Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rombongan Juru Sita dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta 1 mendatangi rumah Andri Tedjadharma pada Selasa pagi, 27 Agustus 2024 lalu. Rumah permanen di atas tanah sekitar 2 ribu meter persegi tersebut disita Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama Andri sebagai pemegang saham Bank Centris Internasional, kerap disebut Satgas sebagai obligor BLBI atau orang yang bertanggung jawab atas kewajiban utang kepada negara. Hal yang dibantah tegas oleh pria berusia 67 tahun itu. “Saya bukan pengemplang BLBI,” ucapnya berulang kali saat ditemui di kantornya, Jumat, 13 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumah pribadi adalah aset terkini yang disita dan bahkan telah dilelang, begitupun kantornya saat ini. Ia mengaku khawatir aset lain seperti saham, duit, mobil bakal jadi target selanjutnya. Ia mengklaim tidak pernah menjaminkan aset pribadi dalam kasus BLBI.
Andri mengaku berang karena lebih dari 20 tahun namanya disebut sebagai penanggung utang. Menurut dia tuduhan tersebut tidak terbukti, karena pada 9 Januari 1998, Bank Indonesia membuat perjanjian jual beli promes dengan jaminan dengan akte No. 46, dan bukan perjanjian utang. Apalagi menurut data yang dipegang Andri, Bank Indonesia tidak membayarkan dengan cara memindahbukukan ke rekening Bank Centris Internasional No. 523.551.0016, seperti yang tertulis pada Akta tersebut. Tetapi perjanjian jual beli barang yang disebut Promes.
Karena itu, Andri dan kuasa hukumnya juga menggugat Kementerian Keuangan dan BI. Namun menurut dia, sidang lanjutan gugatan pada Juli 2024 lalu belum membuahkan hasil sampai saat ini.
Selanjutnya baca: Respons Ketua Satgas BLBI
Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban tidak merespons upaya konfirmasi dan pertanyaan terkait bantahan Andri. Adapun tugas penagihan satgas akan selesai pada akhir tahun ini.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan I Suahasil Nazara mengatakan penyelesaian hak tagih negara atas dana BLBI masih akan terus berjalan. Anak buah Sri Mulyani itu mengatakan tahun depan ada hak tagih negara yang masih perlu dikejar sebesar Rp2 triliun.
BLBI adalah dana yang dikucurkan oleh Bank Indonesia kepada bank umum pada saat krisis moneter tahun 1997-1998. Sri Mulyani mengatakan saat itu negara harus melakukan penalangan atau bail out terhadap kondisi yang terjadi.
Dilansir dari laman Kementerian Keuangan, disebut penyelesaian dilakukan lewat pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Badan tersebut menyuntikkan dana atau menanggung kewajiban dari bank-bank yang terlilit krisis. Akhirnya banyak dari utang yang ditanggung oleh BPPN tidak bisa direalisasikan sepenuhnya, meninggalkan beban utang besar kepada negara hingga pemerintah membentuk satgas untuk memastikan pengembalian hak tagih pada 2021.