Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

KSPN Minta Pemerintah Prioritaskan Industri Sandang untuk Kebutuhan Dalam Negeri

KSPN meminta agar pemerintah memperhatikan investor yang masuk ke industri tekstil di Indonesia agar bisa menyerap tenaga kerja.

16 Maret 2025 | 20.22 WIB

Seorang pekerja menyelesaikan pembuatan kaos di konveksi Sinergi Adv, Srengseng Sawah, Jakarta, Senin, 28 Oktober 2024. UMKM Sinergi Adv bertahan dengan penjualan atribut Pilkada 2024. Dengan memperkerjakan 400 karyawan, UMKM yang bergerak sejak 2012 di industri tekstil ini dapat memproduksi maksimal 500 ribu/pcs perbulan.  TEMPO/Ilham Balindra
material-symbols:fullscreenPerbesar
Seorang pekerja menyelesaikan pembuatan kaos di konveksi Sinergi Adv, Srengseng Sawah, Jakarta, Senin, 28 Oktober 2024. UMKM Sinergi Adv bertahan dengan penjualan atribut Pilkada 2024. Dengan memperkerjakan 400 karyawan, UMKM yang bergerak sejak 2012 di industri tekstil ini dapat memproduksi maksimal 500 ribu/pcs perbulan. TEMPO/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi meminta agar pemerintah memperhatikan investor yang masuk ke industri tekstil atau sandang di Indonesia agar bisa menyerap tenaga kerja, baik yang terdampak pemutusan hubungan kerja atau angkatan kerja. Menurut Ristadi, advokasi serikatnya dalam selama ini bukan sekadar ke korban pemutusan hubungan kerja, tapi mengupayakan ketahanan dan kemandirian sandang nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya mendengarkan pemerintah menyampaikan bahwa investasi baru, saya bersyukur. Tapi ada satu hal yang lebih prinsip bagi kamu, yaitu soal ketahanan sandang nasional,” kata Ristadi dalam keterangan video yang diterima Tempo, Sabtu, 15 Maret 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Wakil Ketua Gerakan Solidaritas Nasional itu meminta agar para investor yang masuk ke industri ini agar tidak memprioritaskan ekspor. Menurut dia, selama ini investor yang masuk justru mendahulukan ekspor daripada kebutuhan dalam negeri. 

“Mayoritas mereka adalah ekspor oriented, untuk ekspor dikirim peluang negeri, bukan untuk mencukupi kebutuhan sandang negara masyarakat kita. Itu harus menjadi perhatian dari pemerintah,” kata dia. 

Diketahui, aneka industri, termasuk tekstil di Indonesia belakangan memang banyak yang tumbang. Salah satunya menimpa PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Perusahaan tekstil yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah, ini telah dinyatakan tutup per 1 Maret 2025 dan telah memutus hubungan kerja terhadap puluhan ribu pegawai. 

PHK ini memang bukan barang baru. Pemutusan hubungan kerja massal setidaknya sudah terjadi sejak November 2024 yang dilakukan delapan. Misalnya PT Asia Pacific Fibers Tbk mem-PHK 2.500 karyawan. PT Bapintri mem-PHK 267 karyawan. PT Sanken Indonesia mem-PHK 459 karyawan. PT Danbi International mem-PHK 2.079 karyawan. Yamaha Music Indonesia mem-PHK 400 karyawan. PT Tokai Kagu Indonesia mem-PHK 195 karyawan.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan pemerintah Presiden Prabowo perlu menahan laju penurunan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. Khususnya setelah ada kasus PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex yang dinyatakan pailit lewat putusan Pengadilan Niaga Kota Semarang.

Masalah ini dianggap sebagai gambaran industri tekstil dalam negeri. Selain Sritex, Huda memaparkan perusahaan sektor TPT lainnya juga sudah banyak melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK. Tidak sedikit pula yang gulung tikar. “Artinya, kondisi ini sudah parah dan pemerintah nampaknya kehabisan ide untuk memberikan stimulus ke industri ini,” kata dia dihubungi Rabu, 30 Oktober 2024.

Padahal sumbangsih perusahaan TPT ke industri nasional cukup besar. Ia memaparkan porsi industri TPT terhadap PDB mampu mencapai 5,8 persen. Dalam hal penyerapan tenaga kerja pun cukup besar dengan basis pekerja paling banyak di Jawa Tengah. Jumlah pekerja di sektor TPT lebih dari 3,5 juta tenaga kerja.

Ilona Esterina berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Adil Al Hasan

Bergabung dengan Tempo sejak 2023 dan sehari-hari meliput isu ekonomi. Fellow beberapa program termasuk Jurnalisme Data AJI Indonesia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus