Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) bersama Lembaga Sensor Film (LSF) menanamkan kesadaran masyarakat untuk Budaya Sensor Mandiri, salah satunya melakukan penggolongan usia hingga imbauan agar penonton tidak membawa anak-anak di bawah umur ke bioskop.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengelola bioskop sudah melakukan berbagai cara untuk memberikan informasi terkait film dan penggolongan usia penontonnya melalui berbagai media.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbagai langkah dilakukan bioskop, antara lain dengan menayangkan telop, yaitu tayangan singkat yang berisi informasi mengenai film seperti judul, durasi, nomor Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) dan peruntukkan usianya.
Tidak hanya itu, petugas ground yang bertugas baik dari pembelian karcis hingga masuk studio pun kerap mengingatkan dan mengimbau penonton untuk tidak membawa anak di bawah umur saat menonton. Pada layar di loket pembelian karcis, pengelola bioskop juga sudah mencantumkan usia peruntukkan film sebagai informasi bagi penonton yang akan membeli tiket dalam memilih tontonan mereka.
“LSF sebelumnya juga sudah memberi imbauan kepada pengelola bioskop supaya lebih ketat dalam pengawasan agar tidak ada anak kecil di bawah umur yang masuk dan ikut serta menyaksikan film yang tidak sesuai dengan usia mereka,” kata Ketua LSF Rommy Fibri Hardiyanto saat konferensi pers gabungan, Rabu, 27 Juli 2022, dikutip dari keterangan tertulisnya.
Sebelumnya, aturan anak di bawah umur masuk bioskop kembali disorot setelah minggu lalu warganet mengeluhkan bioskop masih memperbolehkan anak di bawah umur masuk bioskop dan mengganggu saat menonton film.
Seorang warganet pun melakukan aksi protes yang kemudian dibagikan ke media sosial Facebook dan diunggah ulang akun twitter @Mikaeldewabrata. Penonton bernama Valentino Dimas Aditya membawa makanan dari luar bioskop. Petugas biokop menghadangnya karena dianggap telah melanggar aturan membawa makanan dari luar. Valentino menolak dan bertanya mengapa bayi diizinkan untuk masuk ke dalam bioskop.
"Salah satu security (atau kepalanya) nyamperin kita negur bahwa kita mesti nitipin minumannya. Gua bilang 'Kenapa cuma yang bawa makanan yang ditegur? Kenapa ibu-ibu yang bawa bayi dan anak di bawah umur gak ditegur dan dihadang'," kata pemilik akun Facebook Valentino.
Petugas bioskop menjawab kalau ibu-ibu yang membawa anak tersebut ngotot mau masuk. Lantas Valentino kesal dengan jawaban petugas dan membalas kalau dirinya akan ngotot seperti orang tua yang membawa anak ke bioskop.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Joni Syafrudin mengatakan membawa anak menonton film di bioskop yang tak sesuai dengan umurnya adalah hal yang dilarang. Sebab, katanya, tiap film sudah mempunyai rating yang harus disesuaikan dengan usia penonton. Ia memastikan bioskop yang melanggar aturan itu bisa mendapatkan sanksi tegas.
LSF dan GPBSI berkomitmen untuk berkolaborasi dalam meningkatkan literasi kepada penonton agar lebih bijak dalam memilah dan memilih tontonan. Beberapa hal yang akan dilakukan adalah membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi terkait film yang akan tayang atau akan ditonton melalui Panduan Film LSF.
Panduan Film LSF dapat diakses di laman LSF www.lsf.go.id, media sosial LSF, dan dapat diperoleh secara langsung buku Panduan Film LSF di beberapa gedung bioskop. Selain itu, LSF juga berencana menempatkan beberapa media publikasi dan informasi di beberapa gedung bioskop seperti banner dan sejenisnya sebagai sumber informasi dan edukasi terkait dengan Budaya Sensor Mandiri.
“Hal ini sudah direncanakan pada pertemuan antara LSF dan GPBSI sebelumnya dan sedang dalam tahap persiapan untuk kami kembangkan. Pada saat launching nanti tentu kami akan turut menyertakan rekan-rekan media,” kata Rommy.
Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri yang telah dicanangkan pada penghujung tahun 2021 lalu semakin digencarkan oleh Lembaga Sensor Film (LSF). Dalam Pasal 61 UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman disebutkan bahwa Lembaga Sensor Film membantu masyarakat agar dapat memilah dan menikmati pertunjukan film yang bermutu serta memahami pengaruh film dan iklan film.
Terkait tugas literasi ini beberapa bentuk kegiatan telah dilakukan oleh LSF dalam kurun waktu dua tahun ke belakang. Di antaranya melalui Webinar yang mengundang narasumber dari praktisi film, akademisi, aktor maupun aktris hingga pemerintah, Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri secara luring dan kolaborasi dengan beberapa perguruan tinggi maupun pemerintah daerah, dan pembentukan Desa Sensor Mandiri.
Berbagai bentuk usaha LSF dalam melakukan kampanye Budaya Sensor Mandiri tidak dilakukan sendiri, melainkan dengan menjalin kerja sama baik melalui penandatanganan nota kesepahaman juga dengan menggandeng berbagai pihak, termasuk dengan Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI).
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.