Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Kritik Kenaikan PPN 12 Persen, Yayasan Konsumen Tekstil: Beban Pajak Konsumen Akhir Jadi 21,6 Persen

Direktur Eksekutif Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI) Ardiman Pribadi mengkritik rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Beban pajak konsumen akhir jadi 21,6 persen.

24 November 2024 | 17.57 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI) Ardiman Pribadi mengkritik rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Ia mengungkapkan, kenaikan pajak ini sepenuhnya akan dibebankan kepada konsumen akhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ardiman mengatakan, ketika PPN dikenakan 11 persen, pajak yang dibebankan kepada konsumen akhir sebenarnya mencapai 19,8 persen. Pasalnya, dalam rantai nilai tekstil yang panjang, setiap pembayaran pajak oleh setiap subsektor akan dibebankan kepada harga barang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jika PPN dinaikkan menjadi 12 persen, beban konsumen akhir menjadi 21,6 persen dari harga barang sebenarnya," ucap Ardiman melalui keterangan tertulis, Ahad, 24 November 2024.

Di tengah kondisi daya beli masyarakat yang sedang menurun, Ardiman khawatir kenaikan PPN ini akan berimbas kepada turunnya konsumsi tekstil masyarakat. Jika hal itu terjadi, ia menilai tujuan pemerintah mendongkrak pemasukan negara justru menjadi kontraproduktif. Sebab, turunnya konsumsi tekstil masyarakat akan mengakibatkan turunnya penjualan industri tekstil.

Alih-alih menaikkan PPN, Ardiman mengatakan pemerintah lebih baik memberantas impor ilegal untuk meningkatkan penerimaan negara. Berdasarkan data selisih perdagangan tekstil dan produk tesktil (TPT) di trade map 5 tahun terakhir, ia memperkirakan penerimaan negara hilang Rp 46 triliun. Nilai barang yang masuk tanpa membayar bea masuk, PPN, dan Pajak Penghasilan (PPh) mencapai US$ 7,2 miliar atau sekitar Rp 106 triliun.

“Asal impor ilegal diberantas, penerimaan negara dari TPT akan naik Rp 9 triliun per tahun tanpa harus menaikkan PPN,” kata Ardiman.

Pemberantasan importasi ilegal juga dinilai Ardiman akan menggairahkan kembali bisnis produksi TPT di Tanah Air. Dengan begitu, pabrik-pabrik tekstil akan meningkatkan utilisasi produksi dan menyerap tenaga kerja. Masyarakat yang bekerja dan berpenghasilan, kata dia, secara otomatis akan meningkatkan daya beli dan konsumsi. "Nah di sini baru pemerintah akan mendapatkan imbasnya di PPN," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus