman. “Saat permintaan meningkat, tarif pengiriman logistik ternyata justru terus naik,” ucap Trismawan kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, sirkulasi peti kemas dunia yang terganggu oleh pandemi, hingga kini belum juga pulih. Sebagian besar kontainer kosong untuk ekspor masih tersangkut di berbagai pelabuhan pangkal (hub) asing, khususnya di Benua Eropa dan Amerika. “Kami di asosiasi sempat akan mengekspor barang dengan 150 kontainer ke Rusia, itu pun masih susah terealisasi sampai sekarang.”
Karena aturan mobilitas masyarakat di sejumlah negara belum selonggar di negara-negara Asia, pergerakan ekspor di berbagai pelabuhan di belahan bumi bagian barat masih tersendat. Impor yang meningkat di kawasan tersebut pun menjadi peluang bisnis baru bagi shipping line atau perusahaan pelayaran dari Asia dan sekitarnya. Penyedia kapal berbondong-bondong mengangkut barang dari Cina ke negara-negara Barat.
Peredaran kontainer berukuran 40 feet high cube (40 kaki) yang biasa dipakai untuk ekspor pun semakin minim di Indonesia. Akibatnya, tarif pengiriman ke Amerika Serikat yang normalnya US$ 11-12 ribu, kata Trismawan, kini melonjak hingga lebih dari US$ 25 ribu. Nilai itu masih bisa naik, mengikuti nilai kurs yang dipakai di negara penyedia jasa pelayaran.
Peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 15 Maret 2021. Tempo/Tony Hartawan
Meski begitu, karena daya beli yang tinggi di negara tujuan ekspor, Trismawan memastikan biaya pengiriman barang atau freighter setinggi apa pun masih disanggupi konsumen. Namun dana pengirimannya biasanya ditalangi dulu oleh para forwarder. “Itu yang sangat mahal, sangat menyerap modal kami.”
Anggota Dewan Pakar Asosiasi Logistik Indonesia, Harry Purwoko, membenarkan bahwa jasa layanan kontainer belum terkendali hingga ujung 2021. Padahal permintaan ekspor komoditas sumber daya alam, bahan baku manufaktur, serta barang jadi seperti garmen, terus meningkat. Hingga saat ini, kata dia, belum ada solusi jangka pendek yang efektif ihwal kelangkaan peti kemas. “Slot kontainer yang tersedia masih sedikit sekali,” ucapnya. “Eksportir akan kesulitan.”
Pada pertengahan bulan lalu, Badan Pusat Statistik mencatat nilai ekspor Indonesia selama Oktober 2021 mencapai US$ 22,03 miliar. Nilai yang naik 6,89 persen dibanding sebulan sebelumnya itu memecahkan rekor tertinggi dalam sejarah ekspor. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia selama sepuluh bulan pertama 2021 menembus US$ 186,32 miliar, naik 41,80 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Direktur Utama PT Samudera Indonesia Tbk, Bani Maulana Mulia, membenarkan tarif layanan kontainer belum akan turun seiring dengan kenaikan permintaan. “Tapi demand yang tinggi membuktikan bahwa pasar dapat menyerap tarif itu,” tuturnya.
Bani memastikan masih banyak slot pelayaran di perusahaannya yang tersedia untuk eksportir dalam negeri. Dengan 23 kapal, emiten berkode saham SMDR ini bisa mengangkut kargo hingga 1,5-2 juta unit ekuivalen dua puluh kaki (TEUs) per tahun, baik rute domestik maupun internasional. “Kami membuka layanan baru, menambah kapasitas dan slot, jadi permintaan selalu bisa ditangani.”
HENDARTYO HANGGI | YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo