SETELAH kira-kira satu tahun, perusahaan Amerika Van Camp jadi juga dibeli oleh Management Trust Company (Mantrust). Harganya 300 juta dolar AS. "Kita sekarang sedang menunggu izin pemerintah Amerika," ujar Tegoeh Soetantyo. Bos Mantrust yang berusia 70 tahun itu masih bersemangat mencari terobosan baru, dalam upaya memasarkan ikan tuna ke mancanegara. Van Camp itu tergolong nomor dua di AS, tetapi akhir-akhir ini sulit mendapatkan bahan bakunya: ikan tuna. Mantrust, yang bergerak di bidang agrobisnis, khususnya industri makanan dalam kaleng itu, lantas masuk. Dibelinya Van Camp, yang punya pabrik pengalengan ikan di Samoa dan Puerto Rico. Semua dananya dari luar negeri, antara lain dari bank di Swiss. Agunannya Van Camp itu sendiri. Menurut Soetantyo, utang itu akan dibayar dari keuntungan Van Camp. Sedangkan usaha baru itu diperkirakan kembali modal 10 tahun mendatang. Manajemen tetap jalan sebagaimana sekarang, tetapi Soetantyo akan menempatkan beberapa orang kepercayaannya di sana. Kalau sudah jalan, "Dengan sistem itu kita akan bisa mengekspor ikan tuna ke Amerika sedikitnya 200 juta dolar setahunnya," tutur Soetantyo di ruang kerjanya. Selama ini ikan tuna disuplai oleh PT Bali Raya, satu di antara 20 anak perusahaan Mantrust. Bali Raya, memang, semakin melimpah produksinya. Apalagi sejak awal tahun ini, perusahaan itu menjadi inti proyek PIR ikan tuna. Peserta plasmanya nelayan, yang dibekali paket kredit, antara lain, berupa kapal senilai Rp 70 juta yang digunakan oleh 12 nelayan. Untuk perluasan usaha, sekarang dibuka proyek percontohan di Maumere, yang melibatkan 150 nelayan dengan 30 kapal. Sedangkan kelak akan melibatkan sekitar 6 ribu nelayan, dengan investasi lebih dari Rp 50 milyar. Tiap nelayan bisa memperoleh penghasilan sekitar Rp 250 ribu sebulan, sudah dipotong berbagai angsuran -- termasuk kredit kapal yang mesti lunas sekitar lima tahun. Mantrust rupanya sedang berkibar-kibar dengan gaya PIR. Lihat saja PIR sapi perah di Salatiga, PIR jamur putih di Wonosobo, dan PIR jamur merang di Yogyakarta. Beribu-ribu petani dan nelayan menyangga hidupnya dari lapangan kerja yang dibuka Mantrust. Anak-anak perusahaan Mantrust -- sebagai inti dalam proyek PIR -- itulah yang menampung "keringat" petani dan nelayan peserta plasma. Begitu pula Bali Raya: menampung hasil tangkapan para nelayan, mengalengkannya, lalu memasarkannya. Dalam hal pemasaran ini, Soetantyo memilih Amerika sebagai sasaran -- tentu melalui Van Camp. "Kita wajibkan perusahaan itu mengambil ikan tuna dari Indonesia," kata Soetantyo. Ekspor seperti itu sulit dihindari, karena pangsa ikan kaleng dalam negeri terbatas. Lain halnya bisnis jamur putih dan jamur merang. Dalam bisnis itu, Mantrust mengikat kontrak dengan perusahaan di Amerika -- dengan tenggang waktu 10 tahun -- untuk menggunakan merk Green Giant. Sedangkan untuk tuna, Mantrust sulit mendapatkan trading house seperti Green Giant tersebut. "Kalau kita mau ekspor betul-betul, ya, pembelian Van Camp itu harus dilaksanakan," tambah Soetantyo. Ia pun sudah menduga, pasaran ikan tuna di Eropa bakal membengkak empat tahun mendatang. Maka, sejak kini Mantrust hendak memproklamasikan ikan tuna "made in Indonesia", yang mutunya boleh ditandingkan dengan produk serupa dari negara lain. Ancar-ancar Soetantyo, dua tahun lagi Amerika dan Eropa sudah bisa menerima mutu ikan tuna kalengan Indonesia. Perjuangan ini persis terjadi pada jamur putih, yang katanya beberapa tahun lalu tersisihkan oleh Taiwan. Dan ini terjadi pada saat produk itu belum diberi label "made in Indonesia". "Tapi sekarang, semua jamur kita ke Amerika sudah pakai 'made in Indonesia'," kata Soetantyo. Suhardjo & Max Wangkar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini