Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Lippo Karawaci Tbk menampik terlibat dalam perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Aset Lippo sebelumnya disebut-sebut turut disita dalam skandal BLBI yang meliputi 44 bidang tanah di Perumahan Lippo Karawaci, Kelapa Dua, Tangerang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tidak ada satu pun perusahaan Lippo, termasuk Bank Lippo, yang pernah meminta atau mendapatkan sekali pun atau satu sen pun, dana BLBI,” ujar Corpporate Communications Lippo Karawaci Danang Kemayang Jati dalam keterangannya, Jumat, 27 Agustus 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lahan yang disampaikan oleh pemerintah, kata Danang, adalah lahan yang sudah dimiliki secara hukum dan dikuasai oleh Kementerian Keuangan sejak 2001. Kepemilikan lahan ini berkaitan dengan adanya bantuan BLBI terhadap bank-bank yang diambil alih oleh pemerintah pada 1997 ketika krisis moneter terjadi.
Danang memastikan lahan tersebut sudah bukan lagi milik Lippo Karawaci. Namun ia mengatakan wajar bila aset yang dikonsolidasikan ada yang terletak di sekitar permukiman dan disebut sebagai Lippo Karawaci.
“Penyitaan lahan atau aset yang dikaitkan Lippo sebagai obligor dahulu atau sekarang, adalah sepenuhnya tidak benar. Karena aset itu sudah milik negara sejak 2001,” kata Danang.
Danang mengatakan Lippo mendukung program pemerintah yang mengkonsolidasikan aset-aset tertentu oleh Kementerian Keuangan dan Satgas BLBI.
Pemerintah sebelumnya mengambil alih hak penguasaan 49 bidang tanah seluas 5,2 juta meter persegi milik obligor maupun debitur penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Salah satu aset yang disita pemerintah adalah aset properti di Lippo Karawaci, Tangerang, dengan luas sekitar 25 hektare.
Adapun tanah di sana memiliki harga sekitar Rp 2 juta per meter persegi. "Jadi kalau 25 hektare, ini triliunan," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Kasus BLBI bermula dari krisis keuangan pada periode 1997-1999. Krisi tersebut, ujar Sri Mulyani, membuat perbankan mengalami kesulitan. Akhirnya, pemerintah dipaksa melakukan blanket guarantee kepada seluruh perbankan.
Dalam situasi krisis tersebut, Sri Mulyani mengatakan banyak bank mengalami penutupan, merger, atau akuisisi. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, BI pun memberikan BLBI kepada bank yang mengalami kesusahan.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | CAESAR AKBAR